Bab 4
.
.
.
.
.
.
.
Dion sudah menjalani operasi usus buntu dengan selamat kemarin. Ayah, ibu dan Selin lengkap hadir menemani. Sejak sadar pagi itu, Dion sebenarnya ingin melihat wajah seseorang di sana, namun tak berani mempertanyakan. Cuma penasaran doang, kenapa dia gak hadir di sana.
Ada yang tau siapa yang Dion cari?
Yap!
Tapi ssst.. Dion terlalu jaim untuk mengatakannya. Masa iya harus suka sama teman adek sendiri? Bukannya sama aja makan adek sendiri? Gak ngotak si namanya. Atau mesum? Pedofil? Gatau deh! Dan lagi, Dion rasa ini tidak se-simple itu dikatakan suka. Sejauh ini, Dion masih enggan mengajak Hana serius berhubungan. Mungkin bisa jadi ini hanya sebuah rasa kagum?
"Assalamualaikum!" Ega tiba-tiba datang bersama dua teman Dion yang lain. Ada Firza, si rambut gondrong mahasiswa abadi yang gak tau kenapa gak lulus-lulus itu. Dan satu lagi Hanif. Si anak baik yang cinta orang tua, pedagang kaki lima ulet dan baik hati rajin menabung dan pandai mengaji tapi sayang mukanya boros.
"Om, Tante.. Hanif bawain bubur sum-sum.." Ujar Firza sambil memberikan makanan itu pada Cici dengan sopan. Hanif yang seharusnya memberikan langsung hanya senyum-senyum sendiri tak jauh dari mereka. Menunduk sesekali ketika pandangannya bertemu dengan Ibrahim dan Selin.
"Lu sendiri bawa apa?" Tanya Dion.
"Lah itu. Bawain punya Hanif, ya Nif.." Kekeh Firza. Sontak semua tergelak.
"Silahkan silahkan.. Om ke luar aja. Yuk Bu!" Ajak Ibrahim.
"Iya! Kebetulan ada kalian. Tante titip Dion ya. Mau makan siang dulu." Ujar Cici sumringah.
"Ikuut Bu.." Selin ngeri-ngeri sedap' kalau harus nunggu di sana sendirian. Kalau ada Hana sih masih oke.
"Kemana Lin?" Tanya Ega yang tentu saja membuat Selin tertegun. Lah? Otaknya seketika menyimpulkan kalau Bang Ega mungkin ingin Selin tetap di sana.
"Ess.. Tungguin Abang! Nanti Ibu beliin makanan. Diluar panas." Cegah Cici yang kemudian membuat Selin merenggut. Tapi juga seneng, soalnya tadi juga Bang Ega kayak mencegah gitu kan? Iya kan?Hihi.. Gumam Selin dalam hati.
Tuk!
Seolah tau isi pikiran Selin, Bang Dion lagi-lagi menyentil kepala sang adik.
"Ape lu?" Sergah Dion dengan wajah garang setengah jijik.
"Apa si Bang?" Selin makin merenggut sambil mengusap-usap kepalanya.
Selepas Cici dan Ibrahim pergi, mereka mulai makin merapat. Bang Ega memang gak ada duanya. Dalam keadaan apapun, damage nya bikin gak karuan. Selin terus saja curi-curi pandang.
"Hana mana Lin?" Tanya Ega.
Deg! Kenapa Hana? Pikir Selin. Tentu saja Dion pun berpikiran sama. Kedua kakak beradik ini sepertinya memang sedang memperjuangkan hal yang sama. Entah apa itu, yang jelas arah pikiran mereka selalu sama sejauh ini.
"Gak tau. Katanya mau ke sini tapi gak muncul-muncul. Mungkin lagi sama Papahnya dulu." Ungkap Selin. Ega akhirnya mengangguk paham.
"Gimana kondisi??" Tanya Firza yang akhirnya baru menanyakan kabar Dion setelah ngaler ngidul dari tadi.
"Sakitnya bener-bener ilang sekarang. Gila sih, kemarin rasanya mau mati gue."
"Hus! Coy!" Selin mencomot mulut Dion kemudian melemparnya ke lantai. Mereka terbahak melihat tingkah Selin kala itu. "Sembarangan kalau ngomong!" Cecarnya kesal karena Dion terus-menerus membahas mati dan Selin tidak suka itu.
