#11 - アイドルとファン (3)
"Hari ini, matahari tidak mendukung, ya?"
"Tidak. Tidak ada yang salah dengan mataharinya. Yang salah mungkin..." Orang itu menggantungkan kalimatnya dengan kedua mata yang menatap tajam pada jidouhanbaiki di depannya. Beberapa saat kemudian, ia mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya dengan cepat.
Sesuatu itu-- merupakan makhluk berkepala naga yang sekujur tubuhnya berwarna hitam; serta memiliki mata merah yang mengerikan.
"...mesin sialan ini. Rashoumon!"
Makhluk mengerikan yang bernama rashoumon tersebut langsung menghancurkan mesin penjual minuman otomatis di depannya dalam sekejap. Kemampuan khusus itu membuat Dazai jadi terkagum-kagum dengan pria hitam itu. Benar-benar keren!
Dan lagi, itu rashoumon kan?!
"Kau menginginkannya?" tawarnya sembari melemparkan sekaleng teh pada Dazai, yang untungnya bisa ditangkap oleh pria berambut merah itu sebelum jatuh ke tanah.
"Ah, terima kasih banyak! Kalau boleh tahu, namamu siapa?"
"Akutagawa Ryuunosuke." Ucapnya malas. Sedetik kemudian, teriakan girang dari Dazai membuat mereka menjadi pusat perhatian.
Pria berjubah hitam yang mengaku bernama Akutagawa itu langsung bingung sendiri melihat reaksi dari orang di depannya.
Padahal selama ini, ketika namanya disebut, orang-orang langsung lari terbirit-birit karena takut dibunuh olehnya. Namun baru kali ini ia menemukan orang yang malah terlihat bahagia ketika bertemu dengannya. Ingin mati kah?
"Akutagawa Ryuunosuke?! Waah, kupikir tidak ada yang bernama Akutagawa disini. Ternyata Akutagawa disini juga benar-benar keren! Bukan hanya itu, kemampuan khususmu hebat sekali! Pasti kau sangat kuat kan?!" Kata Dazai antusias dengan kedua mata yang berkilau.
Akutagawa jadi makin bingung. Ada apa dengan orang ini? Sehat? Kok nge-fans sama pembunuh?
Lalu-- Akutagawa harus membalas pujian itu dengan apa sekarang?
"Kemampuan ini belum seberapa kuat seperti yang kau katakan. Bahkan, mentorku yang dulu saja masih belum mengakui diriku sepenuhnya..." Balas Akutagawa dengan wajah sedikit murung.
Tunggu, kenapa tiba-tiba Akutagawa curhat di depan orang aneh ini!
Baiklah, baiklah. Jika boleh jujur, orang di depannya ini sangat menyebalkan apalagi ia punya energi dan aura yang mirip dengan Higuchi; gadis berambut pirang yang katanya fans beratnya Akutagawa. Tetapi ketika mendengar pujian dari pria yang diketahui lebih tinggi 4 centi darinya, hatinya tiba-tiba berdesir ringan. Perasaan macam apa lagi ini? Senang kah?
"Maa, aku mungkin tidak terlalu tahu situasimu di masa lalu. Tapi setelah dipikirkan lagi, sepertinya kita punya kasus yang sama. Haruo-sensei serta Dan selalu berkata bahwa aku ini orang yang jenius karena kemampuanku dalam membuat novel. Namun walaupun begitu, novel yang katanya bagus itu tidak pernah memenangkan satu pun penghargaan atas nama orang yang aku kagumi..."
Akutagawa mulai tertarik dengan arah pembicaraan mereka. Terlintas dalam benaknya untuk mengajak pria berambut merah itu pergi bersamanya. Ia masih ingin mendengar pria itu curhat. Masih ingin melihat senyuman di wajahnya. Lalu, sekali lagi ingin mendengar dirinya dipuji oleh orang itu. Tapi kenapa?
