#08 - "It's not me"
Seorang pak tua dengan perawakan cukup tinggi meletakkan sepiring nasi kare beserta segelas air putih di atas salah satu meja pelanggan yang berada paling ujung. Odasaku, yang merupakan satu-satunya pelanggan di sana pagi itu, berucap terima kasih sesaat sebelum menikmati pesanannya yang begitu menggugah selera. Setelah mengunyah makanannya beberapa kali, ia tiba-tiba terdiam cukup lama. Seolah-olah ia sedang memikirkan sesuatu.
Odasaku kini berada di kafe Uzumaki yang terletak tepat di bawah kantor agensi detektif bersenjata, kafe yang selalu menjadi teritori agensi ketika waktunya makan siang. Namun di pagi yang cerah ini, Dazai berperban yang biasanya menjadi teman mengobrolnya setiap kali ia datang kemari hanya untuk memesan makanan kesukaannya, menghilang bak ditelan bumi. Mungkin saja manusia idealis bernama Kunikida Doppo itu menyeretnya ke dalam sebuah kasus yang memang memerlukan kelicinan dari otak seorang Dazai Osamu (BSD).
Beberapa saat kemudian, matanya memutuskan untuk melihat gerak-gerik yang dibuat oleh sang pria tua yang berpakaian seperti bartender tersebut. Pak tua itu sedari tadi sedang menyeduh kopi sesuai takarannya agar rasanya menjadi sempurna jika diminum oleh para pelanggannya.
Kopi yang aromanya entah kenapa membuat Odasaku jadi ingin mencicipinya sedikit.
Tiba-tiba si pak tua itu menghentikan aktivitasnya, merapikan benda-benda yang menurutnya begitu mengganggu untuk dilihat lalu memberikan kopi yang baru jadi itu pada Odasaku. Awalnya Odasaku menolaknya, namun pak tua itu berkata bahwa ia harus pergi keluar sebentar dan meminta tolong pada Odasaku untuk menjaga kafe nya sebentar. Anggap saja kopi tersebut adalah sebagai permintaan maaf karena telah merepotkannya.
Dan sekarang, tinggallah Odasaku sendirian di dalam kafe bernuansa kasual ini. Odasaku juga sempat menggumamkan beberapa kalimat acak yang berakhir membuatnya kebingungan karena aksi kurang kerjaannya. Ia lalu kembali menikmati makanan kesukaannya dengan wajah sumringah, seolah lidahnya tak pernah merasa bosan untuk terus memakan nasi kare.
Ting! Suara lonceng tanda pelanggan datang berbunyi. Odasaku awalnya tak memedulikan dan melanjutkan acara makannya. Palingan juga si perban, batin Odasaku.
Namun, Odasaku menyadari bahwa orang yang baru masuk itu hanya berdiri menghalangi jalan masuk kafe. Mau tak mau harus menghentikan aktivitasnya dan menumpukan seluruh atensinya pada orang yang diketahui merupakan seorang pria berambut merah dengan poni belah dua dan ahoge yang terlihat begitu layu sehingga ikut menutupi dahi pria tersebut.
“Ah, selamat pagi tuan.” Sapa Odasaku ramah, tak luput dengan senyum manis yang terpatri di bibirnya. Sedangkan lawan bicaranya sempat tersentak beberapa detik karena sapaan tersebut.
“Selamat pagi juga. Apa saya boleh bertanya sedikit?”
“Tentu saja,”
“Saya sepertinya tersesat, apa anda tahu jalan menuju port mafia?” tanya orang asing itu yang membuat Odasaku tercengang mendengarnya. Pasalnya Dazai perban pernah mengatakan kepadanya bahwa port mafia adalah organisasi kriminal yang diakui oleh pemerintah dan menjadi raja yang menguasai malam di Yokohama. Dazai berperban itu selalu berpesan bahwa sebaiknya ia tidak ikut campur dengan port mafia. Dan jika ada yang menanyakannya, sebaik mungkin untuk segera menjauhi orang tersebut.
Odasaku lalu balik bertanya, “So-soal itu saya juga kurang tahu. Tapi, apa urusan anda sampai bertanya jalan menuju port mafia?”
“Nama saya Oda Sakunosuke, anggota pangkat terendah dari port mafia.” Jawabnya mengenalkan diri sembari memasang senyum tipis. Odasaku semakin kaget.
