Bab 33
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sebulan kemudian, Dion kembali bekerja. Kali ini pernikahan Hanif yang dinanti-nanti akhirnya tiba juga. Mereka mempersiapkan diri untuk acara, begitupun dengan Hana dan Selin yang juga diundang sebagai bridesmaid.
Deg!
Sejak kapan gue deg-degan liat adek sendiri dandan? Pikir Dion yang tadinya berniat mengambil beberapa peralatan fotografi karena diminta Firza. Ternyata ada Selin yang sedang asik memperbaiki riasan di ruang ganti itu.
"Bang Ega udah dateng?" Tanya Selin tanpa menoleh dan tetap fokus pada cermin di hadapannya.
"Tanya sendiri lah! Dia punya hp." Jawab Dion ketus. Selin tak memberi respon apapun karena memang jawaban Dion selalu seperti itu. Dia terlalu mirip dengan ibu. Pikir Selin.
"Hana lagi beli makanan. Cateringnya dateng jam berapa si? Harusnya bang Hanif kasih kita makanan dulu kek. Tau gitu aku tadi sarapan dulu kan dari rumah." Keluh Selin yang lalu kembali membubuhkan lipstik nude di bibirnya.
Sejak kapan dia makin cantik. Gumam Dion yang sesekali mencuri-curi pandang di cermin.
Cklek..
Tak sempat memberi jawaban atas keluhan sang adik, tiba-tiba orang yang ditanyakan tadi masuk. Raut Selin langsung berubah ketika melihat kedatangannya. Dan Dion melihat itu dengan jelas. Se-suka itu Selin pada Ega. Dion sudah tau sejak lama tapi semakin ke sini, entah mengapa malah makin tak rela. Mungkin ini yang disebut iri? Dion lagi-lagi berusaha mengalihkan perasaannya sendiri.
"Gimana bang? Makeupnya natural kan?" Selin langsung berdiri lalu menunjukkan wajahnya tepat di hadapan Ega.
"Cantik." Ungkap Ega dengan senyuman manis.
"Kayak ondel-ondel!" Tambah Dion sinis yang tentu saja membuat Selin merenggut. Namun tak mau ambil pusing, Selin kembali di alihkan oleh elusan tangan Ega di bahunya.
"Jangan dengerin!" Ungkap Ega yang lalu meminta Selin untuk ikut bersamanya.
"Kemana?"
"Ke mobil. Aku bawa makanan." Ujar Ega yang kemudian disambut senyuman cerah dari Selin tanpa mempedulikan Dion yang melihat kepergian mereka tak suka.
Sialan.
Meski tak bisa menjelaskan kenapa Dion merasa begitu marah saat itu, namun dia tetap ingin mengumpat. Setidaknya ia harap ini mampu mengobati meski hanya sedikit. Atau justru hanya mengotori hatinya saja? Entahlah..
.
.
.
.
.
.
.
"Uuuu..... Banyak bener.." Selin langsung beruwu ria ketika melihat Ega malah membeli berbagai jenis makanan yang katanya untuk sarapan.
"Aku gak tau mana yang kamu suka." Ega menggaruk tengkuknya dengan senyuman kecil. Jelas Ega sedang kebingungan.
"Aku suka. Asal Abang yang beli, aku suka." Ungkap Selin yang akhirnya membuat Ega lega. "Makasih pacar.." Selin mengelus lembut pipi putih bersih itu sambil tersenyum lebar.
Harusnya bersyukur gak sih? Punya pacar se-uwu ini kapan lagi ya kan? Kenapa malah sibuk mikirin yang lain? Apalagi kalau di pikir-pikir, hubungannya dengan Bang Dion gak mungkin se-manis ini kan? Kata-katanya selalu pedes kayak mie gacoan level 8. Eh.. Apa sih?! Selin berusaha menghilangkan pikiran-pikiran kotor itu lagi. Susah-susah dia kabur seminggu, dan ternyata masih ada sisa-sisa pikiran menjijikan ini?