"Akutagawa!" Baru saja ingin menanyakan nama pria didepannya, tiba-tiba sebuah suara memanggilnya dengan keras. Mungkin karena kesal atau memang sudah punya dendam kusumat dengan si pemanggil, Akutagawa balas meneriakinya dengan sebutan "Jinko!" sembari mengeluarkan kembali rashoumon dari balik jubahnya; bersiap untuk menyerang si pemanggil kapanpun ia mau.
Namun, Dazai yang saat itu terkejut lantaran mendengar dua teriakan dari arah yang berbeda, malah tanpa sadar ikut berteriak, "Dazai!" dengan polosnya.
Hening langsung menyelimuti suasana di tempat itu setelah namanya terucap. Yang dipanggil Jinko a.k.a Atsushi ikut terkejut kala menyadari bahwa pemilik suara yang diketahui berasal dari pria yang ada di samping Akutagawa adalah kliennya beberapa hari yang lalu. "Eh, Dazai-san?"
"Dazai-san?" ulang Akutagawa sembari menoleh patah-patah pada Dazai berambut merah dengan tatapan menuntut. Lalu, seolah mengerti arti tatapan Akutagawa, Dazai merah segera menggeleng kepalanya, menolak pernyataan tersirat dari wajah Akutagawa. "Namaku memang Dazai Osamu! Tapi kami bukanlah orang yang sama seperti yang kau pikirkan!"
Grep! Dazai merah kembali terkejut kala Akutagawa menarik dasi merah miliknya dengan kuat, memperkecil jarak hingga kedua pasang netra yang warnanya saling berlawanan itu saling bertemu. Saking dekatnya, Dazai merah bahkan dapat merasakan deru nafas dari lawan bicaranya.
Dazai dapat melihat kedua mata yang kini ditatapnya itu melemparkan emosi kemarahan yang kental.
"Apa-apaan dengan nama itu, sialan?" Akutagawa berbisik dengan suara yang begitu dingin dan rendah. Orang di hadapannya ini, bahkan suara darinya mengingatkan Dazai pada kejadian saat ia harus melawan Akutagawa noda.
Kejadian yang membuat Dazai mau tak mau harus melukai sosok Akutagawa noda yang sejujurnya masih ia kagumi.
"Siapa nama aslimu?" Akutagawa tetap memertahankan nada suara itu.
"..."
"Apakah penting untuknya menjawab pertanyaanmu, bocah hitam?" celetuk seseorang bersamaan dengan tumbangnya Akutagawa berambut hitam. Dazai merah kaget, merasa tak terima atas kejadian yang dialami Akutagawa. Namun ia langsung terdiam kala menyadari bahwa orang itu sudah tidak bisa diganggu gugat lagi keputusannya.
Orang yang barusan memukul Akutagawa, tak lain dan tak bukan adalah Nakajima Atsushi.
Dazai mungkin tak masalah jika yang datang benar-benar sosok Nakajima Atsushi yang pemalu itu, tapi beda cerita kalau yang datang duluan itu pribadi lainnya Atsushi.
Yang ada, tempat ini jadi hancur kalau mereka (Atsushi (BTA) & Akutagawa (BSD)) gelud disini.
"Atsushi-san! Aku mohon padamu untuk berhenti-" kalimatnya terpotong kala mendapat tatapan menghunus dari pria berambut hijau berantakan tersebut.
"Kau berisik. Jika kau tidak bisa melindungi dirimu sendiri, biarkan aku yang melakukannya." Ucapnya dengan nada yang begitu serius. Akutagawa berambut hitam berdiri sembari menutup mulutnya yang terus mengeluarkan batuk tanpa henti.
Suara geraman mulai terdengar bersamaan dengan Atsushi berambut hijau mulai mengubah bukunya menjadi pedang panjang. Gawat, kalau begini terus Akutagawa-sensei-
Tidak, tidak! Ini bukan tentang Akutagawa-sensei! Ini tentang orang-orang yang ada di sini!
