Bagian ENAM

BT21 :


Kata Pimtha, langsung baca aja. Tak ada judul khusus disini. - Shooky.


"Buat apa kalian tuker ini semua? Jangan so jadi miliader deh." omel Pimtha saat mendengar RJ akan menukar semua koin yang mereka miliki menjadi uang.

"Kamu akan menyukai rencana kita, Pimtha. Jadi, ayo kita pergi tukar koin ini." ajak Mang semangat, ia bahkan sudah menarik narik Pimtha yang sedang mendengar laporan dari salah satu pegawai di hostel ini.

"Je, simpen aja laporannya di atas meja gue. Nanti gue cek ya." kata Pimtha pada pegawai di hostel yang bernama asli Jessica itu.

"Yaudah, gue simpen diruangan ya, Mbak. Nanti siang Alex dateng, gue kan libur besok."

"Iye, yaudah gue pergi dulu. Titip hostel, kalau ada apapa kabarin, Je." pamit Pimtha dengan tergesa gesa karena tubuhnya sudah sepenuhnya ditarik oleh ketujuh lelaki berwajah diatas rata rata tersebut.






Sekarang mereka berdelapan udah duduk manis di dalam bus. Yang pastinya menarik perhatian penumpang lain karena rupa ketujuh alien tersebut yang kelewat batas.

"Pimtha, aku takut." kata Chimmy, sambil merapatkan duduknya pada Pimtha.

"Kenapa?"

"Mereka terus melihatku seperti itu, aku kan bukan orang jahat."

"Wajah lo yang bikin mereka pengen ngelakuin hal jahat, dan hal yang tidak senonoh." omel Pimtha, namun tetap merangkul Chimmy dan menyandarkan kepalanya dibahu kecilnya.

"Pimtha, aku pegal." adu Cooky, karena lelaki bongsor tersebut tak mendapatkan kursi.

Tepat saat Pimtha akan bangkit, Cooky menahannya. "Tidak perlu, aku hanya ingin duduk disini. Boleh?" tunjuknya pada lantai bus.

Pimtha pun mengangguk pasrah, kasian juga penduduk BT21 kalau bediri lama lama. Takutnya cantengan itu kaki.

Setelah mendapat izin dari Pimtha, Cooky pun duduk bersila. Lalu dengan polos menyandarkan kepalanya diatas pangkuan Pimtha.

Sedangkan yang memangku kepala tersebut, hanya bisa pasrah. Ditambah perjalanan pun masih lumayan jauh. Sesekali Pimtha mengusap rambut tebal Cooky ataupun Chimmy. Membuat mereka berdua dengan cepat tertidur.





Setelah hampir satu jam mereka di dalam bank, akhirnya mereka berdelapan keluar dengan membawa satu kantong ditangan Mang.

Heran bisa menghabiskan banyak waktu gitu? Ya gimana ga lama, koin yang mereka punya aja ratusan. Hasil penukarannya juga sampe harus ditampung dikantong. Jadi ya kebayang kan prosesnya gimana?

Ga kebayang? Ya gapapa, namanya juga khayalan.

"Ingat, ini kalian harus pake kalau ada keperluan diluar hostel. Kalian boleh main atau kemanapun, asal kabarin aku dulu. Ngerti?"

Anehnya, mereka bertujuh menggeleng dengan kompak.

"Kita ga akan keluar kalau ga bareng Pimtha, ngerti?"

Pimtha terkekeh mendengar ucapan Shooky, "aku jarang keluar hostel kecuali beli keperluan doang. Ngerti?"

Lagi lagi mereka menggelengkan kepala.

"Mulai saat ini, kamu harus berlibur dengan kami. Mengerti?"

"Liburan kemana? Terus hostel gimana? Bisa bangkrut gue kalau itu ditutup." omelnya, lalu memberhentikan taksi yang lewat didepannya.

"Cepetan masuk," suruhnya pada empat orang terdekatnya, yaitu Cooky, Chimmy, RJ dan Mang.

"Pak, tunggu sebentar ya. Saya panggil satu taksi lagi." kata Pimtha pada supir taksi, lalu ia kembali memberhentikan taksi lainnya.

Ia pun masuk kedalam taksi bersama demgan Koya, Tata, dan Shooky. Tak lupa sebelumnya meminta taksi pertama untuk mengikutinya dari belakang.

"Pimtha, kita ingin berlibur." ucap Tata, sembari menyandarkan kepalanya dibahu ringkih gadis tersebut.

"Aku ga bisa tutup hostel, aku juga ga bisa terus terusan bayar Jessica sama Alex. Inget, itu cuma hostel bukan hotel bintang lima ya, Dobleh." omelnya, membuat Tata semakin menenggelamkan kepalanya dibalik bahu Pimtha.

"Bisa tolong berhenti disana?"

Pimtha melirik Shooky yang duduk dibangku depan, "mau kemana? Hostel masih jauh, Ky."