Ya iyalah, dari pengakuan Ango (yang ada di buku ini), Oda Sakunosuke kan sudah mati. Lantas siapa orang yang ada di depannya ini?!
Zombie? Atau jangan-jangan vampir?
“SERIUS?! KOK NAMA KITA SAMA?!”
Mendengar hal itu, pria merah yang mengaku bernama Oda Sakunosuke ikut kebingungan. “Nama kita... sama? Namamu juga Oda Sakunosuke?"
“Itu benar. Namaku Oda Sakunosuke. Dan, kalau kau masih punya waktu, bisakah kita berbincang sebentar?” tanya Odasaku yang langsung disambut anggukan kecil dari pria berambut merah tersebut. Ia akhirnya berjalan masuk mendekati meja yang sudah diisi oleh lawan bicaranya. Mengucap kata permisi sebelum pada akhirnya duduk di depan Odasaku berambut coklat.
Kopi yang diberikan oleh bertander yang masih belum disentuhnya sama sekali, diberikan kepada Odasaku merah dan untungnya diterima karena nyatanya mereka berdua sedang dalam mode malas untuk berdebat tentang siapa yang harus menikmati kopi tersebut.
“Jadi... Aku tahu ini tidak sopan tapi karena kita punya nama yang sama, apa itu artinya kau juga punya teman yang bernama Dazai Osamu dan Sakaguchi Ango?” tanya Odasaku merah yang memulai topik obrolan terlebih dahulu. Odasaku coklat mengangguk, mengiyakan pertanyaan dari Odasaku (BSD). “Yah, bisa dibilang mereka berdua adalah orang terdekat ku.”
“Begitu ya? Lalu apa kau bisa mendeskripsikan mereka?”
“Yah, Dazai-kun itu orangnya sangat buruk. Jika kau memintaku untuk mendeskripsikan dirinya, malah akan terdengar seperti menjelekkan sahabat sendiri. Soalnya dia orang yang sangat merepotkan dengan segala tingkah anehnya.”
“Eh?”
“Dia anak yang baik, tapi sangat disayangkan dia tipe pria pecundang. Sebagai buktinya, ia beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Yah, walaupun dia begitu pecundang, Dazai-kun tidak pernah sedikit pun kabur dari masalahnya... Intinya ia adalah sosok pria tulus yang lumayan bertanggung jawab. Sering punya masalah dengan Chuuya dan sangat mengagumi sosok Akutagawa Ryuunosuke. Bagaimana denganmu?”
Odasaku merah tertawa pelan sebelum menjawab, “Kurang lebih sama-sama suka bunuh diri walaupun metode yang ingin ia terapkan aneh-aneh. Aku dengar Dazai punya masalah dengan salah satu partner mafianya yang bernama Nakahara Chuuya. Dazai terkadang bisa sangat menakutkan. Tapi di saat bersamaan ia juga sangat menakjubkan. Sayang sekali ia sangat pemalas. Bagaimana dengan Ango?”
“Ango kah? Prinsip hidupnya cukup aneh. Dimana-mana pasti akan membahas tentang korupsi yang merupakan kutukan bagi manusia dan sebagainya. Dia sangat suka memasak. Terkadang masakannya akan terasa enak, namun disisi lain bisa menjadi sangat buruk. Ia sering menyebutnya Ango nabe. Sosok yang cukup pengertian dan salah satu orang yang paling sering memanjakan Dazai-kun. Kami bertiga—tidak, kami berempat termasuk Dan Kazuo dicap sebagai kelompok repobrate,” balas Odasaku coklat.
“Ah, pribadi yang sangat berbeda. Ango disini merupakan sosok yang mengutamakan kebersihan dan kerapian dalam setiap pekerjaan. Padahal ia lebih muda dariku, tapi cara berpikirnya sangat dewasa. Ia juga sangat cerdas. Omong-omong, kalian bertiga terdengar sangat rukun, ya.”
Odasaku merah berkata sembari menatap lawan bicaranya dengan wajah kuyu. Namun bagi Odasaku coklat, ia malah melihat kesedihan di wajah itu..
“Hubungan kami bisa dibilang sudah seperti keluarga dengan Dazai-kun sebagai anak asuhnya,” balas Odasaku coklat sambil mengambil kedua tangan Odasaku merah dengan lembut. Seolah menyalurkan sebuah kekuatan.