"Se-sayang itu lu sama gue? Hah?" Tanya Dion malah menggoda.
"NAJIS!!" Elak Selin yang lagi-lagi disambut oleh gelak tawa mereka.
"Ess.. Harusnya jangan berisik gak si?" Tanya Hanif.
"Iya woy! Ini rumah sakit." Tambah Ega.
"Tenang aja. Bangsal ini kosong. Kayaknya sakit mereka di pending pada 17-an dulu." Ungkap Dion. Suara mereka kembali menggelegar memenuhi seluruh ruangan.
"Bang Dion.. Ngomong-ngomong, itu di beleknya kayak operasi sesar gak si?" Tanya Hanif.
"Kagak lah Nif! Lu kata gue ngeluarin orok apa. Dikit doang di sini.." Jawab Dion sambil menunjuk dimana letak bekas operasinya.
"Oh.. Gitu.. Kirain memanjang kayak sesar.." Kekeh Hanif.
"Wah.. Nif.. Lu pernah liat perut bekas sesar punya sape lu? Gak nyangka gue. Lu gak se-polos itu ternyata." Firza malah menggoda teman polosnya itu.
"Bukan gitu bang.." Wajah Hanif mulai memerah bahkan tanpa bisa menjelaskan lebih lanjut.
"Apa lu? Hayoo.." Ega malah ikut-ikutan.
"Udah ih Bang, kesian sampai merah begitu mukanya." Cegah Selin.
"Cie.. Dibelain Selin.. Mau dong di belain juga.." Firza tiba-tiba ngeselin.
"Bangke lu!" Dion tentu langsung turun tangan sambil melempar kulit jeruk yang sedari tadi dia genggam. Mana boleh teman-teman lucknut-nya itu macem-macem pada Selin. Tentu saja Dion tidak akan tinggal diam.
Tawa ceria siang itu tiba-tiba terhenti ketika seseorang datang.
"Hai.."
Deg! Ayolah.. Jantung! Kondisikan! Kali ini jangan pingsan lagi. Malu-maluin aja. Tapi kenapa se-senang ini dia datang? Apa karena udah terlalu lama kenal? Pikir Dion.
"Sini Han..!" Selin tentu langsung meminta Hana mendekat dan akhirnya malah lebih dekat dengan Dion. Ah.. Bikin makin salting aja. Pikir Dion.
"Uuu.. Cakep nih.. Siapa Lin?" Firza selalu saja sompral kalau masalah cewek.
"Apa si Bang? Udah bangkotan juga." Cegah Selin.
"Kemarin langsung pulang?" Tanya Ega tiba-tiba.
"Hm? Iya.." Jawab Hana dengan senyuman mengembang.
"Untung gak papa.." Kekeh Ega.
"Iya.." Hana kembali mengangguk malu-malu.
Wah wah wah.. (?)
Kali ini giliran Selin dan Dion yang merasa jadi orang luar. Memangnya kemarin mereka kemana? Kenapa bisa ada pembicaraan seperti ini? Ada apa woy lah!
"Yon! Sebat dulu.." Ujar Firza tiba-tiba.
"Jan dulu pulang lu!" Dion masih ingin berkumpul sebenarnya.
"Kagak. Hari ini kita tungguin di sini. Tenang ae lu! Besok kita yang bawa lu pulang." Firza menepuk kaki Dion kemudian pergi keluar bersama Hanif.
"Ikut mereka dulu.." Ucap Ega terjeda karena melirik ke arah Hana. "Yon.." Ega seolah-olah pamit pada Hana kemudian sekilas mengacak-acak rambut Selin lalu terakhir menyebut Dion sebelum pergi menyusul mereka.
Nape si? Perasaan ada yang aneh sama Ega. Selin benar-benar penasaran, tapi gimana cara nanyanya? Ah.. Udahlah.. Gumamnya.
Selin merasakan ganjalan aneh sekarang. Atau pikirannya berlebihan? Penasaran banget sumpah. Hati Selin makin gelisah ketika memikirkan ini.
