Bagian LIMA
Kata Mang, maaf kemarin bagian limanya ga kepost dan tiba tiba bagian enam HEHE.
Maafkan, oki?
BT21 : Cerita lagi.
"Bisa kalian jelasin ini apa?" tanya Pimtha setelah sampai di kamar yang diperuntukan ketujuh manusia tersebut.
Ia menyimpan paperbag di balik pintu, lalu duduk diatas karpet yang tentu saja diikuti yang lainnya. Pimtha pun mengeluarkan beberapa keping koin dari dalam clutch-nya.
"Itu koin kan, Koya?" desis Cooky pada Koya yang duduk disampingnya.
Koya mengangguk, membenarkan apa yang diucapkan Cooky. "Itu koin, Pimtha. Bahkan Cooky yang masih kecil saja tahu kalau itu koin."
Cooky yang memang usianya paling muda diantara ketujuhnya pun hanya mencebik kesal. "Aku bahkan memiliki badan yang lebih besar darimu, Koya."
"Tapi kenyataannya aku lebih tua darimu, Kelinci."
"Beruntung telingamu tak bisa aku sembunyikan seperti biasanya." cibir Cooky, lalu berpindah tempat duduk jadi disamping Pimtha.
Pimtha memijat pelan dahinya, tak mengerti apa yang mereka bicarakan.
"Jadi kenapa kalian punya ini?" tanya Pimtha dengan pertanyaan yang berbeda.
"Itu koin untuk kita biasa berbelanja, apa kamu ga tahu? Apa disini itu ga berlaku?"
Pimtha menatap Tata, lalu mendekatinya. Tak lupa membawa satu keping koin itu, "ini berlaku di Bumi. Bahkan sangat laku." Pimtha mengacungkan koin tersebut.
"Kamu tahu ini apa? Ini koin emas! Kamu bisa jadi kaya kalau punya koin sebanyak itu." ucap Pimtha sembari menunjuk kepingan koin yang tergeletak diatas lantai.
Tiba tiba Pimtha melihat jika mereka merogoh sakunya, lalu mengeluarkan apa yang ada didalamnya.
Isi di dalam saku mereka membuat Pimtha terkejut. Mereka mengeluarkan koin yang sama, namun dengan jumlah yang lebih banyak.
Rasanya Pimtha ingin menangis, tahu banyaknya koin emas di planet mereka, membuatnya ingin resign saja jadi makhluk di Bumi dan pindah ke BT21 sana.
"Kamu bisa memiliki ini semua, Pimtha. Kita ga butuh."
Pimtha menatap shock Mang, lalu berpindah mendekati lelaki manis tersebut. "Engga, kamu harus simpen ini semua. Ini bisa kamu pake lagi diplanet sana, bahkan kamu bisa pakai disini kalau sudah kutukar menjadi uang."
Mang menggelengkan kepalanya, "aku tahu kamu butuh ini buat hidup kamu. Aku ga butuh ini selama disini, kalau aku kembalipun aku masih punya banyak disana."
"Kalian sekaya itu disana?"
Mereka bertujuh mengangguk, "aku bahkan tinggal di desa yang besar, dan itu semua punyaku." pamer RJ semangat.
Pimtha yang mendengarnya pun ikut bersemangat, "ayo cerita, aku mau tahu."
Gadis berusia 22 tahun tersebut pun mengubah posisinya menjadi duduk melingkar mengikuti mereka. Ia menaruh atensinya pada RJ yang siap bercerita.
"Aku itu Alpaca, orang tuaku bernama RA dan R-Gyeok. Disana aku punya banyak keluarga, bahkan semua penghuni di desa itu keluargaku."
Sedikitnya Pimtha iri pada RJ yang memiliki banyak keluarga, tak seperti dirinya yang sebatang kara di Bumi. Namun ia mencoba tersenyum menanggapi cerita tersebut.
"Disana aku itu Alpaca yang paling tampan, kau percaya?"
Susah sejujurnya untuk menyetujui, tapi Pimtha mengangguk. Ia bingung, bagaimana tahu jika ia tampan disaat yang lainpun sama seekor Alpaca yang berbulu?
"Walaupun disana aku banyak keluarga dan teman, tapi aku ga suka saat harus cukur buluku. Aku benci saat tubuhku ga berbulu."
"Kenapa? Bukannya Alpaca biasa cukur bulu gitu?"
"Aku tak terlihat tampan, Pimtha."
"Okay, cukup. Shooky, sekarang kamu cerita." jawab Pimtha cepat, enggan mendengar RJ memuji dirinya sendiri lagi.