Supir taksi tersebut pun menuruti perintah Shooky, ia menepikan mobilnya dan berhenti tepat di depan gedung department store.

"Pimtha, kita harus berbelanja," Shooky memutar badannya agar dapat menatap Pimtha, "bisa kamu tolong lepaskan taliku ini? Aku harus turun."

Pimtha hanya bisa menurut, ia lebih dulu menyingkirkan kepala Tata dan mendorong lelaki jangkung tersebut keluar. Setelahnya ia lebih dulu mmebangunkan Koya yang sudah tenggelam dalam alam mimpinya, barulah ia keluar dari taksi.




"PIMTHA!! AKU TAK BISA MELEPAS TALI INI!!" Teriak Mang dari taksi yang ikut berhenti dibelakang taksi miliknya.

Pimtha pun segera melangkah menuju taksi kedua, lalu membuka pintu samping kemudi. Setelah itu melepas sabuk pengaman yang membelit tubuh Mang.

"Kalian daritadi ga disabuk?" tanya Pimtha pada ketiga lelaki yang duduk dibangku belakang.

"Aku tak mau tercekik seperti Mang," jawab Cooky polos, "bisa tolong bukakan pintunya, Pimtha?"

Lagi lagi, Pimtha menurut. Ia membukakan pintu belakang taksi, dan mempersilahkan tiga tamu di Bumi ini keluar dari taksi.

Ia membayar taksi tersebut, dan tentunya berterima kasih. Setelah itu ia langsung meminta bertujuh untuk berkumpul.

"Kita kesini dulu, Shooky mau beli keperluan katanya." lapornya pada mereka yang sibuk menatap gedung tingkat tinggi tersebut.

"Aku mau membeli sesuatu juga, Pimtha. Boleh?" tanya Koya, yang dibalas anggukan oleh Pimtha.

"Sejujurnya, kita semua mau membeli sesuatu. Kamu juga harus membeli sesuatu itu Pimtha." ucap RJ

"Beli apaan sih?" tanya Pimtha penasaran, ia pun dengan tiba tiba ditarik begitu saja oleh Chimmy juga Koya masuk ke dalam dept.store

Lagi lagi, di dalam dept.store mereka menjadi pusat perhatian karena visual yang diambang batas.

"Pimtha, dimana mereka menjual kotak itu?"

"Hah? Kotak apa? Kardus?"

Mang menggelengkan kepalanya, "bukan, kotak yang memiliki roda." ucapnya menjelaskan benda yang ia maksud.

"Mobil mobilan? Kalian mau beli mainan?" tanya Pimtha ragu.

"Bukan, Pimtha. Kita bukan anak kecil!" sanggah Cooky, namun matanya masih terus menjelajahi sekeliling. Mencari barang yang mereka cari.

"Benda itu kotak, Pimtha. Ada roda dibawahnya empat, lalu ia bisa ditarik tarik." kata Tata mencoba kembali mendeskripsikan barang tersebut.

"Yang selalu teman temanmu bawa jika akan tidur di hostel." tambah Koya

Bukannya membayangkan benda tersebut, Pimtha lebih memikirkan kalimat yang diucapkan Koya.

Teman teman? Sejak kapan temen gue nginep di hostel? Punya temen aja kaga. Gumamnya dalam hati.

"Kalau mereka bukan temanmu, terus mereka siapa yang ada dikamar kamar hostel?" tanya Chimmy, membuat Pimtha menoleh. Lupa bahwa mereka bisa membaca pikirannya.

"Mereka tamu, pengunjung. Mereka bukan teman temanku, mereka cuma nginep beberapa hari." jelasnya dengan singkat.

"ITU!!!" Teriak Tata dan Shooky bersamaan, tak lupa tangan yang menunjuk kearah samping. Membuat keenam orang lainnya mengikuti arah tunjuk mereka.

Setelah melihat apa yang ditunjuk Tata dan Shooky, kelima lelaki tersebut langsung berlari mengikuti dua teman lainnya yang sudah lebih dulu menghampiri kotak beroda tersebut.

Sedangkan Pimtha menghela nafas lelah, yang mereka cari adalah koper.

"Buat apa coba beli koper? Emang mereka mau bawa oleh oleh ke planetnya itu?" gumamnya, lalu melangkah mendekati mereka yang mulai heboh dengan koper.

Bahkan Chimmy tanpa tahu diri sudah duduk diatas koper, dan RJ dengan semangat mendorong koper tersebut hingga melaju kencang.

Rasa rasanya Pimtha mau pergi ninggalin mereka yang norak kaya gini. Walaupun ganteng, kalau kelakuannya gini tetep aja bikin malu.

"Buat apa sih beli koper?" tanya Pimtha geram, ia kembali mendorong tubuh Chimmy yang masih enggan bangkit dari koper untuk mendekat dengan yang lainnya.