"Bocah harimau, bantu aku untuk mengungsikan semua orang! Bahaya jika sampai ada korban jiwa!" Seru Dazai merah yang mulai dengan telaten mengatur orang-orang pergi dari tempat yang sebentar lagi akan menjadi medan pertempuran. Bukannya Dazai takut pada sosok Atsushi berambut hijau hingga ia lebih memilih menyelamatkan yang lain daripada menenangkannya, tapi orang tersebut benar-benar tidak bisa ditenangkan lagi.
Dazai tidak ingin direktur kucing yang merepotkan itu melarang mereka masuk ke buku ini. Karena itu, "Cepat bocah harimau!"
"Baik, Dazai-san!" seru Atsushi berambut putih yang mulai mentransformasikan dirinya menjadi manusia setengah harimau. Atsushi sebenarnya masih belum mengerti kenapa tiba-tiba ia dipanggil oleh Dazai merah dengan sebutan "bocah harimau", tapi peduli setan soal itu. Atsushi mendapat firasat buruk jika tetap membiarkan orang-orang disini menonton perkelahian yang sebentar lagi akan terjadi.
Apalagi jika salah satu pelakunya adalah Akutagawa yang ia kenal.
Baik Akutagawa (BSD) dan Atsushi (BTA) mulai mengambil ancang-ancang dalam menyerang. Sepersekian detik kemudian monster hitam yang bernama rashoumon itu mulai menyerang lawannya.
"Segitu saja? Seperti bermain dengan anak-anak!" seru Atsushi berambut hijau kala berhasil menebas kepala monster hitam tersebut tanpa berpindah dari posisi awalnya.
Akutagawa yang semakin terpancing emosinya mulai memasukkan rashoumon-nya ke dalam tanah, beberapa saat kemudian muncul ke permukaan dan siap melahap kaki kiri lawannya.
Lagi, Atsushi berambut hijau hanya menghindarinya seolah itu bukan apa-apa.
"Kau akan mati jika serangannmu sementah itu, anak muda!"
"BERISIK!!"
"JANGAN MENGHINA AKUTAGAWA DONG!!" Itu Dazai yang berteriak.
***
"Bocah harimau, sudah semua?"
Atsushi berambut putih mengangguk sembari menatap dua orang yang saling menyerang itu. Atsushi sendiri tidak mengerti sepenuhnya kenapa kedua orang itu berkelahi. Padahal kan Atsushi juga pengen ikut :(
"Dazai-san, sebaiknya bagaimana?" tanya Atsushi yang masih fokus pada kedua gerakan pria yang terlihat santuy tapi damage bagi lingkungan sekitarnya besar. Bisa-bisa agensi diturunkan lagi untuk membersihkan area ini. Semoga cuman polisi, amin. Batin Atsushi berharap.
Omong-omong soal bersih-bersih, Atsushi sebenarnya cukup kagum dengan pria berambut hijau yang dipanggil oleh Dazai merah "Atsushi-san".
Gerakannya terlihat cukup halus ketika ia mulai menebas kepala monster serta runcinyan-runcingan. Ayunan ke bawah, berputar, menebas kembali, lalu berjalan mendekati Akutagawa yang mulai tersudut.
Dan sepertinya Atsushi sempat mendengar Akutagawa menyerukan "Rashoumon Higanzakura". Namun selain jubah kebiruan milik lawannya berdebu, tidak ada luka lain baik yang serius maupun yang ringan.
Inikah yang disebut melawan orang yang berpengalaman?
"Dazai-san," Dazai merah segera menoleh kala dipanggil oleh Atsushi yang ada disampingnya. "Siapa nama penulis itu?"
"....Nakajima Atsushi. Sama sepertimu. Tapi dia sedikit mengerikan dalam urusan bertempur."
"Begitu, ya?"
.
.
.
"Aku jadi bingung sendiri. Kau menyebut dirimu Diablo, seolah-olah kau adalah pangeran yang datang dari neraka. Padahal baik fisik maupun kekuatanmu itu di bawah rata-rata. Serangan yang baik harus dilakukan tanpa jeda." Komentar Atsushi yang masih setia menebas kepala-kepala monster berwarna hitam dari balik jubah lawannya.
