Bab 5
.
.
.
.
.
.
.
"Bang.."
"Hmm?"
Selin berbaring di tempat tidur sang kakak selagi bermain game candy crush. Padahal seharusnya dia sekolah hari itu. Tapi karena Dion baru saja keluar dari rumah sakit, Selin merajuk dan bersikeras ingin menunggui Dion di rumah.
"Kenapa gak jadian aja sama Hana si?"
Deg!
"Apaan si lu Lin?" Dion yang kini tengah duduk di meja belajar sambil memandangi laptop miliknya hampir meledak karena pertanyaan random itu. Namun sebisa mungkin ia cepat-cepat kondisikan karena enggan membuat Selin heboh jika salah-salah.
"Aku suruh Hana ke sini tar Abang tembak ya.." Selin kembali hendak mengetik-ngetik sesuatu di ponselnya namun tentu saja membuat Dion panik sendiri.
"Eh.. eh .. eh... Jangan! Agh.." Dion langsung melompat menghampiri sang adik dan hampir membuat lukanya sobek kembali.
"Dih.. Gobl**ok bet si lu? Udah tau abis operasi.." Selin tak peduli dengan ponsel yang Dion ambil sebenarnya. Dia bangkit untuk memeriksa keadaan sang kakak.
"Makin lemes aja mulut lu!" Dion memang kesakitan, namun mendengar ucapan Selin, dia juga merasa perlu menegur.
"Belajar dari Abang kan?" Selin malah cengar-cengir sambil kembali hendak mengambil ponsel yang Dion rebut.
"Gak! Jan macem-macem lu!" Dion menolak mengembalikan.
"Bang! Abang ngaku aja kenapa si? Aku kenal Abang lebih dari siapapun. Aku tau banget kalau Abang emang se-suka itu sama Hana." Ungkap Selin.
"Tau apa si lu?" Dion masih menyita ponsel Selin lalu kembali duduk di depan laptopnya lagi. Anggap saja burung lagi berkicau. Dion benar-benar enggan menanggapi sebenarnya.
"Abang jangan ngeremehin aku." Ucapan Selin sempat terjeda sejenak kemudian kembali ingin menggoda Abangnya lagi. "Padahal Hana tuh bilang kalau dia juga suka parah sama Abang."
Deg!
Beneran? Jantung Dion mulai berdegup. Tak ada yang bisa ia ucapkan saat itu. Dia tetap berusaha fokus pada pekerjaan yang sedang ia revisi kembali. Tapi mana bisa fokus? Entah mengapa Dion sedikit tertarik untuk mendengarkan lebih.
"Tuh kan.. Abang beneran ngarep?" Selin tau betul gerak gerik Dion yang memang terlihat bingung bahkan kini tak menjawab sama sekali. Ni bocah! Bisa aja bikin Dion gelagapan.
"Abang gak jawab apa-apa juga.." Elak Dion.
"Ya karena Abang gak jawab, makannya aku tau kalau Abang lagi salting brutal kan sekarang?" Selin kembali dengan ke-sok tau-annya lagi.
"Lin.." Dion kali ini menghadap ke arah Selin. Melihatnya dalam-dalam dibarengi dengan helaan napas panjang kemudian melanjutkan. "Pergi lu!" Usir Dion.
"Ogah!" Selin kembali berbaring di tempat tidur Dion bahkan menarik selimut yang tadinya rapi itu untuk menutup rapat-rapat tubuhnya. Dion hanya bisa menggeleng kemudian kembali ke laptopnya.
Hanya beberapa detik saling diam, Selin kembali membuka pembicaraan.
"Bang!"
"Apa??" Dion mulai kesal. Kali ini pasti lebih random daripada sebelumnya. Selin memang selalu seperti ini. Tak pernah bisa ditebak sama sekali.
"Lu pacaran kek.." Selin kali ini terang-terangan.
Benar! Dion kembali menghela napas berat karena pertanyaan Selin. Harus dia apakan enaknya sekarang?
"Kenapa si Lin?" Oke! Dengarkan saja. Toh gak ada salahnya dan untuk kepuasan dia juga. Bukankah cewek memang punya cadangan kata-kata lebih banyak dari laki-laki? Sebagai pria sejati, Dion harus punya telinga lebar untuk mendengarkan.
"Masalahnya Abang gangguin aku pacaran terus!" Selin kembali bangkit. Sepertinya pembahasan kali ini akan lebih panjang dan emosional.
"Lu masih mau bahas ini?" Sebelum melebar kemana-mana, Dion harus punya sikap. Bukankah dia hanya ingin yang terbaik untuk sang adik? Kenapa pemikiran cewek terlalu rumit? Pikir Dion.
Selin terdiam. Tadinya ingin menjelaskan soal perasaannya, namun jika Dion sudah berkata seperti itu, ia tau larinya akan kemana. Ia kembali mengurungkan niatnya.