"Kita mau liburan Pimtha, kita butuh ini untuk membawa pakaian." jawab RJ, yang sibuk memainkan roda yang ada di kaki koper.

"Liburan kemana? Awas nanti kesasar lagi."

"Kamu kan ikut, jadi kita tak akan tersesat." ucap Mang yang kekeuh mengajak Pimtha berlibur.

"Terserahlah, pilih empat koper aja. Jangan masing masing satu, menuhin kamar doang nantinya." kata Pimtha memberitahu mereka yang masih asik dengan koper koper mahal tersebut.

Pimtha sendiri hanya memperhatikan mereka, khawatir kalau kalau mereka menghancurkan koper tersebut dengan kekuatan ajaib yang mereka punya.

"Ayo, Pimtha." ajak Koya, sembari menggandeng lengan Pimtha.

"Kemana? Itu mereka masih sibuk mainin koper, kalau ilang gimana?"

"Tidak akan hilang, kalaupun hilang aku bisa menemukannya dengan cepat. Kamu lupa? Aku ini punya kekuatan hebat."

Pimtha yang tertarik pun hanya bisa pasrah, meninggalkan keenam alien berwajah rupawan tersebut di area koper. Ia sendiri bingung mau dibawa kemana oleh lelaki berlesung pipi ini.

"Pimtha, bantu pilihkan baju."

"Kemarin lo baru beli, sekarang mau beli lagi? Ya, gue tahu duit lo sekantong. Tapi ya jangan boros lah!" omelnya, namun tangannya sibuk memilih milih pakaian yang cocok untuk mereka bertujuh.

Namanya juga wanita, mulut sama tangan suka berbanding terbalik.

"Aku cape memberitahumu, kita akan liburan. Jadi kita perlu banyak baju."

Lagi. Membahas liburan lagi.

GUE JUGA CAPE YA BUMBU MI SEDAP NGASIH TAHUNYA KALAU GUE GA BISA TUTUP HOSTEL GITU AJA!!

Pimtha hanya berteriak di dalam hati. Karena ia yakin lelaki tersebut dapat mendengarnya, dan ternyata benar.

"Berisik Pimtha. Kamu membuatku kaget."

"Biar kedengeran jelas kalau emang aku ga bisa ikut liburan sama kalian." jawabnya cepat, lalu memasukan beberapa pakaian kedalam troli yang tadi ia ambil.

"Kamu bisa meminta Jessica dan Alex untuk jaga hostel kan?"

"Bisa, tapi aku ga mampu buat gaji mereka setiap hari, Koya. Kamu lihat sendirikan hostel lagi sepi? Itu gara gara hotel baru di depan gang sana." curhatnya, membuat Koya berhenti memilih milih jaket yang ada dihadapannya.

"Aku bisa buat hostel kita kembali ramai seperti dulu."

"Dulu?"

Koya mengangguk, "aku tahu dulu hostel itu pernah ramai. Kamu lupa?" tanyanya seolah ia ikut mengalami masa saat hostel tersebut ramai.

"Koya, aku ga tahu sampe mana kamu tahu tentang aku ataupun hostel. Tapi aku mohon, jangan masuk terlalu jauh dalam hidupku. Bisa?"

"Kamu tidak senang bertemu aku dan yang lain? Kamu ingin kita pergi?" tanya balik Koya, yang dijawab gelengan kepala oleh Pimtha.

"Suatu saat nanti pasti Van-mu itu kembali kan? Suatu saat nanti pasti kalian juga pulang kan? Aku cuma ga mau punya banyak kenangan sama kalian, aku ga mau sakit saat kalian pergi." jawabnya datar, bahkan ia sama sekali tak menatap lawan bicaranya.

Sejujurnya, apa yang dikatakan Pimtha tak semuanya benar.

Benar kalau Pimtha tak ingin sakit saat mereka pergi, siapa yang bisa tersenyum saat orang yang kalian miliki pergi begitu saja? Sudah cukup keluarganya yang pergi, tidak yang lain.

Itu kenapa Pimtha tak memiliki teman sama sekali, terkecuali kedua pegawai mudanya itu. Jessica dan Alex, yang sebenarnya anak dari karyawannya dulu yang sudah keluar.

Tapi, Pimtha berbohong saat ia bilang tak ingin memiliki kenangan. Ia ingin memiliki kenangan. Walaupun itu sakit, Pimtha tetap ingin memiliki kenangan.

Sejujurnya, di kepala cantik Pimtha tak ada sama sekali kenangan selain ingatan tentang dirinya yang selalu sendiri. Bahkan ia tak ingat sama sekali tentang kedua orang tuanya.

Pimtha masih terlalu kecil untuk mengingat ingatannya saat umur 7 tahun, entah terlalu bodoh karena dengan mudah melupakan kenangan tentang kedua orang tuanya.

Yang jelas, Pimtha hanya ingat. Selama ini ia menjalani semuanya sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top