Bab 25

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Al-Wahidun!" Teriak Selin berlagak seperti logat timur tengah begitu masuk ke dalam kelas dan melihat kumpulan teman-teman yang sedang asik mendengarkan cerita pria yang Selin panggil namanya itu. Tentu seketika semua kini melihat ke arahnya.

"Apaan tuh?" Selin ikut nimbrung bersama Hana juga.

"Hikking Lin! Mau ikut?" Tanya Wahid sembari menyodorkan sebuah brosur hitam putih kayak hasil fotocopy. Sepertinya itu adalah sebuah komunitas? Atau undangan? Pikir Selin.

"Bayarnya berapa?" Tanya Hana yang juga ikut nimbrung.

"Lima ratus ribu. Itu udah sama transportasi, makan, sama fasilitas penginapan."

"Sehari doang kan? Mahal amat orang gunungnya juga masih di sini-sini aja." Hana kembali menyela. Sedangkan Selin malah asik memperhatikan brosur burik itu.

"Penginapan dan makannya juga gak sembarangan kali Na.. villa Rosee berapa sih semalamnya? Fasilitas di sana juga lengkap. Ada pemandian air panasnya. Pokoknya lu gak akan rugi deh.

"Ini kumpulan apa? Tar di cekokin ajaran agama baru ya?" Hana malah makin mempertanyakan penuh curiga.

"Lu kebanyakan nonton film thriller Na! Otak lu bersihin dikit biar gak suudzon mulu!" Wahid lama-lama kesal sendiri. "Ini tuh komunitas hikking. Om gue baru buka dan belum ada modal buat brosur noh!" Wahid dengan gaya lebaynya menunjuk-nunjuk brosur di tangan Selin tadi.

"Udah ada anggota belom?" Tanya Hana lagi.

"Ada Na.. Ada.." Jawab Wahid selagi menahan rasa kesalnya.

"Berapa orang?"

"Baru enam orang. Makannya gue cari lagi anggota."

"Syarat masuk anggotanya ikut Hikking ini gitu?" Kali ini Selin yang bersuara.

"Iyee! Dah ah! Kalau gak minat gue keliling ke kelas lain aja." Wahid yang tadinya duduk di atas meja langsung turun dengan elegan kemudian merebut kembali brosur yang sepertinya hanya satu itu.

"Tar kalau ikut gue kabarin yak!" Ungkap Selin ketika Wahid hendak keluar kelas. Cowok setengah-setengah itu tersenyum lalu memberikan jempolnya dengan sedikit kedipan sebelah mata.

"Dih.. Lu ikut-ikutan kayak begituan ngapain?"

"Gue perlu re-fresh diri Na.. Lu kan tau, kita beberapa bulan lagi lulus tapi gue belum tau mau lanjut kemana. Siapa tau kalau ikut Hikking otak gue tercerahkan gitu.." Jelas Selin sambil berjalan ke arah mejanya lalu duduk diikuti Hana yang sepertinya tidak setuju dengan ikut sertanya Selin kali ini.

"Ini di luar sekolah kita Lin. Bahaya tau. Bisa-bisa isinya malah aliran sesat." Hana tetap berpikiran buruk tentang komunitas ini. "Gimana kalau panjat tebing aja? Si Noni tuh adek kelas kita. Ikut dia aja! Lagian itu ekskul resmi kan?" Tawar Hana.

"Panjat tebing mereka indoor. Gak bakal ada tuh pemandangan satisfying setelah pendakian nanti. Lu kenapa si? Lagian ini positif kok. Kita bisa olahraga, sekalian menjelajah juga. Seru kan?" Selin benar-benar tertarik untuk ikut.

"Ck.. Emang lu ada duit?" Tanya Hana.

"Kagak ada si.. Kayak nya minta sama.." Tiba-tiba Selin mengingat sesuatu. "Eh! Lu tau kan, bang Ega kemarin ngasih gue duit berlembar-lembar itu? Pas gue hitung di rumah, berapa coba?" Selin makin kegirangan.

