Bab 7

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Selin masih juga belum bisa melupakan rasa kesalnya ketika melihat Hana di sekolah. Sikapnya kemarin yang malah dengan asiknya melenggang naik motor bersama Ega dan meninggalkannya sendirian di Cio masih membekas dan itu bener-bener sakit. Se-remeh itu ternyata persahabatannya selama ini? Selin benar-benar tak habis pikir. Dia beneran penghianat kalau di pikir-pikir.

Ah.. Sudahlah.. Teman masih banyak kok. Selin cukup populer dan pasti tidak akan kalah tenar dari Hana. Ya kan?

"Mawar! Kantin bareng dong!" Selin melengos menghampiri geng mawar ketika Hana hendak mendekatinya. Dia enggan membahas soal kemarin. Masih sakit. Apalagi Bang Dion juga pasti masih luka juga. Masa iya Hana gak ngeuh sama sekali?

Melihat Selin berubah drastis dalam sehari, Hana hanya bisa melongo. Jika bukan dengannya, lalu dia sekarang harus berteman dengan siapa? Hana bukan orang yang mudah bergaul seperti Selin. Kemarin benar-benar kesalahan kah? Bukankah ketika pamitan di Cio, dia baik-baik saja? Kenapa dari pagi tadi Selin tiba-tiba enggan bicara dengannya? Apa memangnya yang salah? Pikir Hana.

.
.
.
.
.
.
.
.

"Kenapa udah pulang?" Ini bukan pertanyaan ibu melainkan Ega. Dion malah pergi ke kosan Firza lalu melempar tasnya di kasur. Kamvret kan? Kenapa juga harus ada si Ega di sana? Baru kemarin dia dapat kabar dari Selin jika Hana jadian sama dia kan? Haruskah dibahas sekarang? Pikir Dion.

"Deuh.. Pak Guru! Kenapa bolos si?" Ujar Firza sambil nyebat di dalam kosan sempit itu. Tentu dalam ruangan itu penuh dengan asap rokok sekarang.

"Za! Ngerokok diuar kek!" Dion malah kesal sendiri. Apalagi di sekolah tadi ada tragedi yang tak bisa dihindari. Muak sebenarnya jika harus di bahas lagi. Tapi jika tidak menjawab, mereka pasti tidak akan berhenti bertanya.

"Dih.. Kosan kosan gue juga." Ungkap Firza meski berakhir memadamkan rokok miliknya dengan terpaksa. Dia tau betul Dion anti dengan asap rokok. "Ada apa si?" Tanya Firza sambil memeluk gitar kesayangannya itu.

"Gue berantem sama si Bambang!" Jawab Dion.

"Parah lu.." Ega menimpali. Mereka sebelumnya sempat mendengar curhatan Dion tentang orang yang bernama Bambang itu. Dion sejak awal tidak memiliki dendam apapun sebenarnya. Tapi karena Bambang selalu memberlakukan senioritas, Dion akhirnya tersulut juga.

"Diapain si Bambang?" Tanya Firza sedikit khawatir.

"Gue lempar file-file yang dia mau ke mukanya dia." Jawab Dion.

"Oh.. Gitu doang.." Firza mengangguk sempat lega karena Dion sepertinya sudah tak lagi se-brutal dulu. Biasanya ketika SMA, kalau ada masalah suka main pukul atau banting. Nyatanya sekarang dia mungkin sudah banyak pertimbangan. Pikir Firza.

"Beneran cuma gitu doang?" Ega yang kali ini meragukan. Dia memang paling tau watak Dion karena memang lebih lama berteman dengannya.

"Ya.. Abis gue banting kertas itu, dia noyor pala gue." Lanjut Dion. Ega dan Firza mulai was-was.

"Terus?" Tanya Ega lagi makin penasaran.

"Gue tonjok.." Jawab Dion.

"Nah.. Kan!" Ega sudah bisa menebak sebenarnya. Mana mungkin orang rehe yang berhubungan dengan Dion lolos begitu saja. Padahal selama ini Ega dan Firza berusaha semaksimal mungkin untuk meredam amarah Dion ketika dia curhat soal seniornya itu. Nyatanya usaha mereka sia-sia juga pada akhirnya.

"Dari awal gue juga udah bilang. Lu mana cocok jadi guru Yon.. Yon.." Firza menggeleng lalu kembali dengan gitarnya.

"Tapi si Bambang gak macem-macem kan?" Lain dengan Firza yang malah kembali memetik gitar, Ega justru masih khawatir soal kelanjutan masalah Dion. Meski gatel bet kalau soal cewek, tapi Ega tetep teman terbaik. Dion tak bisa memungkiri.

"Tau deh.." Dion malah berguling-guling di atas kasur Firza selagi menelungkup kepala saking pusingnya.

"Yon!" Ega masih menunggu jawaban.

"Dia koar-koar mau lapor polisi anjing***!" Ketika kembali mengingatnya, Dion malah semakin kesal. Entah solusi apa yang paling pas untuk sekarang. Ibu dan ayah pasti akan ikut kewalahan juga nantinya. Dion benar-benar tak tau apa yang harus dia lakukan sekarang.

"Anj***ing kan.." Ega sudah menduganya. Kini dia pun ikut kebingungan mendapat kabar seperti ini. "Gimana si lu?! Udah segede gini masih aja gak bisa mikir panjang.." Ega benar-benar kecewa. Apa yang akan terjadi dengan keluarganya nanti? Pikir Ega.

