Bab 28

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Firza, tolong dengarkan Tante baik-baik. Jangan sampai Dion dengar agak menjauh bisa?" Cici langsung memberi instruksi dan Firza pun sontak menurut untuk sedikit menjauhi Dion.

"Iya Tante, kenapa?" Tanya Firza. Meski heran, dia tetap menurut.

"Selin sabtu pagi katanya pergi hikking kata temannya. Saya dan ayahnya juga gak tau dia pergi sama siapa aja, dan berapa lama pun tidak tau sebenernya. Dia cuma bilang mau nginep di rumah Hana. Tapi ini sudah dua hari belum pulang juga. Tante susul ke tempat komunitas hikking itu, ternyata memang ada yang hilang satu anggotanya katanya. Tapi mereka belum bisa pastikan itu Selin atau bukan karena belum tau  identitas pastinya. Tante pikir Selin nyusulin kakaknya makannya Tante telpon Dion. Tapi ternyata Dion pun gak sama dia. Tante mau bilang ini sama Dion takut dia kaget. Makanannya Tante bilang belum tanya sana-sini padahal tante udah mondar-mandir sana sini cari Selin. Dion sekarang mungkin mikirnya Selin emang lagi ngambek di rumah Hana dan gak mau pulang.."

"Iya Tante.." Firza masih menjawab sambil mendengarkan cerita Cici dengan seksama.

"Jadi tolong, bawa Dion pulang ke sini bisa? Tapi jangan kasih tau dulu kalau adeknya hilang. Tante khawatir.."

"Iya Tante.. Saya paham." Jawab Firza langsung.

"Makasih ya nak, titip Dion ya.."

"Iya Tante." Firza kembali mengiyakan kemudian menutup sambungan teleponnya.

"Kenapa?" Tiba-tiba Dion sudah berdiri tak jauh darinya hingga membuat Firza mengerjap.

"Balik aja yuk!" Ajak Firza langsung.

"Biarin Ega lah yang urusin." Dion masih juga enggan. Firza berpikir keras kali ini kemudian mengeluarkan ponsel miliknya untuk menghubungi seseorang tanpa memperdulikan Dion yang masih mematung memandanginya dengan berbagai pemikiran macam-macam.

"Mak? Boleh pinjam mobil?" Tanya Firza di telepon. "Sepertinya..bla bla bla..." Firza menjauh hingga Dion tak lagi bisa mendengar percakapan mereka.

Kenapa?
Dion masih memperhatikan gelagat Firza yang terlihat berubah setelah bicara di telepon dengan ibunya tadi. Mungkinkah sesuatu yang tak ia tau  telah terjadi di sana? Pikir Dion.

"Ya Mak.. Ya.. Ya.." Firza kembali lalu menghadap Dion lagi. "Yok! Kita balik pakai mobil Emak gue. Biar cepet lewat jalan tol.." Ungkap Firza setelah memutus sambungan teleponnya.

"Balik gitu aja?" Dion mempertanyakan. "Tunggu Mak Lu pulang aja lah.. Bentar lagi." Dion kembali mengulur waktu.

"Gak! Sekarang aja.." Tanpa mengubah ekspresinya, Firza berbalik lalu bergegas kembali ke dalam rumah untuk bersiap-siap. Dion terlihat mematung sejenak namun kali ini tak bisa protes lagi. Mungkin memang harus pulang. Pikirnya.

Subuh tadi sebelum tidur, Dion sempat mandi dan memakai baju Firza yang masih tersisa di rumah itu. Firza bahkan tidak mengizinkan Dion untuk memakai pakaiannya lagi dan hanya menyuruh Dion untuk memakai jaketnya saja. Dari sini, Dion kembali mempertanyakan. Kenapa Firza se-panik itu?

"Ada apa si di sana? Ibu bilang apa tadi?" Tanya Dion ketika mereka hendak naik mobil itu. Tentu harus curiga karena sikap Firza sangat kentara.

"Adek lu kagak mau pulang ke rumah kan? Lu bujuk dia lah. Nyokap lu sampai nangis-nangis begitu. Kagak enak gue malah bawa lu ke sini.." Celetuk Firza meneruskan kebohongan Cici tadi. Kemudian meminta Dion untuk segera masuk ke dalam mobil dengan sebuah isyarat kecil.

Firza pun segera masuk kemudian bergegas mengeluarkan mobil dari garasi ketika Dion sudah duduk nyaman di sampingnya.

"Hp gue mana?" Dion meminta hp yang sejak tadi Firza kantongi.

"Tidur aja lu! Baru tidur tiga jem juga. Kagak usah main-main hp!" Firza khawatir ada kabar lain dalam ponsel itu. Sebaiknya dia membawa Dion sampai ke rumahnya dulu dan memastikan dia tidak banyak berpikir. Beberapa kali melihat Dion pingsan itu mengerikan. Firza bukan dokter seperti Ega. Dia bahkan sama sekali tidak pernah tau, bagaimana cara untuk melakukan pertolongan pertama. Mending gak usah cari penyakit. Pikir Firza.

"Nape si lu?" Dion kembali hendak mempertanyakan.

"Tidur!!" Firza malah meminta Dion kembali tidur tanpa berniat memberikan ponsel itu.

Ck..

"Kalau mau gantian bangunin aja." Meski kesal, Dion tak bisa mengelak lagi. Dia sempat melihat pemandangan laut yang hendak mereka tinggalkan pagi itu. Padahal dia belum sempat menyentuh pasir pantai. Tapi malah buru-buru pulang gara-gara Selin. Dia kenapa lagi si? Pikiran cewek memang se-ribet itu? Haruskah menghubunginya sekarang? Pikir Dion.