Akutagawa yang mendengar itu langsung menghentikan serangannya, mengangkat kepalanya dengan angkuh lalu berkata, "Setidaknya aku bukanlah orang yang suka menghindari serangan--"
Bukkk!
Entah bagaimana bisa, pukulan dari tangan kurus dari Atsushi berambut hijau berhasil mengenai wajahnya hingga membuat hidungnya mengeluarkan banyak darah.
"KAU LENGAH!!"
Wajah Akutagawa seketika dipenuhi emosi kembali. "BERANINYA KAU!!"
"TENTU SAJA AKU BERANI! KAU PIKIR AKU SIAPA?!"
"MEMANGNYA KAU SIAPA?!"
"DIH, NANYA LAGI." Lah.
"TANGAN KOSONG KALAU BERANI!" usai mengatakan hal seperti itu, Akutagawa langsung menendang senjata milik Atsushi (BTA); yang mana langsung dilanjutkan dengan adegan pukul-memukul. Bahkan Dazai dan Atsushi hanya menatap dengan tidak percaya akhir dari pertengkaran mereka.
"Ku rasa percuma deh kita mengungsi kan orang kalau ujung-ujungnya begini. " Keluh Dazai yang hampir pundung. Ia kira bisa melakukan hal heroik di buku ini, eh ternyata ga jadi.
Ternyata ucapan Ango memang benar adanya. Dazai cocoknya jadi debu aja daripada jadi tokoh utama.
"Dazai-san, kita lerai?"
"Ayo lerai. Aku bawa Akutagawa-nya, kamu bawa kembaranmu, oke?"
"Baik!"
***
"Eh?"
Dazai coklat yang tiba-tiba bergumam 'eh' membuat fokus Akutagawa pecah. Ia yang awalnya sibuk berpikir kemana Dazai merah berada hingga tidak datang-datang sampai saat ini mau tak mau harus mengalihkan seluruh atensinya pada pria berambut coklat tersebut.
"Jadi ini yang disebut penulis!" Dazai langsung menutup buku bersampul biru tua tersebut lalu balas menatap Akutagawa. "Kalau Dazai-kun bisa membuat cerita sebagus ini, artinya anda yang merupakan panutannya juga punya karya yang menakjubkan bukan?"
Akutagawa hanya terkekeh mendengar penuturan dari Dazai coklat. Ia menggeleng, menolak bahwa ia memiliki karya menakjubkan sebagaimana halnya dengan milik Dazai merah. "Tidak. Karyaku tidak sebagus Dazai-kun. Terkadang aku berpikir, mengapa ia tidak pernah memenangkan satu pun penghargaan atas namaku? Padahal potensi bakatnya lebih bagus daripada milikku."
Dazai coklat hanya diam mendengarkan. Sejujurnya, Dazai pun pernah merasa iri pada Akutagawa, anak didiknya. Tapi apa boleh buat. Orang brengsek sepertinya mana mungkin mengatakan hal seperti itu setelah menyakiti anak didiknya berulang kali.
Mata coklat itu lalu menatap wajah Akutagawa dan menemukan ekspresi yang tidak asing. Ekspresi yang selalu ia temukan setiap kali menatap cermin. Ekspresi yang selalu ia tunjukkan tanpa alasan yang jelas.
"Dazai itu menakjubkan," ucapnya lagi. "Setidaknya sebagai rekan penulis, aku berharap ia segera sadar bahwa diri serta bakatnya itu berharga."
"Akutagawa-sensei. Apakah menurut anda, kehidupan Dazai adalah sebuah enigma?"
"...." Akutagawa hanya terdiam. Pria berambut biru tua panjang tersebut menatap langit, menarik nafas sebelum akhirnya menjawab pertanyaan lawan bicaranya dengan nada datar.
"Tidak tahu."