"Aku? Aku hanya sebuah biskuit cokelat yang tinggal bersama biskuit lainnya di toko kue. Ah ya, jangan lupakan Kakek."
"Kamu memiliki kakek?" tanya Pimtha bingung, bagaimana ceritanya sebuah biskuit memiliki Kakek?
"Bukan, itu Kakek pemilik toko kue. Aku tinggal bersamanya dengan yang lain. Aku ini hanya sebuah biskut, mana mungkin memiliki keluarga." jelasnya dengan nada jengkel diakhir. Membuat Pimtha meringis.
"Kakek meninggal karena sakit, la—"
"Kakek itu… manusia?"
Shooky mengangguk, "sama sepertimu wujudnya." jawab Shooky, lalu mulai melanjutkan lagi ceritanya.
"Kakek meninggal, lalu aku dan yang lain berniat mencari koki lainnya. Namun Tata membawaku, jadi aku berakhir disini dengan mereka. Sedangkan teman teman biskuitku, mungkin masih mencari koki baru disana."
"Lalu kamu? Mau cerita apa?"
"Tidak ada, aku tidak mempunyai cerita apapun." jawab Koya
"Kamu tak akan dapat cerita apapun dari dia Pimtha. Dia sepanjang hari cuma tertidur, kalau kamu menanyakan apa yang ada diotaknya. Ia sanggup berbicara sepanjang hari." jelas RJ, membuat Pimtha mengangguk mengerti.
"Koya, selama di Bumi. Aku ingin kamu kurangi tidurmu."
Koya menatap Pimtha bingung, "kamu ga suka aku sering tidur?"
Pimtha tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. "Bukan, Bumi terlalu indah untuk kamu abaikan. Buat kenangan sama keenam teman alienmu ini, seengganya diotakmu ada sedikit kenangan manis."
Lelaki berlesung pipi itu tersenyum, menunjukan lesung pipinya. "Baiklah."
"Aku mau bercerita, Pimtha." ucap si biang onar, Tata.
"Ya, silahkan. Aku ga larangkan, kan?"
Tata mencebik, "kamu mulai menyebalkan, Pimtha," cibirnya. "Namaku, Tata. Aku anak kerajaan, tapi aku sering diabaikan oleh Fafa. Fafa sibuk sama Titi dan Tutu."
"Fafa?"
"Iya, orang tuaku. Aku memanggilnya Fafa, kenapa? Baguskan?"
Pimtha menghembuskan nafas kesal, "suka suka lu aja, Tong.."
"Jadi aku meminta Van untuk membawaku pergi dari kerajaan, selama diperjalanan aku bertemu mereka berenam. Setelah itu, aku bertemu kamu disini. Lalu berakhir tersesat di Bumi ini." ceritanya dengan riang. Seolah olah hilang bukanlah hal yang besar untuknya.
"Dikata lagi studytour ya, di Bumi," cibir Pimtha. "Chim, cerita coba. Diem mulu."
Chimmy menatap Pimtha, lalu tersenyum kecil.
"Aku tak punya banyak cerita Pimtha, aku cuma anjing kecil yang dibuang. Setiap hari aku habiskan untuk bermain harmonika di dekat taman."
Lelaki tersebut menatap Pimtha tepat dimanik mata gadis tersebut.
"Aku selalu berharap bahwa suatu saat nanti ada yang mau mendengarkan permainan harmonikaku. Aku sering menyusun kardus dan menggambarnya, lalu menyimpannya tepat dihadapanku. Menganggap mereka adalah penononton."
"Aku membeli banyak balon, lalu menggambar wajah ditiap balon tersebut. Lagi lagi aku menganggap mereka adalah penonton, sebelum akhirnya balon itu terbang karena aku tak erat menalikannya." Chimmy sedikit terkekeh.
"Lalu…"
Anak itu sibuk membuat orang salju ditengah hujan salju yang turun dimalam hari. Ia bahkan memasangkan syal di orang salju yang baru selesai ia buat.
"Kamu disini lagi? Ini udah malem."
Anak kecil pembuat snowman tersebut menoleh, lalu tersenyum. "Iya, aku sedang membuat teman baruku. Kamu mau ikut?"
Anak lelaki yang baru sampai di tamanpun ikut membuat manusia salju bersama anak gadis kecil yang sudah lebih dulu ada disana.
Mereka berdua asik membuat manusia salju, bahkan sesekali gadis cilik itu tertawa karena tanpa sengaja menyenggol kepala manusia salju dan membuatnya jatuh.
