#03 - Buraiha
"Selamat pagi semuanya!" sapa seseorang bersamaan dengan wajah sang pemilik suara itu yang muncul tepat di depan pintu agensi. Namun jika biasanya sapaan itu akan dibalas omelan Kunikida tentang seorang pekerja yang baik harus begini-begitu, pagi itu sapaan yang diketahui berasal dari Dazai, si maniak bunuh diri, hanya disambut dengan hembusan angin. Mata obsidian Dazai mulanya menjelajahi tempat yang akan ia masuki, beberapa saat kemudian mendengus saat menyadari beberapa orang disana sudah pergi untuk menyelesaikan misi.
Sepasang kaki panjang memutuskan untuk masuk, mendekati meja kerjanya yang kebetulan berada di dekat meja milik junior harimaunya, Atsushi. Ah, ia jadi kembali teringat dengan pria merah kembarannya.
Maksudnya bukan benar-benar kembar. Tapi, karena mereka punya kesamaan, Dazai pikir mereka cocok dipanggil kembar tak seiras (atau mungkin sejenisnya).
Seorang pria lain-yang masih lebih muda dari Dazai tiba-tiba memasuki ruangan sembari berbicara dengan telepon yang dipegang oleh tangan kanannya. Walau terlihat sibuk, pria berambut putih itu langsung menyadari keberadaan Dazai dan segera melambaikan tangan kirinya dengan senyum ringan. Ia lalu kembali melanjutkan pembicaraan dengan seseorang di telepon. Pria berambut coklat itu langsung senang karena juniornya masih sempat menyambutnya di tengah kesibukan.
"Um, tentu saja kami bisa menemukannya... Baiklah, tolong tunggu kami di tenpat yang dijanjikan. Terima kasih," ucap Atsushi mengakhiri. Ia pun segera menutupnya, lalu beberapa saat kemudian melirik Dazai yang sudah bersantai di meja kerjanya. Dengan ragu, Atsushi pun bertanya dengan nada pelan, takut mengganggu aktivitas seniornya yang sedang bersantai. "Dazai-san, apa kau mau ikut dalam pencarian? Ada seseorang yang hilang di daerah hutan, dan mereka berharap kita bisa menemukannya dengan cepat."
"Hilang di hutan..." beo Dazai sambil memasang pose berpikir. "Bukankah mereka bisa mengandalkan polisi? Kenapa agensi harus repot mengurusi orang yang hilang di hutan jika masih ada polisi?" tanya Dazai kemudian sambil menatap Atsushi dengan wajah khasnya. Sedangkan manusia harimau itu hanya bisa gelagapan mendengarnya.
"Awalnya aku juga bertanya akan hal itu, tapi salah satu dari mereka berkata detektif akan lebih cepat menangani hal ini. Mereka tidak ingin membuang waktu berharga, begitulah alasan mereka meminta bantuan." Atsushi mengakhiri penjelasannya dengan senyum gugup. Entahlah, karena merasa kasihan dengan Atsushi atau karena memang punya waktu luang sehingga meninggalkan aktivitas kesehariannya, yaitu bersantai, Dazai pun menyetujuinya.
Mereka berdua akhirnya bersiap untuk segera turun. Sesampainya di bawah, Dazai melihat sosok berambut merah yang tidak asing, berada di salah satu dari lima orang yang memakai baju eksentrik yang berdiri di depan kafe Uzumaki.
Dazai sempat berhenti sejenak. Sesaat ia ragu untuk mendekati kelima orang yang bisa dipastikan bahwa mereka adalah klien-nya Atsushi. Kemudian, seorang pria yang mungkin paling normal bajunya melambaikan tangannya kepada Atsushi dan Dazai, tanda bahwa mereka benar-benar klien yang meminta bantuan tadi. Atsushi segera menghampiri mereka sembari memasang wajah ramahnya. Soalnya Atsushi ingat kata Kunikida soal jangan membuat seorang klien kecewa walau mereka itu aneh. Bagaimana pun, mereka memerlukan bantuan kita, detektif.