Setelah itu hening menelan keduanya; dan mungkin akan terus berlanjut jika saja suara cempreng khas itu tidak muncul dari kejauhan. Bahkan tanpa melihat, baik Dazai coklat maupun Akutagawa dapat menebak siapa orang yang terus berteriak "Akutagawa-sensei" tanpa malu.
Dazai memutuskan untuk berdiri, menatap ke arah sumber suara dan terkejut kala menemukan sosok anak didiknya yang ternyata mengekori kembarannya dengan tenang layaknya anak bebek. Lalu di samping kiri Dazai merah, terdapat juga sosok berambut hijau dengan kacamata bulat yang menghiasi wajah putihnya. Baju dari pria itu juga tak jauh beda dengan Dazai merah maupun Akutagawa berambut biru. Sama-sama eksentrik.
"Ah, Dazai-kun sudah tiba ternyata. Bagaimana denganー Dazai-kun! Kenapa pipimu membengkak?! Dihajar siapa?? Dihajar Shiga ya?" ucapan Akutagawa yang awalnya mendayu-dayu bak angin di awal bulan Agustus dan tiba-tiba meninggi itu mengangetkan Dazai coklat. Dazai coklat lalu menatap ke arah pipi Dazai merah dan menemukan pipi kanan milik kembarannya lumayan membengkak.
Namun, bukannya menjelaskan terlebih dahulu, Dazai merah lebih memilih cengengesan sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Maaf karena telah membuat anda menunggu lama, sensei. Walau aku sangat membenci Shiga dan mungkin sebaliknya begitu, beberapa hari ini kami jarang melakukan kontak dan berinteraksi seperti biasa (maksudnya bertengkar). Ini hanya kesalahpahaman."
"Tetap saja," Akutagawa mengeluh lalu mendekati Dazai. Melihat lebih dekat lagi, takut kalau itu bukan pembengkakan biasa karena pukulan. "Yakin?"
"I-itu benar, Akutagawa-sensei." Cicit pria berambut hijau tersebut dengan wajah yang kentara menyesal. "Tadi, aku tanpa sengaja membiarkan dia keluar. Seandainya saja tidak begitu, Dazai-san pasti tidak akan terkena pukulan karena telah melerai kami berdua."
"Ah, tidak apa. Omong-omong, kamu Nakajima Atsushi kan? Dimana Ranpo? Apa ia meninggalkanmu?" tanya Akutagawa dengan khawatir tanpa menyadari bahwa Dazai coklat terkejut kala menyadari bahwa pria yang terlihat pemalu tersebut punya nama yang sama dengan juniornya. Dan lagi...
Kok yang pemalu gini bisa mukul Dazai-kun sampai bonyok sebelah gitu?
"Dazai-kun juga, teh kaleng yang kau pegang itu dingin bukan? Ini kain yang masih bersih. Gunakan itu untuk mengompres pipimu. Jangan terlalu menekan kompresnya ya. Pelan-pelan saja. Ah, dan kamu-- maaf jika kami membawamu ke dalam masalah."
Akutagawa berambut hitam yang mendengar permintaan maaf langsung tersentak kaget dan menggeleng pelan. Masih tidak paham kenapa ada orang yang memiliki nama yang sama dengannya dan dua orang kenalannya.
Pertama Dazai, lalu Atsushi, dan yang terakhir Akutagawa. Mimpi kali ya? Tapi kalau mimpi, mana mungkin hidungnya mengeluarkan darah ketika wajahnya dihajar oleh sisi jahat dari Atsushi berambut hijau tersebut.
"Ah, darah? Ini, kebetulan aku sedang dapat stok sapu tangan dari Kan. Ambil saja." Ucap Akutagawa berambut biru sembari memberikan sapu tangan berwarna kuning padanya. Ketika menerima sapu tangan tersebut, Akutagawa berambut hitam segera menutup hidungnya agar darah tidak terus menerus keluar dari hidungnya.