Mereka berdua asik dengan tugas membuat manusia salju, sampai gadis kecil tersebut tak sadar jika teman barunya itu sudah pergi saat ibunya datang menjemput.
"Ah, selesai akhirnya. Kamu sudah selesai?" tanyanya, lalu matanya menatap sekeliling.
Kosong.
Gadis kecil bernama Pimtha tersebut pun tersenyum, sudah terbiasa ia sendiri. Bahkan diusianya yang baru menginjak 8 tahun, ia sudah berteman dengan sepi.
Pimtha cilik menghampiri manusia salju yang sudah ia buat dan ia pasangkan syal disana.
"Kamu ga akan ninggalin aku kan? Kita teman kan?" tanyanya lirih pada gundukan salju itu.
"Olaf, gimana rasanya punya teman? Aku kesepian, bahkan natal sekarang pun aku merayakannya cuma sama kamu. Sama seperti tahun sebelumnya." ceritanya, dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Olaf, apa Elsa itu ada? Apa dia ga kesepian di istana es sendirian? Apa dia udah akur sama Anna?" racaunya, mengingat film kartun yang baru baru ini ia tonton.
Tiba tiba kepala manusia salju tersebut jatuh saat Pimtha tanpa sengaja menyandarkan kepalanya disana. Membuat gadis kecil tersebut semakin yakin, jika dirinya memang benar bemar sendiri disini.
Gadis kecil tersebut menangis sambil memeluk kedua lututnya. Ia benar benar kesepian, ia tak punya siapapun. Tak ada orang yang menyeka air matanya, bahkan mencarinya ditengah hujan salju seperti ini.
Sejak usianya 7 tahun, hanya Dunia yang menemaninya. Hanya kesepian yang selalu ada disekitarnya. Kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan.
Beruntung kedua orang tuanya memiliki usaha Hostel, dan Pimtha tinggal disana bersama para pekerja lainnya yang ikut membantu mengurusi anak dari majikannya tersebut.
Namun tetap saja, Pimtha butuh seseorang untuk menemaninya. Untuk mendengarkan ceritanya saat disekolah, atau mendengarkan keluh kesahnya saat ia mendapat nilai merah diulang akhirnya.
Ia sedih disaat orang tua lain datang untuk mengambilkan raportnya, sedangkan ia selalu mengambilnya sendiri.
Kesendiriannya menemani hingga kini ia berusia 22 tahun. Belasan tahun ia habiskan seorang diri denga kesepian yang terasa jelas.
"Apa ceritaku semenyedihkan itu, Pimtha?" tanya Chimmy sambil menyeka air mata di pipi Pimtha.
Pimtha terkesiap, sadar dari lamunannya yang membuatnya tak mendengar sama sekali cerita Chimmy.
"Ah, iya. Itu menyedihkan." jawab Pimtha cepat, lalu menyeka airmatanya. Dia bangkit, dan keluar dari kamar.
"Langsung tidur. Kalau mau makan, ada makanan didapur." ucapnya sebelum menutup pintu, meninggalkan ketujuh manusia yang menatap sedih Pimtha.
Sejujurnya, mereka semua tahu apa yang ada dipikiran gadis tersebut. Bahkan Chimmy sudah berhenti bercerita saat Pimtha mulai bermain dengan kenangannya.
"Aku tak tahu kalau dia semenyedihkan itu." ucap Mang, yang disetujui oleh yang lain.
"Kita harus buat dia semangat lagi," kata Tata semangat. "Gimana caranya, Koya?"
Koya memutar matanya malas, ia kira Tata mempunyai rencana. Nyatanya, nihil.
"Apa kita harus tukar koin ini dengan uang? Lalu kita ajak Pimtha keliling Bumi!!" kata RJ semangat
"Kamu tahu dimana kita harus tukar koin ini?" tanya Shooky.
"Koya pasti tahu, iyakan?"
"Kenapa selalu aku? Aku sama seperti kalian, tersesat disini. Kalian pikir aku penghuni di Bumi?" omelnya pada Cooky, membuat lelaki bergigi kelinci memberenggut kaget.
Lalu tanpa permisi Koya bangkit, dan berjalan menuju kasur yang kosong. Setelah itu, ia menutup tirainya. Menandakan lelaki berlesung pipi itu akan tidur
"Besok aku akan tanya Pimtha dimana harus menukar ini." kata RJ membuat yang lain tersenyum senang.
A/n : Bahasanya aneh ya? Transisi abis kebut cerita Vante:( Jadi ketularan baku gini hiks.
Semoga kalian sukaaak!! 💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top