HOSTEL
BT21 : HOSTEL
"Permisi,"
Tepat saat Pimtha akan mengomeli lelaki bernama Cooky tersebut, muncul tamu pertama setelah empat hari ini sepi, atau bisa dibilang tak ada tamu sama sekali.
Pimtha pun dengan cepat menarik kembali tujuh lelaki tersebut masuk, dan mendudukan mereka di lantai yang beralaskan karpet bulu. Setelah itu, ia menghampiri tamu hostel.
Pimtha sudah menyiapkan satu kamar VIP untuk tamu tersebut. Mulai dari membersihkan kamar, hingga memasang seprai pun sudah ia laksanakan. Bahkan dengan gesit ia mengelap meja sebelum keluar kamar.
"Silahkan," ucap Pimtha pada sang tamu. "Kalau ada perlu apapun, saya ada dilantai bawah. Dimeja depan tadi, Mas."
Si Mas Tamu tersebut pun mengangguk, "okay. Terima kasih." setelah itu, ia pun masuk kedalam kamar.
Pimtha sendiri masih berdiri di depan kamar tersebut, ia menghembuskan nafasnya lelah. Lelah, karena hampir satu minggu ini hostelnya amat sangat sepi.
Itu semua karena berdirinya hotel yang ada di jalan besar sana.
Apa kabar Pimtha? Yang hanya memiliki hostel warisan dari kedua orang tuanya, itu pun berlokasi di dalam gang.
Ya walaupun gangnya besar, tetep aja intinya di dalem gang.
Huft.
Seakan teringat akan kejadian sebelum kemunculan si Mamas Tamu, Pimtha pun dengan tergesa segera menuruni tangga. Lalu berjalan menuju ruang tunggu dimana seharusnya para tamu menunggu.
Tujuh lelaki berpakaian serba putih tersebut ternyata masih terduduk diatas karpet. Sepertinya mereka tak merubah posisi sama sekali.
Pimtha pun ikut duduk diantara mereka bertujuh yang bahkan namanya pun sudah ia lupakan.
"Jadi, kalian siapa?"
"Saya Cooky," ucap lelaki bergigi kelinci. "Itu Mang, sebelahnya Tata, terus sebelahnya lagi Koya, terus itu Chimmy, itu RJ, sama terakhir yang ini, Shooky."
Jujur, Pimtha menghela nafas lelah.
ORANG TUA MANA YANG MEMBERI NAMA ANAKNYA SEPERTI NAMA ALIEN, HA?!
"Kalian ngapain disini? Rumah kalian dimana?" tanya Pimtha dengan perlahan, karena marah marah pun percuma. Hanya membuang energi.
"Di BT21 Universe,"
"Hah?"
"BT21 Universe," ulang lelaki dengan senyum seperti kuda tersebut.
IYA GUE JUGA DENGER, BT21 UNIVERSE. TAPI ITU DIMANA? GUE BARU DENGER NAMA KOMPLEK ITU, DOBLEH!
"Astaga, banyak mengumpat gue." desis Pimtha, sembari mengusap dadanya.
"Rumah dimana, rumah? Mau gue anter? Kalian nyasar?"
"Seharusnya ada Van, kita bisa pulang bersama Van."
"Gue punya mobil ko, ga harus pake mobil van."
"Bukan mobil, tapi Van." ralat lelaki berpipi chubby.
Lagi lagi Pimtha menghela nafas, berusaha menekan emosinya. "Iya, van yang lo maksud itu mobil kan? Mobil gue cukup ko buat nampung kalian bertujuh."
Kali ini, mereka bertujuh yang menghela nafas. Lalu dengan sabar, lelaki berlesung pipi tersebut menjelaskan apa itu Van.
"Van itu sebuah nama, dia yang biasanya mengantar kami kemanapun. Bukan sebuah mobil, kau mengerti, cantik?"
Pimtha yang memang sudah jomblo sejak bentukan zigot pun, salah fokus karena disebut cantik oleh lelaki tersebut.
Ia tersenyum senyum sembari menunduk, bahkan pipinya sudah merona.
"Hei!"
Pimtha tersadar, lalu menoleh. Lagi lagi ia terpanah melihat salah satu wajah dari mereka.