Dia orang yang menakjubkan. Pantas saja Dazai-san terlihat lebih nyaman saat sedang duduk bersama, batin Akutagawa yang tidak mengetahui bahwa mentornya sedari tadi menahan gelisah ketika harus duduk berdua dengan Akutagawa berambut biru tersebut.
"Benar juga! Akutagawa-sensei, anda bilang ingin dipertemukan dengan Akutagawa yang ada disini bukan?" ucap Dazai coklat tiba-tiba sembari mendekati mantan anak didiknya yang sedang menghentikan darah yang keluar dari hidungnya. Dazai coklat lalu menepuk beberapa kali punggung Akutagawa sebelum akhirnya mengenalkan keduanya. "Dia Akutagawa Ryuunosuke."
"Dazai-san! Jangan kasar padanya!" tegur Dazai merah yang tidak terima melihat Akutagawa berambut hitam tersebut malah dipukul punggungnya begitu saja. "Apa kau tak bisa sopan sedikit pada sosok yang mengagumimu?!"
Kedua Akutagawa itu sama-sama terkejut. Yang satu karena tidak menyangka bahwa Dazai merah masih peduli padanya, sedangkan yang satu terkejut kala mengetahui bahwa yang mengagumi disini bukan Dazai coklat melainkan Akutagawa berambut hitam yang ada dihadapannya.
"Memangnya kenapa?"
"Artinya kau tidak beradab.." komentar Atsushi menyela. Dan lagi-lagi itu adalah Atsushi yang sedang berada di mode liar nya. Dazai merah kembali panik. "A-atsushi-san!"
"Iya iya, aku tahu. Aku tidak akan membuat masalah lagi. Lagipula kau itu terlalu baik dan tergila-gila dengan nama Akutagawa, ya." Balas Atsushi sembari membuang wajahnya ke tempat lain. Dazai merah malah biasa saja mendengar sindiran yang terdapat pada kalimat terakhir Atsushi.
"Sudah, sudah. Sebaiknya kita segera mencari Ranpo lalu pulang agar kalian berdua mendapat perawatan. Dan Dazai-san, tidak baik seperti itu pada Akutagawa-kun. Kuharap anda dapat mengurangi sedikit sikap buruk anda terhadapnya." Ucap Akutagawa yang lalu mengangkat tangan kanannya sebagai isyarat bahwa ia ingin berjabat tangan sebentar dengan orang yang memiliki nama yang sama dengannya.
"Namaku Akutagawa Ryuunosuke. Salam kenal. Kau bisa memanggilku apa saja jika kau mau. Lalu, apa aku boleh memanggilmu dengan Akutagawa -kun?"
Kata-kata serta acungan tangan sebagai tanda perkenalan membuat Akutagawa mau tak mau harus menurunkan egonya sedikit saja. Lagipula, Akutagawa berambut biru sudah memberikan sapu tangan untuknya. Anggap saja mereka sudah impas.
"Namaku juga Akutagawa Ryuunosuke. Salam kenal." Akutagawa berucap sembari membalas jabatan tangan tersebut. Beberapa saat kemudian keduanya melepaskan jabatan tersebut dan menunduk bersamaan sebagai rasa hormat.
"Kalau begitu kami akan mencari teman kami. Dan Dazai-san... Anu, bukunya..."
"Oh iya! Maaf!" Dazai langsung mengembalikan buku "Manusia Gagal" pada Akutagawa. "Ceritanya sangat bagus. Aku berharap bisa membacanya lagi..."
"Selama pembuatan buku ini, penulisnya terus memikirkan Akutagawa-sensei loh"
"Atsushi-san!"
Sebelum berbalik, Akutagawa berambut biru tersenyum tipis. "Terima kasih untuk waktunya."
.
.
.
Fin.
***
Gebuk saja aku sampai menjadi debu! //Buk
Maaf maaf. Ini cerita jadi terlantar. Hasil ngebut, soalnya baru dapat niat setelah memainkan event yang baru saja muncul. Karena itu, gebuklah aku //digebuk betulan
Kalo gitu tak tutup dulu ya lapaknya. Semoga bertemu lagi^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top