Bab 26
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Lu gak balik lagi?" Tanya Firza.
"Besok aja. Tanggung beresin ini.. Mondar-mandir terus kapan kerjanya." Ungkap Dion yang kini tengah asik dengan laptopnya di kosan Ega.
"Kagak enak gue sama Ega. Kayaknya bokap Ega udah tau kalau soal kosan ini. Lu si, masih belum Nemu tempat yang cocok memangnya?" Firza kembali membahasnya.
"Belum ada Za. Di sini aja dulu lah. Schedule kita juga lagi penuh. Kalau pindah sekarang-sekarang kayaknya juga berabe. Ega juga kagak masalah." Entah mengapa Dion enggan mencari kosan sekarang-sekarang. Lagi pula, semenjak Ega pacaran dengan Selin, dia selalu ingin tau semua tentang Ega. Dion menjadi rada parno kalau-kalau ada kabar tentang Ega yang tak ia tau. Mungkin karena terlalu sayang pada Selin hingga Dion bersedia mengawasi pacar adiknya itu dari dekat.
"Kalau pak komandan tau Ega kost di sini gimana Yon?" Tanya Firza.
"Gak masalah.. Justru kalau bokapnya tahu kita di sini, lebih bagus."
"Lah? Ngapa?"
"Mungkin selama ini bokapnya mikir si Ega nyembunyiin cewek kan? Kalau tau yang Ega sembunyiin cuma kita, bagus kan?" Celetuk Dion malah terdengar bagai gurauan.
"Lu bener-bener.. Dah.. Besok gua aja yang cari kosan!" Ungkap Firza sambil menggeleng tak percaya dengan sikap temannya itu.
"Serah lu.." Dion tak ingin ambil pusing.
"Tapi biasanya keluarga lu berisik kalau gak pulang? Kali ini anteng banget perasaan. Padahal ini kayaknya udah lima harian gak sih?" Firza sambil mengingat-ingat.
"Lu seneng banget ngurusin gue keknya.." Dion mulai terganggu.
"Kalau lu gak mau gue urusin, mau gak lu aja yang ngurusin gue?" Firza tiba-tiba cengengesan sambil melangkah lebih dekat dengan sofa yang sedang Dion duduki.
"Apa?" Tanya Dion heran.
"Ini kan udah pada beres nih.. Duit juga udah aman lah kita." Firza terlihat hati-hati menjelaskan. Dion mulai curiga sepertinya sedang butuh uang.
"Kenapa? Butuh duit lu?" Tebak Dion.
"Kagak! Aman duit mah.." Firza menjawab langsung dengan yakin.
"Terus apaan?"
"Anter gue balik kampung mau kagak? Emak gue nanyain mulu. Kapan pulang? Kapan pulang? Kalau balik sendiri bukannya kagak berani, tapi capek gue. Kalau berdua ada yang gantian gitu, bawa motor.." ajak Firza dengan hati-hati tak lupa cengar-cengir kayak kuda.
"Gas!" Jawab Dion tanpa banyak tanya.
"Hah? Seriusan nih?" Firza malah tak percaya.
"Iya hayu! Malem ini juga hayuk!" Ujar Dion lalu kembali mengotak-atik laptopnya. Dalam lubuk hati Dion yang paling dalam, Dia ingin menghindari sesuatu. Entah apa, yang jelas selama tidak ada Ega, Selin, ataupun yang lain. Sepertinya dia bisa sedikit bernapas. Dan ini lebih baik daripada terus berada dalam bayang-bayang Ega.
"Oke! Kelar edit kita makan malem dulu, terus gas!" Putus Firza yang kemudian kembali dengan laptop miliknya.
"Emak lu di Bandung kan?" Tanya Dion memastikan karena memang belum pernah sebelumnya.
"Bukan! Lu tau pantai Hanom?"
"Bjiirr! Jauh amat? Beneran naek motor doang?" Dion mulai meragu.
"Iya lah.."
"Bukannya Om lu di Bandung?"
"Ya itu Om gue. Emak gue di Hanom.." Jawab Firza.
"Wah.. Kayaknya.." Dion mulai ragu.
"Kagak! Lu udah setuju tadi! Gak ada!" Firza enggan mendengar alasan. Lagi pula, Dion tadi sudah setuju.
