#13 - Pelukan
“Ango, apakah aku memang layak untuk mendapatkan kesempatan hidup dua kali?”
Sebuah pertanyaan terlontar ke udara lepas. Entah dengan tujuan apa si pelaku menanyakannya, tapi pria bertampang preman itu tetap bereaksi sebagaimana biasa ia lakukan. Sembari menatap pria cantik yang rambutnya dikepang, ia berkata dengan nada khasnya, "Odasaku, ada tali? Kita harus mengikatnya sebelum terjun ke sungai.”
―seperti yang sudah saya bilang. Dia bereaksi sebagaimana biasa ia lakukan.
“Ga ada. Peluk aja...” pria cantik itu membalas dengan suara yang terdengar menyebalkan.
Dengan penuh kekesalan pelaku tersebut berteriak-teriak tidak terima sembari menunjuk-nunjuk pria bertampang preman dengan pria cantik yang ada di belakangnya. “Sialan kalian semua! Setidaknya berikan nasihat agar aku bisa berpikir dua kali untuk tidak terjun ke sungai!”
“Ah, kau ini menyebalkan sekali.” Potong si tampang preman, Sakaguchi Ango namanya. “Sudah kukatakan padamu bukan? Lanjutkan saja peranmu sebagai badut ceria dan narsis sana.”
“Anda jahat sekali, Sakaguchi-san...” komentar pria penuh perban di tubuhnya. Ia sebenarnya merasa sedikit kasihan melihat kembarannya tertekan karena kelakuan teman-temannya yang masih bisa bercanda. Pria perban itu sedikit bersyukur karena ia tidak memiliki teman-teman seperti dua orang tadi. Daripada itu, mungkin dialah yang jadi akar permasalahan dari tertekannya seseorang. Menghibur sih. Tapi kalau sudah dibanting, ah sudahlah. Tidak perlu dibicarakan lagi soal rasa sakitnya.
“Namanya juga Ango...” sahut Odasaku, pria cantik yang sedari tadi sibuk sendiri dengan buku yang ada ditangannya.
“Ugh... Aku ini sudah berusaha yang terbaik tahu! Aku bersedia menghibur siapa saja, karena menurutku semua orang pantas bahagia. Walau semua yang kutulis hanya berisi keluhan tak berdasar milikku, setidaknya aku juga membuat cerita adalah untuk menghibur orang-orang. Apa kau tidak bisa sedikitpun menaruh simpati padaku, kalian berdua?!” ucap Dazai merah menggerutu sembari menghentak-hentakkan kakinya ke tanah seperti anak kecil. Padahal dia yang awalnya melontarkan pertanyaan, tapi dia juga yang malah jadi kesal sendiri karena reaksi teman-temannya.
Ango yang melihat kelakuan Dazai hanya tertawa sembari menepuk-nepuk kepalanya dengan pelan. Lucu sih, tapi kalau dibercandain terus ntar ngambek lagi. Jadi ia membalasnya dengan tenang. “Nah, artinya aku tak perlu menjawab lagi. Penjelasan darimu itu, bukankah sudah cukup untuk menjadi alasan kuat kau dihidupkan kembali?”
Keheningan sejenak menguasai tempat itu. Dazai yang awalnya banyak tingkah tiba-tiba terdiam mendengar penuturan hangat dari Ango. Pria berambut merah itu menunduk, berlari ke arah Ango lalu menubruk—dan memeluknya dengan erat.
“...Angoooo!!! Peluk!!!” katanya dengan aura bunga-bunga yang kini mengitarinya. Lagi, Ango tertawa melihatnya. “Haha, kau benar-benar merepotkan ya.”
Pria berperban yang juga bernama Dazai itu tanpa sadar tersenyum melihat keakraban dari dua orang yang ada didepannya. Rasanya benar-benar tidak asing, dan Dazai coklat tahu benar bagaimana rasanya.
Tiba-tiba terlintas dibenaknya untuk mengomentari sekali lagi perilaku Sakaguchi Ango berambut biru disini, namun ia takut akan mengganggu pemandangan indah ini.
Dazai tidak akan sejahat itu mengomentari seseorang yang sedang bersenang-senang (walau ia sendiri tidak yakin apa pria bertampang menyeramkan itu memang sedang bersenang-senang).
Namun pelukan mereka berdua tidak lepas. Itu membuat Dazai perban menjadi gemas sendiri ingin memisahkan keduanya.
Mau tak mau ia terpaksa mengatakan komentar yang sudah ada di ujung mulutnya itu. Menahan sesuatu itu tidak enak tahu. Dazai perban menghela napas sebentar lalu menatap mereka. “Aku jadi bingung sendiri kenapa kau bisa dengan santainya mengatakan hal itu kepada orang yang rusak, Sakaguchi-san...”
“Namanya juga Ango—“ Odasaku menyeletuk tiba-tiba. Membuat semua yang ada disana menatapnya dengan wajah pasrah. Apakah Odasaku juga tengah kumat? pikir Dazai merah yang telah melepaskan pelukannya dari Ango.
“Hentikan itu Odasaku. Apa kau tidak punya komentar lain?” keluh Ango sembari mengacak sedikit rambut birunya hingga berantakan. Mungkin dia juga mulai lelah dengan kelakuan Odasaku.
“Namanya juga Odasaku...” Odasaku kembali membalas dengan kalimat yang sama. Membuat Dazai merah dan Ango kesal dibuatnya.
“Ango, peluk Odasaku yuk!” ucap Dazai menyampaikan idenya. Tentu saja hal itu langsung disambut dengan baik oleh lawan bicaranya.
“yuk! Kamu peluk dari kiri, aku dari kanan!”
Pria berkepang itu hanya terkekeh geli melihat kelakuan teman-temannya. Sepertinya dia harus berhenti membuat temannya kesal. “Tidak perlu begitu. Bahkan tanpa dipaksa pun, aku bersedia memeluk kalian...”
“ODASAKU! KAU SELALU MENJADI FAVORIT!!!” seru Dazai merah bersemangat. Hal itu membuat Ango berdecak kesal.
“Jadi selama ini kau menganggapku apa?”
“Ga ada apa-apanya dibanding Odasaku...”
“Jahatnya...”
“Namanya juga Dazai....” Lagi, Odasaku melakukannya. Sepertinya hal itu sudah cukup untuk memancing sumbu yang ada di kepala pria berambut merah dan biru itu.
“Dazai-san, mau ikutan gebuk Odasaku?”
“Eh?”
***
Di bagian kali ini, secara keseluruhan terinspirasi dari adegan tiga orang sahabat yang saling memeluk dalam film Harry Potter (tanpa kuberitahu pun, pasti pada paham kan siapa aja mereka)
Tapi bedanya, disini dibuat agak "nyeleneh" dan juga sangat terburu-buru. Pendek pula, hehe. Semoga suka~ ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top