"Apa benar anda Oda Sakunosuke?" tanya Atsushi dengan wajah polos kepada pria yang baru saja melambaikan tangan padanya.
Lalu, seperti terkena sambaran petir di siang bolong, Dazai langsung mematung kala Atsushi menyebutkan nama teman lamanya. Pria berambut coklat itu segera berinisiatif mendekati rombongan karena penasaran dengan sosok Oda Sakunosuke yang dipanggil Atsushi. Ya, Dazai ingin memastikan siapa sosok yang memiliki nama yang sama dengan teman lamanya. Lalu saat ia sedang menerka-nerka siapa Odasaku diantara mereka berlima, matanya tanpa sengaja bertemu dengan manik emas yang baru saja dilihatnya beberapa waktu yang lalu.
Dazai sempat berharap bahwa orang yang juga sedang menatapnya bukanlah si merah kembarannya. Namun setelah jeda hening yang terasa deja vu itu, Dazai sadar bahwa orang bermanik emas itu benar-benar Dazai Osamu.
"Eh? Dazai-kun?" sapa Dazai dengan wajah setengah tertekuk, sedangkan sang kembarannya hanya memasang senyum canggung sembari melambaikan tangan. "Yo, Dazai-san..."
"Eeeehhh?!" Atsushi kaget. Apakah sosok pria berambut merah yang sedang berdiri di belakang klien-nya Oda Sakunosuke adalah keluarga seniornya atau hanya kebetulan saja mereka memiliki nama yang sama?
"Tunggu sebentar! Nama kalian berdua Dazai?" tanya seseorang yang seolah mewakili kebingungan orang-orang disana. Sedangkan kedua Dazai itu mengangguk ragu lalu kembali melempar senyuman setengah hati.
"Padahal baru beberapa hari disini kau sudah bertemu dengan kembaranmu sendiri, Dazai-kun?"
"Hee... Tak kusangka bocah bunga persik sepertimu berhasil menemukannya. Kenapa kau tidak menceritakannya padaku, momo no hanayarou?"
"Be-berhenti memanggilku seperti itu!"
"Benar. Yang hanya boleh mengejeknya hanya kami bertiga!"
"HA?! Kau mau ku ajak bertarung disini?!"
"Lakukan saja! Aku mana mungkin kalah dari orang sependek dirimu!"
"Kalian berdua benar-benar memalukan..."
Begitulah komentar yang diberikan rombongan itu kepada Dazai merah, bahkan ada yang sampai berkelahi.
Sedangkan Atsushi dan Dazai coklat hanya bisa saling lirik melihat kehebohan orang-orang di depannya.
"Maaf atas keributan yang kami buat, ya. Perkenalkan nama saya Oda Sakunosuke dan saya sangat berharap kalian berdua dapat membantu kami mencarinya..." sela Odasaku ditengah-tengah perdebatan tidak jelas itu.
Setelah salah seorang yang mengaku bernama Shiga menabok kedua orang yang ribut tersebut (dan hal itu tentu saja membuat Atsushi dan Dazai kaget), Odasaku dengan nada bijak khasnya memutuskan untuk membagi mereka dalam dua kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh Atsushi dengan anggotanya yaitu Dazai (yang merah tentunya), Shiga, dan Chuuya. Atsushi sempat kaget saat mendengar nama Chuuya, namun Odasaku langsung menjelaskan bahwa ini semua hanya kebetulan, atau kemungkinan takdir sedang kuker hingga tanpa sengaja memertemukan mereka semua.
Yah, intinya sih gitu :)
Lalu kelompok dua sendiri akan dipimpin oleh Dazai dengan anggota yaitu, Odasaku dan Ango. Setelah perdebatan cukup panjang karena ada yang tidak menerima kelompok mereka, akhirnya mereka bisa berangkat menuju daerah pengunungan tempat terakhir kali orang itu terlihat.