"Lin.." Dion melunak. Mungkin kali ini dia yang harus banyak-banyak menjelaskan kenapa sikapnya terkesan overprotektif selama ini. "Kamu tau kan, sebelum kamu ada, Abang pernah punya kembaran?"
Deg!
Jika sudah ke arah sini, Selin makin bungkam. Sebelumnya ia tak pernah menyangka pemikiran Bang Dion ternyata sedalam ini. Yang ia tau dari ibu dan ayah, Bang Dion punya trauma tersendiri karena kehilangan kembarannya itu. Bahkan katanya sempat parah sebelum Selin hadir di tengah-tengah mereka. Harusnya membicarakan ini lagi, pasti membuat sobekan baru di luka Bang Dion. Selin makin tak enak hati jika mengingat ke arah sana.
"Setelah kehilangan kembaran Abang, Abang janji sama diri Abang sendiri, kalau punya adek lagi, Abang bakal jaga baik-baik. Gak mungkin Abang biarin adek Abang ngerusak hidupnya sendiri. Apalagi kelakuannya kayak kamu gini." Selin makin menciut. "Bukannya Abang gak pengen liat kamu senang-senang, pacaran, keluar malem, main-main sana sini gak inget waktu.." Dion kembali menjeda selagi menatap lurus ke arah sang adik.
"Kamu kira Abang kayak gini memangnya buat apa? Buat Abang kah? Gak.." Dion mulai emosional. "Abang sayang sama kamu Lin.." Dion melanjutkan. Hatinya juga tak bisa berhenti bergetar. Membahas ini berat sebenarnya. Tapi Dion benar-benar ingin Selin paham tentang perasaannya. Meski sebenarnya sangat sulit untuk dijelaskan secara gamblang. "Coba kamu pikir. Apa yang Abang larang itu juga balik lagi buat kebaikan kamu kan?"
Keduanya terdiam. Selin sedikit ragu untuk menjawab sebenarnya. Tapi dia lebih ingin kepastian. Kebaikan bagaimana yang bang Dion maksud, semua harus jelas. Selin ingin paham sepenuhnya.
"Tapi Abang udah ngerusak hubungan aku sampai tiga kali.." Selin tak berani meninggi. Dia hanya bergumam kecil selagi menunduk makin dalam. Dion tak percaya Selin masih juga berpikir jika dia memang merusak hubungannya dengan pria-pria itu tanpa alasan pasti.
"Lin! Pacar kamu yang pertama kenapa Abang cari dia dan minta kalian putus?" Tanya Dion karena sepertinya memang harus dijelaskan lebih rinci. Selin tak menjawab karena memang tidak pernah ada penjelasan pasti akan hal ini sebelumnya. "Abang pernah pergokin dia minum-minum sama temennya pas Abang lagi ke kosan Firza. Mereka ngumpul-ngumpul di samping kosan Firza sampai subuh. Firza punya tetangga, mereka suami istri, tapi si cowoknya memang deket sama cowok kamu itu. Mereka sering kumpul malem-malem dan minum-minum di sana."
"Kenapa Abang baru ngasih tau sekarang?" Tanya Selin yang memang baru mendengar ini.
"Terlalu ribet jelasinnya. Abang harus ngomongin silsilah tetangga si Firza dulu, terus nanti kamu nanya mereka kenal dimana, Abang ikutan apa engga, istri tetangga si Firza ikutan juga apa engga, cantik apa engga.. Kamu pasti banyak pertanyaan dan Abang nyerah duluan." Dion kali ini akan menjelaskan apapun jika diminta. Semoga Selin paham maksudnya melarang ini itu hanya untuk kebaikan dia.
"Ya iya juga sih.. Kenapa Abang tau kalau tetangga Bang Firza lagi minum-minum? Jangan-jangan Abang ikutan juga?" Benar. Selin memang selalu seperti ini. Tentu saja. Toh dia perempuan sejati. Semua orang tau betapa ribetnya pemikiran wanita.
"Engga! Sumpah demi Alloh Abang gak ikut-ikutan kayak begituan." Dion berani bersumpah untuk ini. Dia hanya pernah khilaf dulu. Gak perlu dijelaskan itu kapan dan kenapa. Dion enggan membahasnya sekarang.
"Kenapa tetangga Bang Firza ngajak mereka minum-minum? Terus kenapa juga mereka bisa saling kenal?" Ini dia pertanyaan yang enggan Dion dengar. Mana dia tau kalau mereka saling kenal?
"Ya Abang gak tau Lin, lagian Firza juga baru ngekos di situ. Tiba-tiba ketemu cowok kamu dan malah lagi goner. Terus besoknya Abang ketemu lagi, dia lagi make. Ya mana bisa Abang percayain kamu sama cowok yang bahkan merusak dirinya sendiri kayak gitu coba. Kamu mau ngurusin orang yang udah kecanduan begitu? Siap memangnya jadi petugas rehabilitasi?" Jelas Dion.