"Haih.." Dion hanya bisa menghela napas sambil memandangi Firza yang sibuk dengan tugasnya. Dalam otak Dion tergambar jelas rute menuju pantai itu yang cukup jauh dari tempat tinggalnya. Tambah lagi, track--nya tak mudah di lalui.
"Bisa-bisanya lu tinggal di tempat terpencil kayak begitu." Keluh Dion karena yang dia tau, pantai Hanom terhitung baru di temukan beberapa tahun kemarin. Sepertinya masih asri bahkan jarang wisatawan. Tapi itu yang dia ingat dua tahun ke belakang ketika Dion ikut outing saat masih bekerja di sekolah Islamic.
.
.
.
.
.
.
.
.
Mereka berdua benar-benar pergi malam itu juga setelah makan nasgor di pinggir jalan. Dion sempat ragu sebenarnya. Bukan apa-apa, track dan jarak ke tempat itu sepertinya lumayan melelahkan. Bisakah mereka tahan hanya menggunakan motor? Apalagi malam-malam. Aman kah? Pikir Dion sambil nyebat di pinggir jalan bersama Firza. Tapi untunglah, motor itu keluaran terbaru dan kayaknya gak akan terlalu rewel seperti motornya.
"Yok!" Ajak Firza yang sudah bersiap naik ke atas motor. Dion buru-buru naik tanpa membuang rokok yang masih mengepul di tangannya.
Sial.
Meski makin jauh dengan rumah, entah mengapa hati dan pikiran Dion masih saja di sana. Dia sempat melihat ponsel yang ternyata tak ada notif apapun dari orang rumah. Selin yang biasanya rewel pun sejak dia kencan bersama Ega lima hari lalu, sekalipun tak pernah mengiriminya pesan. Semudah itu lupa pada kakaknya padahal sebelum ini, siapa yang selalu dia recoki? Adik tak tau diri emang. Pikir Dion.
Udara malam itu tentu terasa menusuk tulang pipi. Apalagi di tambah hujan rintik-rintik di berbagai bagian jalanan. Untung Dion dan Firza siaga memakai jas meski tak hujan pun, harus tetap di pakai. Jas hujan cukup efektif untuk menangkal dingin kata Firza. Tapi mereka tentu melewatkan wajah. Mana bisa di tutup ya kan?
Satu jam perjalanan, Firza kembali menepi di sebuah warung kecil untuk sekedar menyeduh teh hangat atau susu hangat penangkal dingin. Sepertinya Firza punya rute tersendiri dan berbagai macam cara supaya perjalanan tidak terlalu melelahkan. Dia bahkan seperti sudah mengenal beberapa orang di warung itu, dan sempat mengobrol sambil bergitar-gitar ria di sana. Meski hanya beberapa menit. Firza memang punya cara sendiri untuk bisa akrab dengan orang baru.
Setidaknya berkat Firza, Dion terhibur. Meskipun tak bisa melupakan misteri keresahan hidupnya, tapi di titik itu, Dion merasa lega karena memutuskan untuk ikut Firza pulang kampung.
"Subscribe tiktod gue ya Bang! Gue cover banyak lagu di sana. Sekilas ada konten fotografi juga. Kita photographer. Tar kalau ada yang nikahan atau wisuda boleh kontak-kontak." Ungkap Firza selagi mengenakan kembali jas hujan anti dinginnya.
Dion sudah menunggu di atas motor. Kali ini giliran dia yang menyetir. Satu jam lebih ke depan kayaknya cetek. Firza sudah mewanti-wanti untuk berhenti di tempat yang ada karokenya kalau bisa. Gila. Bisa-bisanya dalam perjalanan seperti ini malah mau mampir ke pub dan cari lonte dulu katanya. Abstrak si emang temen Dion yang satu ini.
"Kalau sama Ega pasti mau kan lu?" Ujar Firza teriak-teriak di atas motor. Dion enggan menanggapi hanya berusaha fokus menapaki jalanan gelap itu.
"Gue yang bayarin deh Yon!" Firza lagi-lagi menawarkan hal gila.
"Kagak bangsatd! Gue puter balik juga nih! Sialan lu!" Dion makin kesal.
"Iya-iya oke deh oke.." Kekeh Firza.
"Anji***Ng lu emang!" Rasanya umpatan itu tak cukup untuk menggambarkan kelakuan Firza yang selalu diluar nalar. Padahal dia kayaknya anak baik-baik. Meski telat lulus, tapi kuliahnya rampung sampai punya ijazah. Kayaknya kelamaan jomblo deh.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top