"Berapa?"

"Sejuta dua ratus gilak!" Jerit Selin.

"Balikin EG! Kayak cewek matre lu!" Hana masih tak rela Selin ikut komunitas itu.

Selin mendengus tak suka mendengarnya. Meski begitu, ia tetap mempertimbangkan ucapan Hana yang sepertinya memang paling tepat. Gak elok juga kalau makan uang cowok seenaknya.

.
.
.
.
.

Meski tak hujan besar, sore itu tetap suram dengan kepulan rintik gerimis yang cukup untuk membuat tubuh menggigil kedinginan. Setelah pulang sekolah tadi, Selin hanya berguling-guling di kasur sambil menunggu chat-nya di balas Bang Ega.

Padahal sudah setengah jam lalu dia mengirim pesan meminta bertemu, tapi Bang Ega tetap tidak membalas. Apa benar-benar tidak bisa bertemu hari ini? Pikir Selin berubah khawatir mengingat terakhir kali, dia di jemput paksa seperti itu.

Ting..

Deg!

Bang Ega:
Abang di deket kampus lamanya Firza
Mau gak kalau kamu aja yang ke sini?

Pesan itu Selin baca dengan senyum sumringah. Tapi tak enak juga kalau Selin malah mengganggu kegiatannya kan?

Selin :
Abang sibuk gak?

Bang Ega:
Abang kangen Lin..🥲

Deg!
Meleleh gak tuh? Selin kembali berguling-guling saking senangnya membaca chat dari Ega.

Selin:
Tunggu..

Bang Ega :
Hati-hati..❤️

Selin tak lagi membalas itu dan hanya cengar-cengir gak jelas dengan wajah merah.

Oke.. Gak usah dandan. Bang Ega kayaknya memang sibuk. Pikir Selin yang langsung bergegas menuruni tangga rumahnya.

"Kemanaa??" Kali ini tak hanya Ayah. Ibu pun ada di depan tv sambil nyeruput teh hangat.

"Ke depan bentar.." Ujar Selin.

"Hujan!!" Cegah ibu.

"Payung mana Bu?" Tanya Selin.

"Di bawa Bang Dion tadi pagi." Jawabnya.

"Belum pulang?" Entah mengapa Selin penasaran akan hal ini.

"Belum." Ibu kembali menjawab. Selin hanya terdiam kemudian kembali meneruskan niatnya.

"Pergi dulu Bu!" Ujar Selin yang lanjut keluar rumah dan menerobos hujan rintik-rintik itu.

"Kemanaaaaa" Ibu kembali mempertanyakan namun tak ada jawaban.

"Dah.. Biarin aja." Ayah memilih untuk kembali menikmati sorenya bersama pisang goreng hangat buatan ibu tadi.

.
.
.
.
.
.
.

Lima belas menit perjalanan terlalu lama bagi Ega. Dia mulai cemas ketika Selin tak kunjung datang. Dia masih mondar-mandir di depan sebuah minimarket dengan setelan formal. Entah acara apa yang sudah ia datangi tadi. Namun tak ada motor, ataupun kendaraan lain yang dia bawa saat itu. Tangannya hanya menggenggam ponsel saja.

"Bang Ega!"

Deg!

Ega menoleh ke arah kiri. Padahal sebelumnya dia selalu memperhatikan arah kanan karena kemungkinan Selin datang dari sana. Selin mendekat namun Ega lebih cepat. Dia berlari menghambur ke arah Selin lalu memeluknya dengan erat.

Wangi maskulin yang tercium benar-benar khas Bang Ega. Selin selalu menyukainya. Tapi, tunggu! Hey! Ini tempat umum! Selin benar-benar malu dipeluk sampai seperti ini. Bang Ega kenapa sih? Pikir Selin.

"Bang! Orang-orang ngeliatin itu! Malu.." Selin menepuk-nepuk pundak Bang Ega memintanya untuk melepas pelukan itu.

"Bodo amat. Abang kangen.." Ega masih enggan melepasnya.