Sudahlah.. Lagi pula kemarin, Hana bilang hubungannya dengan bang Dion mulai setahap lebih maju. Entah maksudnya apa, seharusnya Selin mendukung mereka kan?
"Bulan depan aku wisuda." Ungkap Ega tiba-tiba. "Aku pengennya kamu yang ada di sebelahku dan kita foto bareng. Tapi.." Ega sepertinya sudah memikirkan soal ini. Dia terlihat sesak namun tak menemukan solusi mengenai ini.
"Kita nikmati aja dulu kita yang sekarang Bang.. Aku ngerti posisi Abang. Dan aku percaya sepenuhnya sama Abang. Jadi tenang aja.. Lagian aku masih kelas tiga SMA kan bang? Dan harus lanjut kuliah juga. Abang masih harus nunggu aku.." Selin berusaha untuk tidak membuatnya merasa bersalah soal ini. Dia tau, seberapa mengerikannya berhadapan dengan pak komandan itu. Selin pun belum siap sebenarnya. Mungkin setelah lulus kuliah nanti, Selin akan memikirkan ini lebih lanjut. Itupun kalau Bang Ega masih bertahan dengannya. Pikir Selin.
"Kalau aku di jodohin lagi gimana Lin?" Tanya Ega tiba-tiba.
"Hm?" Selin sempat berpikir keras. Lalu akhirnya menjawab, "mungkin kita gak jodoh.." jawaban Selin membuat Ega sedikit tertegun.
"Semudah itu kamu lepasin aku?" Kekehnya dengan gurat kecewa.
"Ya Abang lah yang nolak. Masa iya aku ancam ceweknya biar nolak perjodohan. Sama Hana pun kemarin harus Hana yang ambil tindakan. Bang Ega gimana sih? Kayaknya Abang juga mau-mau aja kalau di jodohin." Selin malah membalik semua seolah ingin menunjukan jika dia memang benar-benar tulus.
"Ya itu sebelum Abang tau, kalau kamu naksir Abang. Kalau Abang gak tau, ya Abang mau-mau aja di jodohin." Jawab Ega.
"Kenapa harus tau perasaanku dulu sih Bang? Kenapa gak langsung deketin aku aja kayak Abang deketin cewek-cewek lain di luar sana?" Selin penasaran akan hal ini. Mungkinkah jika Hana tidak mengatakannya pada Ega, dia tidak akan berani mendekat seperti sekarang?
"Kamu istimewa Lin." Ega berbalik enggan melihat ke arah Selin. Ganjalan yang sama selama bertahun-tahun ini perlukah dia ungkap sekarang? "Ada Dion yang jaga kamu. Abang gak bisa sembarangan." Ega akhirnya mengungkapkan meski sedikit ragu.
"Nah kan!" Padahal Selin sedang mengunyah makanan yang Ega beri tadi. Mendengar penuturan Ega, Selin kembali melempar makanan itu ke dalam box kue lagi. "Pasti bang Dion lagi! Brengsek emang dia." Nafsu makan Selin seketika menguap. Dari awal, Dion memang pengacau. Pikirnya.
"Dia terlalu sayang sama kamu Lin, makannya kayak gitu." Ega berusaha untuk tidak mengompori.
"Tapi keterlaluan gak sih Bang? Masa iya dia selalu ngancurin hubungan aku sama pacar-pacarku? Psikopat dia kayaknya." Selin masih belum bisa berhenti mengutuknya. Dari awal memang harus begini. Selin membenci Dion karena ini. Dia baru mengingatnya lagi sekarang. Tak seharusnya ada pemikiran aneh yang mengganggu seperti kemarin-kemarin. Selin hanya perlu membenci Dion.
"Kayaknya sekarang dia gak berani. Lagian Abang udah dapet restu buat macarin kamu kan?" Ega menatap Selin dengan senyuman merekah.
"Abang cemburu gak sih kemarin-kemarin aku pacaran kesana kemari? Aku aja liat Abang gandeng cewek seksi pengen jambak rasanya."