Toh, yang bisa ia lakukan untuk arwah di depannya hanyalah ini.
Tunggu, dia juga arwah kan?
“Kamu..?” Odasaku merah sempat kaget karena aksi lawan bicaranya. Namun, beberapa saat kemudian ia tersenyum. “Kami bertiga, jika didasarkan pada struktur organisasi port mafia, hanyalah sebatas rekan kerja. Namun, status itu berubah ketika kami minum bersama di bar Lupin...
...kami bersahabat hingga melupakan fakta bahwa kami adalah bagian dari port mafia.” Lanjut Odasaku merah dengan wajah sumringah.
Mereka berdua akhirnya menghabiskan waktu dengan menceritakan pengalaman masing-masing hingga makan siang menjelang.
***
“Oda-san! Maaf aku tidak menemanimu tadi pagi. Soalnya Kunikida-kun memaksaku untuk ikut dalam misi yang ada di distrik sebelah” ucap Dazai berperban dengan nada dramatis yang terdengar cukup lucu.
“Tidak apa-apa. Lagipula tadi pagi Oda Sakunosuke berambut merah itu sempat menemaniku beberapa saat.” Usai berkata seperti itu tubuh Dazai (BSD) seolah-olah tersambar petir sore hari. Dazai menggeleng kuat sebelum menatap Odasaku coklat dengan tatapan menuntut. “Odasaku sudah lama meninggal! Aku... Aku masih mengingat seberapa dingin tubuh Odasaku saat itu—“
“Dazai.” Potong Odasaku tiba-tiba. Dazai semakin syok kala mendengar nada suara itu semakin mirip dengan milik teman lamanya. Tubuhnya membeku, bersamaan dengan isi pikirannya yang semakin kacau.
Ini gawat.
Dazai benar-benar hampir dibuat gila setiap kali bersama dengan pria didepannya.
Namun, disisi lain pria itu tanpa sadar telah memberikan apa yang selama ini diinginkan oleh Dazai.
Ditengah-tengah kekalutan yang ia alami, tiba-tiba, salah satu tangan Odasaku terangkat ke atas kepala Dazai. Beberapa saat kemudian, jari-jarinya yang lembut mendarat dan mengelus puncak kepala Dazai.
“Oda...saku...” katanya dengan nada tercekat. Persetan dengan apapun, rasa rindunya terhadap sosok Oda Sakunosuke kini sudah tak tertahankan.
“Dazai-san... dia beberapa kali menyebut tentangmu dan Ango-san. Dia bilang padaku bahwa ia sangat bersyukur karena bisa memiliki teman-teman sebaik Dazai-san dan Ango-san. Lalu dia pun berharap, bahwa kalian bisa hidup dengan baik,” lanjut Odasaku coklat dengan senyuman tulus.
“Kenapa... Odasaku...?!”
Odasaku tahu bahwa pria di depannya kini tak bisa menyembunyikan lagi rasa rindunya pada sosok yang memiliki nama yang sama dengan dirinya. Ia tahu bahwa suatu hari perasaan itu akan meledak, namun ia tidak menyangka bahwa dirinyalah yang melihat hal itu.
Apakah rasa rindu itu sama seperti yang dialami oleh Dazai temannya? Yah, mungkin saja. Atau jangan-jangan kerinduan itulah yang membuat Dazai memutuskan untuk bunuh diri setahun kemudian setelah kematiannya? Apakah itu perasaan yang sama?
Dazai terlihat ingin menangis, namun ia tetap menahannya dengan kuat. Odasaku sampai merasa bersalah menceritakan ini pada orang didepannya. Tapi, Ango benar...
Dia harus tetap melanjutkannya.
“Kenapa kau harus meninggalkanku Odasaku?! Benar-benar mengerikan! Aku... Tidak tahan dengan semua ini! Tidak tahan, tidak tahan, tidak tahan! Aku tidak tahan dengan semua ini! Karena itu, kalau bisa, bawa aku bersamamu, Odasaku!” Kali ini, tangis Dazai pecah begitu saja usai mengatakan hal itu. Namun walaupun begitu, Dazai masih tetap berusaha melawan sisi lemahnya.
Odasaku jadi makin bersalah dibuatnya. “Dazai-san...”