"Gue telepon Selin dulu Za.." Dion kembali mencoba mengambil ponselnya dari Firza.

".. Kagak aktif. Kalau aktif mah nyokap lu gak mungkin nanya elu lah Yon!" Firza sempat berpikir sebelum mendapat jawaban yang tepat.

"Kali aja sekarang aktif.." Dion masih berusaha.

"Udah lu tidur aja napa si?" Firza kehabisan stok kebohongan. Dion sempat memperhatikan gerik Firza yang terlihat agak lain. Sepertinya memang benar-benar ada sesuatu. Tapi apa? Pikir Dion.

Ah.. Sudahlah.. Ditanya seperti apapun, sepertinya Firza pun tidak akan bicara. Lihat saja nanti.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jika melalui jalan biasa membutuhkan waktu sekitar lima jam, mereka bisa menghemat dua jam menggunakan jalan tol. Dion sejak tadi sudah terlelap dan Firza enggan mengganggu. Kali ini Firza full mengemudi sendiri tanpa bergantian. Untunglah Dion gak bangun-bangun dari tadi. Firza bisa ngebut tanpa jambatan.

"Yon.. Yon.." Firza mencoba membangunkan Dion ketika mereka sudah sampai di depan rumahnya. Namun Dion masih asik dengan tidurnya tanpa terganggu. Mati kah? Pikir Firza.

"Yon.." Firza kali ini mencoba sedikit mengguncang bahunya. "Yon.. Dion.." Lalu sedikit lebih keras hingga dia terlihat mulai menggeliat.

"Mmmh.. Gantian?" Tanya Dion yang lalu mengedarkan pandangan. Sepertinya dia belum ngeuh kalau sudah sampai di depan rumahnya sendiri.

"Udah nyampe." Ungkap Firza yang sempat menatapnya dengan raut khawatir.

"Mm?" Dion melihat sekeliling hingga akhirnya sadar jika mereka memang sudah sampai. "Kenapa gak bangunin si?" Keluhnya kemudian melepas sabuk pengaman lalu turun dari mobil. "Lu jalanin mobil kayak apa si? Cepet banget perasaan?" Tak lupa dia membawa jaket yang sejak tadi hanya ia simpan di pangkuan.

Firza mengikuti Dion dari belakang. Rumah itu nampak kosong. Bahkan beberapa motor yang biasanya terparkir di halaman pun tidak terlihat sama sekali. Sebab itu Firza bisa memarkirkan mobilnya dengan leluasa tadi.

"Bu..." Dion mulai masuk lalu membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. "Buu..." Dion kembali memanggil sang ibu kemudian mendengar seseorang menyahut dari arah atas.

"Dion??" Ujarnya kemudian diikuti oleh seseorang di belakangnya. Cici terlihat terburu-buru menuruni tangga bersama Hana.

Ya.

Itu Hana.

"Loh? Hana di sini?" Tanya Dion heran. Ekspresi mereka mencurigakan. Firza juga. Semua terlihat panik.

Ah.. Rasanya jantung Dion mulai tak nyaman. Feelingnya mulai jelek.

"Selin mana?" Satu-satunya yang terpikir saat itu hanyalah keberadaan adiknya Selin. Kenapa Hana di sini? Bukankah mereka bilang Selin minggat ke rumah Hana? Pikirnya.

"Duduk dulu.." Pinta Cici.

"Ada apa sih Bu?" Dion tak tahan lagi. Kenapa semua orang sepertinya sedang menutupi sesuatu? "Selin mana? Ayah mana?" Dion kembali bertanya lagi. Pikirannya makin kacau sekarang. Dia bahkan menepis tangan ibu yang menginginkan Dion duduk dengan tenang. Tapi mana bisa tenang? Mereka bahkan gak jawab satupun pertanyaannya.

"Kata Hana, dia ikut komunitas apa?" Cici mulai menjelaskan sembari melirik Hana seolah meminta bantuan.

"Hikking Tante .. Mendaki gunung" Jawab Hana.

"Hah?" Dion mulai tak paham dengan arah pembicaraan mereka. Baru sampai sana saja, otaknya mulai menjalar kemana-mana. Jantungnya berpacu cepat bahkan mulai mengganggu laju napas. Padahal baru saja bangun tidur.

"Dia ikut daki gunung.. Dan katanya hilang kemarin.." Jelas Cici dengan hati-hati.

Napas Dion tiba-tiba tercekat. Suara denging di telinga kian mengganggu bahkan membuat suara ibunya mulai bergema.

"Ayah sama Ega lagi cari. Mereka juga minta tolong tim SAR buat cari Selin di gunung itu. Tapi sebenarnya mereka pun belum tau yang hilang itu Selin atau bukan. Ayah sama Ega lagi cari tau ke sana. Mudah-mudahan itu bukan Selin. Ibu di suruh tunggu di sini karena mungkin aja Selin gak hilang dan pergi ke suatu tempat.. Kay----" Penjelasan Cici tiba-tiba terhenti ketika Dion malah melayang lalu..

Brukkkk..

"Dionnnn!!"

Dion tak tahan dan akhirnya pingsan. Kabar itu terlalu mendadak. Dion tidak sekuat itu.

Semua menjerit ketika Dion tak sadarkan diri. Untung Firza menahannya di belakang.

Hana mencoba menolong meski dengan tangan bergetar. Lagi-lagi, dia harus melihat Dion seperti ini.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top