"Ya.. Makannya Abang ikut-ikutan ngomporin Dion buat ngancurin hubungan kamu sama pacar-pacar kamu itu."
"Dih.. jahat banget.." Selin makin terkekeh mendengar Ega ternyata ikut-ikutan juga.
"Kalau gak gitu, mungkin sekarang kita gak sama-sama." Ungkap Ega yang kini menautkan tangannya dengan tangan Selin dengan lembut.
"Aku tanya sekali lagi ya Bang.." Selin semakin menggenggam erat tangan itu dan hendak mengungkapkan apa yang ingin dia tau soal Ega. "Kalau Abang gak tau perasaanku sama Abang, mungkin gak sih, Abang deketin aku?" Tanya Selin.
"Kayaknya enggak." Ega menjawab tanpa ragu sedikitpun. Selin langsung melempar tangan Ega dengan raut kesal.
"Artinya Abang mau pacaran sama aku, gara-gara aku suka sama Abang doang gitu? Gak asik banget si Bang! Aku kayak ngemis-ngemis banget kesannya." Selin yang sadar akan hal ini merenggut tak suka.
"Abang ngehargain Dion Lin." Jawaban Ega membuat Selin terdiam. Kali ini terlihat serius. "Malu-maluin namanya kalau ngejar-ngejar adik temen sendiri. Dia satu-satunya temen Abang yang gak kabur saat tau seberapa rumit kehidupan Abang." Ungkap Ega serius. "Tapi lain ceritanya kalau kamu yang ngejar Abang."
"Gimana?" Selin ingin mendengar lebih.
"Karena Abang yakin sama perasaan Abang sama kamu, dan yakin juga Abang akan berusaha bikin kamu bahagia, dan yakin se-yakin-yakinnya kalau Abang gak akan mungkin berkhianat sama kamu, sebisa mungkin Abang gak akan mengecewain kamu dengan sikap Abang, memperlakukan kamu dengan sebaik-baiknya, berusaha bikin kamu tersenyum tiap hari. Kayaknya semua itu cukup jadi alasan kalau Abang gak mungkin jadi orang brengsek yang ngancurin kamu. Dion juga kayaknya pengen memastikan itu sama cowok-cowok yang deket sama kamu sebelumnya. Jadi soal hubungan kita, kayaknya bakal aman. Dan Abang tinggal ngemis restu aja dari Dion."
"Hmm.." Selin salting sendiri mendengarnya. "Dah ah.. Masuk lagi yuk!" Ajak Selin menunjuk gedung itu sambil membawa sekantung makanan dan keluar dari mobil Ega.
"Eh? Lin! Tunggu.." Ega bergegas keluar juga untuk mengejarnya. "Udah capek-capek rangkai kata-kata romantis masa langsung pergi?" Keluh Ega yang lalu merajuk bahkan melipat tangannya sambil bersandar di badan mobil.
Selin menyembur tak tahan melihat Ega yang bertingkah seperti itu.
"Iya deh pacar.. Maaf ya.." Selin malah menggelitik dagu Ega hingga membuatnya tak bisa berlama-lama marah.
Gep..
"Awas ya.." Ega memeluk Selin hingga membuatnya berontak karena malu.
"Ih.. Ini tempat umum Bang!" Selin langsung berusaha melepasnya.
"Kalau tempat pribadi boleh?" Tanya Ega yang malah lanjut menggoda.
"Eish!" Selin hanya bisa melotot sambil mendesah terlihat tak suka namun ada setitik tawa kecil di sana.
"Masuk yuk!" Ega merangkul Selin hendak berjalan masuk lagi ke gedung itu. "Eh? Makanannya taruh di mobil aja. Memang masih mau makan?" Tanya Ega.
"Oh? Buat bang Dion aja. Dia juga belum makan tadi pagi." Jelas Selin yang sukses membuat Ega kembali merasakan titik itu lagi.
Ingat? Mereka kakak adik. Ega merapalkan mantra ini dalam hati.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top