"Aku juga kangen.." Balas Selin yang akhirnya membuat pelukan itu mengendur. Ega mulai melepasnya kali ini. Dengan senyuman khas, dia menatap Selin penuh kasih.

"Abang pikir kamu marah soal kemarin.." Ungkap Ega.

"Kenapa marah?" Tanya Selin.

"Kita gak jadi naik wahana." Kekeh Ega.

"Marah sih." Selin membenarkan namun dengan senyuman manis. "Aku pulang sendirian pulak." Tambahnya.

"Maaf.." Ega menunduk sedih mendengarnya. Bagi Ega, ini adalah satu kegagalan. Padahal sebelumnya dia bertekad untuk tidak membuat Selin kecewa. Tapi keadaan kemarin memang sulit dan tidak ada pilihan.

"Gak papa. Aku tau Abang gak punya pilihan. Ngomong-ngomong, Abang dari mana? Keren amat?" Selin baru ngeuh dengan penampilan formal Ega hingga membuat senyumannya merekah.

"Ikut acara Papah."

"Dimana?"

"Disini." Tunjuk Ega pada gerbang kampus itu.

"Ah.. Artinya gak bisa lama?" Tanya Selin.

"Kita kabur aja mau?" Tawar Ega. Ini kali ke tiga Ega meminta Selin untuk pergi dengannya. Selin langsung tersenyum tenang lalu menggeleng.

"Gak ada orang tua itu gak enak Bang. Percaya sama aku." Ungkap Selin sembari mengambil kedua tangan Ega lalu menggenggamnya erat.  "Kita bisa ketemu sembunyi-sembunyi gini kok. Pelan-pelan aja Bang, aku ada buat Abang." Selin berusaha menenangkan.

Ega sempat menunduk, kemudian akhirnya mengangguk seolah meyakinkan diri.

"Abang sayang sama kamu Lin.." Ungkap Ega yang lalu kembali memeluknya erat seperti pertama bertemu tadi.

"Eyyyshhhh.. Malu Bang!!" Selin berusaha melepaskan diri namun Ega enggan mengalah.

"Biarin." Ega malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Bang Egaaa.." Selin mengelus lembut punggung Ega hingga akhirnya dia mau melepasnya. Ega lagi-lagi tertawa renyah ketika melihat Selin yang juga sama-sama tertawa.

"Jajan yuk!" Ajak Ega.

"Eh tunggu!" Selin baru ingat dengan tujuannya bertemu dengan Ega. "Nih.." Selin mengeluarkan uang yang Ega beri kemarin.

"Apa nih?" Tanya Ega.

"Uang Abang kemarin."

"Kenapa di balikin?" Ega terheran-heran.

"Ya buat apa? Kemarin aku langsung pulang. Meskipun mampir dulu ke warnet sih.." Ungkap Selin.

"Buat kamu aja." Ega kembali mendorong tangan penuh uang itu lalu hendak merangkul Selin untuk masuk ke dalam minimarket.

"Kebanyakan Bang!"

"Pake aja.." Ega benar-benar tidak mempermasalahkan.

"Tapi.."

"Kalau gak di pake Abang tambahin aja mau?" Ega malah kembali hendak mengeluarkan dompet.

"Ih enggak! Gak usah!"

"Ya udah pake! Kalau perlu lagi, kasih tau Abang. Jangan minta sama Dion." Meski sudah sedekat ini dengan Selin, entah mengapa Ega masih cemburu pada Dion. Setidaknya dalam hal ini, Ega ingin menunjukkan jika dia bisa diandalkan.

"Dih.. Bang Dion mah pelit.." Bisik Selin.

"Aku enggak." Jawab Ega dengan bangga. "Uangku buat kamu aja semua." Ujar Ega.

"Gila lu!"

"Iya.. Abang gila. Tergila-gila sama Selin.." Kekehnya yang lalu merangkul Selin dan masuk ke dalam minimarket itu kali ini.

Ya..

Mereka gila..

Haih.. 😒

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top