Namun, selama dalam perjalanan, Atsushi tidak bisa mengalihkan sedikit pun pandangannya dari Dazai merah yang sedari tadi di-bully oleh teman kelompoknya sendiri.
Kalau dilihat sih, dia masih lebih normal daripada Dazai-san... Pikir Atsushi sebelum kembali melirik pada samar fitur wajah ekspresif yang mengintip dari balik helai merah itu. "Harus kupanggil seperti apa..?" tanyanya lebih kepada dirinya sendiri.
Pemuda itu memang punya kemiripan sedikit dengan seniornya. Secara fisik Dazai (normal) ini punya kulit agak kecoklatan yang umumnya dimiliki oleh seluruh orang Jepang yang sering keluar rumah, surai terang pendek yang warnanya mengingatkan pada sosok wanita dewasa yang ada di port mafia membingkai wajah bulat itu, hidung mancung dengan rahang tegas. "Tadi Dazai-san memanggilnya Dazai-kun. Jika aku memanggilnya dengan panggilan yang sama, akan terdengar sangat tidak sopan... Selain itu..."
Dazai-san jauh lebih tinggi dari pada orang ini.
Sedangkan Dazai coklat sendiri tak henti-hentinya memberikan tatapan intens pada Odasaku yang sepertinya tidak terlalu peduli di tatap seperti itu. Dan yang malah terganggu itu si Ango, sosok tinggi berambut biru tua dengan kaca mata non minus yang menggantung di batang hidungnya. Dazai tersentak kala sosok Odasaku di depannya tiba-tiba berhenti, menoleh padanya lalu memberikan senyum lembut yang sepertinya sengaja di tujukan pada dirinya. Tangan kanan Odasaku terulur lalu ketika sampai tepat di depan wajah Dazai, ia melambaikannya dengan lambat. "Apa ada yang menganggu pikiranmu, Dazai-san?"
Kedua tangan berperban milik Dazai otomatis terangkat ke atas sembari ikut melambaikannya di udara, tanda bahwa ia baik-baik saja dan tidak ada yang mengganggu pikirannya. Dia bukan Odasaku yang kukenal... tapi kenapa wajahnya mengingatkan ku pada Odasaku..?
Manik berwarna crimson itu sedikit menujukkan kekhawatiran sebelum pada akhirnya teralihkan pada sosok lain yang sedari tadi berteriak karena tidak terima di bully oleh kelompoknya. Emosi yang pernah ia lihat sebelum kematian sahabatnya itu seolah tercermin kembali secara tiba-tiba pada wajah pria berambut coklat yang di kepang itu. Dazai semakin kalut dengan pikirannya. Pemuda atau pria, atau entahlah itu mungkin adalah orang yang sama, namun sebagian darinya juga membantah hal yang sama karena ia ingat betul sedingin apa tubuh Odasaku waktu itu.
Pria bersurai brunette tersebut kesulitan memutuskan mana yang harus ia percayai. Bukan hanya gaya berpakaian dan postur tubuh yang kelihatannya jauh lebih ramping dan lincah(?), tapi ekpresi yang ia berikan pada siapa saja yang ia temui begitu kontras dengan pria berambut merah tua yang selalu membawa kedua pistol kunonya kemana-mana.
Walau begitu, senyuman mereka terlihat sama.
Lalu tiba-tiba kepalanya menoleh kala ia merasa tepukan cukup keras mendarat di bahu kanannya. Kedua mata berwarna obsidian itu menangkap ekspresi ketidaksukaan dari orang yang baru saja mengembalikan dirinya ke kenyataan.
"Ada apa, Sakaguchi-san?" tanya Dazai sembari mengerjapkan matanya.
Namun, Ango tak kunjung membuka mulut dan membuat Dazai keheranan sendiri dibuatnya.
"Kamu..." Suara itu terdengar sedikit bergetar.
.
.
.
.
.
.
"...tidak meninggalkan Sakaguchi Ango temanmu, kan?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top