"Mending lu pulang dah Yon.. Bilang dulu sama Pak Ibrahim. Gitu-gitu dia juga bokap lu berpengaruh kan?" Firza mencoba memberi solusi.

"Kalau dia tau, gue bakal di gorok abis keknya.." Baru membayangkannya saja sudah membuat Dion lemas. Apalagi jika membayangkan reaksi ibu nanti. Lalu Selin? Ah.. Pasti semua berantakan sudah.

"Kalau bisa selesain sendiri Yon! Keluaraga lu jangan sampai tau." Ega sepertinya punya pemikiran lain.

"Makannya gue ke sini." Dion pun berpikir seperti itu awalnya. Tapi kalau si Bambang beneran lapor polisi, kayaknya masalah dengan keluarganya pun tak bisa dihindari.

"Terus lu mau ngapain sekarang?" Ega kembali mempertanyakan.

"Menurut lu?" Dion bangkit mencoba mendengar solusi dari Ega. Biasanya kalau masalah-masalah pelik seperti ini, Ega selalu ada solusi yang lumayan.

"Dateng ke rumah si Bambang, minta maaf langsung!" Jawab Ega.

"Mampus!" Firza sepertinya tau betul jika solusi itu adalah yang terberat. Dion kemungkinan menolak.

"Bisa anter gue?" Tanya Dion. Firza menganga tak percaya.

"Seriusan mau lu datengin rumahnya Yon?" Tanya Firza.

"Ya terus gimana?" Dion malah balik bertanya.

"Ya kagak tau juga si.."

Brukkk..

Dion akhirnya hanya bisa kembali ambruk di atas kasur Firza. Berguling sana sini sambil mengacak-acak kepalanya sendiri. Benar-benar situasi yang rumit memang.

"Anj****ing!!!!!" Umpatan itu ia harap bisa mengurai semerawut dalam otaknya kini. Namun mana bisa? Kata-kata kasar itu hanya mengotori mulutnya saja tanpa bisa memberi dampak baik secuilpun.

.
.
.
.
.
.
.

Selin sudah bersiap tidur setelah menggunakan skincare routine miliknya malam itu. Memang, untuk mengembalikan mood satu-satunya cara adalah dengan mempercantik diri.

Mantra Selin malam itu adalah. Lupakan Ega.. Lupakan Ega dan lupakan Ega..

Oke! Bersiap tidur!

Cklek..

"Selin!" Tiba-tiba ibu membuka pintu tanpa permisi. Selin tentu saja mengurungkan niatnya untuk tidur dengan selimut putih yang nyaman itu.

"Abang kamu kemana? Kenapa jam segini masih belum pulang? Kalian berantem lagi?" Tanya Ibu Cici terlihat kesal.

"Engga.." Jawab Selin. Setahunya, Bang Dion dan dirinya sejak kemarin baik-baik saja. Dan kalau diingat lagi, tadi pagi bahkan sempat mengantar Selin ke sekolah kan?

"Terus kenapa dia belum pulang?" Tanya Cici lagi.

"Ke kosan Bang Firza kali Bu.." Selin berusaha menenangkan.

"Coba kamu telpon!" Titah Cici selagi melipat tangannya di dada dan masih dengan nada ketus karena khawatir.

Selin kembali menyibak selimut yang sudah setengah menutupi kaki itu untuk menjangkau ponsel di atas meja belajar yang lebih cocok disebut meja rias itu. Kenapa? Tentu saja karena terlalu banyak skincare di sana.

Cici masih menunggu dengan cemas ketika Selin mulai membuka ponsel lalu memanggil nomor sang Kakak.

Namun..

Beberapa saat menunggu, ternyata tidak ada jawaban sama sekali.

"Gak di angkat Bu.."

"Sekali lagi!" Titahnya yang semakin cemas. Selin hanya bisa kembali menurut.

"Gak di angkat Bu.." Lagi-lagi memang tak ada jawaban meski panggilan itu tersambung. "Pasti di kosan Bang Firza Bu, kenapa si? Biasanya juga dia di sana." Ujar Selin mencoba membuat Cici tenang tanpa tau apa yang membuat Cici gundah seperti itu.

"Abang kamu berantem di sekolahannya. Dia sampai mukul Pak Bambang! Barusan Ayah dapat kabar dari kepala sekolahnya."

Ah.. Pantas Ibu terlihat begitu khawatir seperti itu, ternyata ada masalah toh. Pikir Selin.

"Aku coba telepon lagi nanti Bu.."

"Kabarin kalau dia jawab." Ungkap Ibu selagi melengos pergi. "Anak kurang ajar..." Cici masih sempat menggerutu saking kesalnya pada Dion.

Selin hanya bisa menghela napas panjang. Jika sudah seperti ini, Bang Dion pasti akan lebih lama di luar. Dengan berat hati, Selin kembali mencoba memanggil nomor itu meski tak membuahkan hasil biarpun sudah puluhan kali. Makin lama mencoba, Selin makin ikut khawatir. Seharusnya sekarang Bang Dion punya tempat untuk bicara kan? Sejauh yang ia tau, Bang Dion tidak akan bicara banyak soal perasaannya jika tidak ditanyai paksa. Semoga teman-temannya bisa membantu dalam situasi seperti ini.

.
.
.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top