"Ada apa lu sama Bang Ega?" Tanya Selin pada Hana. Jangan di pendam ya kan? Siapa tau jawaban yang lebih cepat akan meminimalisir patah hati yang mungkin akan terjadi nanti.
"Ada apa--- apa?" Hana terlihat bingung sendiri.
"Kalian keknya ada sesuatu yang kita gak tau.." Selin benar-benar curiga. Bukan hanya curiga. Kini ia agak sedikit cemburu sebenarnya.
Oke lah tak masalah jika memang Hana suka juga sama Bang Ega. Dia bisa nyerah dan cari yang baru meski gak mudah. Tapi gimana sama Bang Dion? Meski tak pernah bilang kalau dia suka sama Hana, tapi Selin benar-benar tau sejak dulu Bang Dion selalu memperhatikan Hana. Double kill gak tuh? Selin kayaknya akan lebih marah jika hati bang Dion yang justru tersakiti. Entahlah, kayaknya Selin akan merasa seperti itu.
"Kemarin di jalan tiba-tiba ketemu, tapi mobil gue keserempet sama motornya dia." Jelas Hana karena memang enggan membuat kesalahpahaman makin runyam. Apalagi kalau Selin mikir kejauhan. Bisa-bisa dia dicabik saat itu juga. "Lu liat gak tangan Bang Ega luka di sebelah sini nya?" Hana menunjuk sikut kirinya sendiri.
"Iya kah?" Tanya Selin yang memang sama sekali tidak memperhatikan.
"Dia pake jaket tadi." Jawab Dion.
"Oh.." Hana tak bisa menjelaskan lebih dari ini karena memang sejauh ini tak ada apa-apa antara dirinya dan Ega. "Eh.. Bang? Kata Papah udah kentut belum?" Tanya Hana polos.
"Bwahahahahaha... Mamvus lu Bang!" Selin malah menyembur saking taunya Bang Dion pasti malu karena pertanyaan itu. Apalagi yang nanya Hana. Hancur lebur lah sudah pertahanan jaim-nya selama ini.
"Udh.." Jawab Dion pelan.
"Beneran?" Si Hana masih ingin memperjelas. "Gak usah ketawa-ketawa napa si? Prosedur medisnya emang gitu kan.." Hana kini bak profesional menegur Selin yang sejak tadi tidak bisa berhenti ngakgak.
"Iya iya Bu dokter.." Selin mengangguk-angguk meski masih belum bisa menahan tawa sepenuhnya.
"Eh? Kalian udah baikan emang?" Tanya Hana tiba-tiba.
"Belum!" Jawab Dion langsung. Selin kali ini membeku.
"Oke! Pulang dari rumah sakit kita musuhan lagi!" Tunjuk Selin.
"Iya iya enggak.. Bercanda.." Dion terkekeh sendiri bahkan menarik ujung baju Selin terlihat takut-takut dibarengi cengar-cengir gak jelas.
"Gak yah! Aku tidak semudah itu parabu Siliwangi.." Ungkap Selin dengan laga dramanya lalu menepis lebay tangan sang kakak.
"Taik lu!" Dion bergidik sendiri sedangkan Hana dan Selin makin asik ketawa-ketiwi.
"Adek sama Abang ini ajaib emang.." Kekeh Hana.
Ya. Memang.. Dion malah terpaku melihat riangnya Hana tertawa bersama sang adik. Mereka selalu membuat Dion ikut merasa bahagia. Jantungnya kembali ribut. Entah kali keberapa dia merasakan hal seperti ini. Lagi-lagi Dion tak bisa menjelaskan. Dan sepertinya tak perlu di jelaskan. Dion hanya harus menikmatinya selagi bisa. Indah memang, tapi bukankah keindahan itu biasanya sementara dan hanya bisa tertangkap inderawi saja?
Baguslah.. Selagi masih bisa melihat senyuman mereka seperti ini, kayaknya aman-aman aja kan? Gak usah mikir berlebihan klean ya! Gue gak semudah itu! Mana boleh kurang ajar sama temen adek sendiri. Ini prinsip gue yang gak akan berubah sampai kapanpun. Lagian cuma bahagia liat adek bahagia itu mah wajar. Bukan hal yang perlu diperdebatkan.
~Dion
.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top