“Bawa aku bersamamu Odasaku! Bawa aku! Aku mohon bawa aku bersamamu—“
“DAZAI!!”
Odasaku, yang bahkan tidak memiliki hubungan apapun dengan lawan bicaranya, malah membentaknya dengan keras. Bagaimana mungkin ia tidak membentaknya jika anak itu terus-menerus berbicara tanpa mendengarkan dirinya terlebih dahulu. Lagipula, dia itu bukan Odasaku yang dimaksud. Sama sekali bukan Odasaku yang telah menyelamatkannya anak di depannya dari kegelapan port mafia.
Bukan orang yang sama yang telah membawanya bertemu dengan orang-orang yang menarik. Sama sekali bukan Odasaku yang selama ini telah menemaninya di dunia kejam port mafia itu.
Bukan, bukan dia orangnya.
Langit sore Yokohama beserta burung-burung yang berterbangan, jalan sepi, lalu tiga orang yang sedari tadi mendengar percakapan antara Odasaku dan Dazai berperban adalah saksi dari rapuhnya sosok mantan eksekutif termuda sepanjang masa.
Untuk beberapa saat, hanya isakan Dazai (BSD) yang mengisi keheningan di antara mereka.
“Masih banyak hal yang harus kau kerjakan. Masih banyak orang yang harus diselamatkan. Dan juga... Kau masih sangat dibutuhkan disini...”
“Lantas aku yang membutuhkan mu ini kau anggap apa?”
“Dazai-san. Tolong buka matamu sebentar...”
“....”
“Namaku memang Oda Sakunosuke. Tapi, aku bukanlah dia. Sama sekali bukan. Kau yang sekarang sedang berdiri di jalan yang benar, sudah cukup untuk membuatnya bangga terhadapmu.” Ucap Odasaku dengan nada kentara menyesal. Ia langsung memeluk pria berambut ikal coklat tersebut, berusaha menguatkan sosok rapuh itu.
Odasaku memang tidak ingin Dazai terus menutupi segalanya. Namun disisi lain, ia juga tidak mau Dazai terus menangis hanya karena seorang Oda Sakunosuke.
Hanya itu.
“Aku tahu kau sangat membutuhkan dirinya. Tapi setidaknya, kau tidak benar-benar kesepian bukan?” tanya Odasaku yang langsung disambut anggukan kecil dari Dazai (BSD) yang ada di pelukannya.
“Anggap saja, kehidupan yang sedang kau jalani adalah sebuah penilaian apakah kau memang pantas berada di dunia damai itu atau tidak...”
“Berjuanglah sedikit lagi, Dazai-kun...”
.
.
.
Omake:
“Apa tidak masalah seperti itu?” tanya Dazai berambut merah kepada Ango (BTA) yang sedang sibuk memasak sup buatannya. Ango hanya terkekeh kala menyadari kekhawatiran Dazai yang dirasanya cukup berlebihan. “Sup akan terasa enak jika ditambah rasa Korupsi—“
“Maksudku itu Odasaku! Apa dia akan baik-baik saja?!” tanya Dazai sekali lagi yang langsung disambut dengan elusan lembut dari Ango. Pria berambut biru itu memasang senyum yakin, seolah mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.
Tapi, Dazai masih ragu. “Tapi kan Ango—“
“Anak ini kok jadi berisik kalau tidak ada Odasaku? Astaga, tenanglah. Kalaupun ada masalah, harusnya Dan-kun, Chuuya, dan Haruo-sensei sudah datang dari tadi kan?”
“Loh? Kenapa mereka harus datang untuk menyampaikan apakah Odasaku dalam masalah atau tidak?”
“Soalnya aku meminta mereka untuk mengikuti Odasaku.”
Dazai langsung menatap datar Ango, agak sedikit kesal dengan orang berkacamata yang ada disampingnya.
“...kau mengerikan, Ango.”
***
Oke, jadi saya minta maaf publishnya hari Minggu dikarenakan jadwal minggu ini cukup padat.
Walau minggu depan jadwalnya agak sedikit longgar, tidak menutup kemungkinan bahwa buku ini terlambat publish lagi. Lalu kemungkinan terburuknya sama sekali tidak dipublikasi.
Kalian juga tetap semangat ya walau jadwal padat mulai menerjang! Keep strong and be to smart /ngomong apa coba aku?
Bai-bai👋🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top