"Apa kamu lihat, Van?"
"Van?" tanya Pimtha bingung, bagaimana tidak? Wajah mereka saja baru ia lihat, bagaimana ia tahu bentukan si Van Van tersebut!!
Mereka mengangguk, yang dibalas gelengan oleh Pimtha.
Dengan kompak, mereka berdelapan menghela nafas.
Pimtha yang bingung dimana itu BT21 Universe, serta mereka pun bingung memikirkan cara untuk menemukan Van agar mereka bisa kembali pulang.
"Jadi gimana? Kalian mau pulang kemana?" tanya Pimtha tanpa kenal lelah, kini mereka tengah berada diruangan pribadi milik Pimtha.
"Kita harus mencari Van, karena hanya Van yang bisa mengantar kami pulang." ucap lelaki yang memiliki tahi lalat di ujung hidungnya.
"Gue bisa nganterin kalian balik, alamatnya mana?" kekeuh Pimtha, sembari mengangurkan kertas serta pulpen.
Lelaki berpipi chubby mengambil pulpen serta kertas tersebut, lalu menulis diatas kertas. Pimtha yang melihatnya, sedikit tersenyum. Akhirnya mereka memberikan alamat pasti juga, dan ia akan terbebas dari tujuh lelaki ajaib tersebut.
"Nih,"
Pimtha mengambil kertas tersebut, lalu membacanya. Selesai membaca, lagi lagi Pimtha harus menghela nafasnya demi menakan emosinya yang hampir mencapai ubun ubun.
"BT21 dimanaaa?! Gue udah cari di google, kaga ada komplek BT21 wooy!" kesal Pimtha, lalu meremas kertas tersebut. Setelah itu, ia melemparnya ke tempat sampah yang berada di pojok ruangan.
Yeah.
Masuk.
Mereka bertujuh yang memang sedaritadi memperhatikan Pimtha, langsung tepuk tangan heboh. Seolah mereka habis melihat unjuk bakat yang fantastis.
Pimtha sendiri terkejut melihat mereka yang bertepuk tangan sembari tersenyum lebar.
"Kenapa tepuk tangan?"
"Hebat! Diantara kita, cuma Shooky yang bisa melakukan itu. Ternyata kamupun bisa." lelaki tersebut mengacungkan jempolnya lalu mengarahkan pada Pimtha. Menunjukan bahwa atraksinya tadi amat sangat hebat dimatanya.
Pimtha terkekeh, jangankan melempar gulungan kertas ke tempat sampah. Ia bahkan mampu melempar ketujuh pria tersebut ke jurang karena telah membuatnya pusing sedari sore.
"Jadi kalian mau gue anter kemana?"
Lagi lagi mereka kompak membalas dengan gelengan kepala, jangan lupakan mata mereka yang menatap sendu Pimtha. Membuat gadis tersebut sedikit merasa kasihan.
"Okay lah okay, gini aja," gadis tersebut menarik nafasnya dalam dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Kalian boleh tinggal disini bareng gue, tapi kalian harus bantu gue urus ini hostel. Deal?"
"Hostel? Apa itu?"
Rasanya Pimtha sedikit bersyukur, walaupun wajah pas pasan. Tapi otaknya masih ada isinya, tak seperti lelaki yang tadi melakukan flying kiss padanya.
Percuma wajah tampan, hostel saja tak tau.
"Ini, tempat ini, bangunan ini, namanya hostel. Penginapan. Ngerti?"
Mereka mengangguk.
"Kalian harus bantuin gue buat bikin hostel ini rame dan bantu beresin kalau ada tamu yang dateng. Deal?"
Kali ini mereka mengangguk, menyetujui apa yang ia tawarkan. Ia berharap semoga keputusannya tak salah. Dengan menampung tujuh alien tampan tersebut, semoga ia mendapat pahala.
A/n : Jadi gitu, ceritanya mereka nyasar ke Bumi. Disini sengaja ga nyebutin nama nama dulu, karena kan diambil dari sudut pandang Pimtha.
Sedangkan Pimtha sendiri ga tahu nama mereka siapa, cuma tahu mengumpat doang.
Dasar, setan emang.
16 - 02 - 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top