"Padahal Arif kayaknya pendiem banget dulu.." Selin sempat menyayangkan.
"Stress kali pacaran sama kamu.."
"Iya gitu?" Selin pun akhirnya meragukan dirinya sendiri. Dion mengedikkan bahu pertanda ia juga tak tau. Mungkin saja memang benar begitu adanya. "Terus pacarku yang kedua? Kenapa Abang malah pukul dia coba? Padahal kan Cleo lebih lembut dari Arif. Bahkan lebih perhatian dari Anjay. Kenapa Abang tendang dia juga?" Selin kembali mempertanyakan.
"Lu gak tau dia gay?"
"Astaga Abang! Sembarangan!"
"Beneran! Liat aja instagramnya."
"Dari Instagram doang memangnya bisa tau?" Selin masih tak percaya.
"Sumpah demi Allah Selin! Abang tau pacar cowoknya dia."
"Siapa?"
"Temen kuliah Ega. Bahkan Ega yang ngasih tau Abang." Dion kembali menjelaskan. Selin sempat terdiam sejenak. Bisakah percaya dengan semua penjelasan Dion?
"Masih gak percaya?" Tanya Dion seolah tau apa yang sedang Selin pikirkan. "Terserah sih. Kamu minta Abang jelasin ya udah di jelasin semua. Yang jelas, Abang cuma pengen yang terbaik buat kamu." Ungkap Dion yang kemudian terdiam sejenak kemudian meneruskan setelah menimang-nimang sesuatu dalam hati.
"Kehilangan saudara dekat itu gak enak Lin.. Abang pengen jamin hidup kamu. Mastiin kamu punya masa depan yang kamu pengen. Bahkan kalau bisa ngasih jaminan biar kamu bisa bahagia sampai tua." Deep talk kali ini bener-bener ngena. Dion memang tak banyak bercerita selama ini. Tapi sekalinya bicara, dalem banget kayak gini. Selin sampai tak enak hati karena harus membuat Abangnya mengorek luka yang seharusnya tak lagi di buka.
"Aku baru tau ternyata Abang se-sayang itu sama aku.." Selin kini terpesona pada Dion.
"Kalau gak sayang gue gak bakal ngepoin lu terus Lin.. Gue biarin aja lu luntang lantung sana sini, ngancurin hidup Lo sendiri dan di masa depan nanti Abang gak mau peduli lagi sama kamu.. Bisa aja sih kalau mau kayak gitu.."
"Jangan dong Bang.. Maafin Selin.." Akhirnya Selin paham. Dia bahkan turun dari tempat tidur itu lalu memeluk punggung Dion sambil menenggelamkan wajah di bahu lebarnya. Selin pun heran, sejak kapan memeluk Dion senyaman ini? Sejak kapan juga bahu Dion tumbuh selebar ini? Dan sejak kapan dia sadar ternyata hubungannya dengan Dion sedekat ini sampai tak canggung-canggung untuk memeluk bahkan tidur bersama pun sudah dianggap biasa. Apa hubungan kakak beradik di luar sana selalu seperti ini?
"Eh tapi.." Selin tiba-tiba mengurai pelukannya kemudian kembali duduk di kasur itu lagi. Bahaya kalau lama-lama terlalu nyaman. Meski Abang sendiri, tapi kalau di pikir-pikir, mereka juga berbeda jenis kelamin kan? "Gak cuma Abang yang pengen aku bahagia Bang.." Ungkapnya dengan nada sok dewasa. Entah menutupi malu setelah memeluk Dion, atau memang otaknya harus menumpahkan sesuatu. "Aku juga pengen Abang bahagia kok.."
"Jangan mulai deh.." Dion tau arahnya akan kemana. Dia tak tahan dan akhirnya berbalik enggan mendengarkan.
"Dengerin dulu Bang!" Ujar Selin lagi.
"Apa si?" Dion malah kesal sendiri. Ingat? Dia benar-benar tau kemana arah Selin bicara selanjutnya.
"Aku pengen Abang bahagia, jadi ungkapin aja secepatnya sama Hana. Yah?" Pinta Selin. Tebakkan Dion tentang Selin tidak pernah meleset sedikitpun. Dia selalu tau bahkan begitu Selin membuka mulut.
"Berapa kali harus ngomong si? Kenapa juga gue harus suka sama temen lu?!" Elak Dion.
"ckckck.. Kalian berdua sama aja.. Bbbrwuuhhh!! Munafiks!!" Selin sengaja mencipratkan ludahnya tepat di wajah Dion kemudian kali ini benar-benar pergi.
"Kemanaaa?"
"Beli bakso!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top