Bab 24
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ting..
Dion yang sedang asyik dengan laptopnya di atas kasur tiba-tiba mendapat sebuah pesan. Tapi sialnya, mood yang sudah sejak tadi berusaha ia perbaiki, kembali buruk karena membuka pesan itu.
"Hujan Yon! Adek lu sama Ega ke mana ya?" Firza yang masih juga di rumah Dion tiba-tiba menyela karena memang di luar hujan deras.
"Mana gue tahu!" Mood Dion semakin hancur ketika membuka pesan, yang ternyata sebuah foto dari Ega.
"Apaan tuh?" Firza penasaran dengan apa yang baru saja Dion lihat. "Wah di sana nggak hujan ternyata. Tau ke sana kita ikut aja kali Yon. Lumayan bisa ngilangin stress.." Firza malah makin memperparah. Padahal Dion tidak ingin membahas mereka saat itu.
"Jadi kapan proyeknya?" Tanya Dion yang kembali sibuk dengan laptop di pangkuannya.
"Besok? Siap gak?" Tanya Firza ragu-ragu mengingat baru saja pagi itu dia melihat teman baiknya tepar di lantai bawah.
"Oke.. Gas!" Jawab Dion yakin.
"Hari ini ke rumah sakit dulu kali Yon," Ujar Firza terdengar seperti permintaan.
"Gue gak papa." Dion kali ini yakin.
"Ya kali sampai pingsan begitu kagak ngapa-ngapa! Nih tangan gue aja masih gemeter pijitin lu kagak sadar-sadar!" Firza kembali mengingat moment tadi pagi yang entah mengapa menjadi trauma tersendiri.
Dion melihat ke arah temannya itu yang kini ikut duduk bersamanya di atas kasur. Sepertinya dia sedang menimang-nimang sesuatu. Ia meletakkan laptopnya, kemudian menatap Firza serius.
"Lu pernah dengar Gue pernah operasi jantung?" Ujar Dion.
"hm.. Ega pernah ngomong." Jawab Firza setelah sebelumnya mengangguk kecil. Dion yang mendengarnya pun sama-sama mengangguk seolah paham akan sesuatu.
"Gue udah biasa kayak gitu Za. Kadang kalau lagi error, suka tiba-tiba collapse. Tapi bentar kok. Kayak HP kalau lagi mau nge-refresh dia mati terus hidup lagi. Gitu doang nggak serius. Percaya sama gue." Dion berusaha menjelaskan dengan bahasanya.
"Anjing lu! Bisa-bisanya bercandain penyakit. Lu nggak ngerasain sih, liat temen sendiri sampai gak sadar kayak begitu. Lu pikirin perasaan gue.. Orang tua lu.. Selin.. Semua panik." Firza masih terus mempermasalahkannya padahal Dion sedang berusaha untuk tidak membuat Firza cemas berlebihan.
"Ya ini kan lu udah tahu, kalau gue pingsan biarin aja. Tunggu. Ntar juga gue bangun sendiri. Ribet amat lu!" Kali ini Dion bangkit kemudian berjalan ke arah pintu keluar.
"Ke mana lu?"
"Nyari makanan! Laper!" Jawab Dion tanpa berusaha berbalik. Firza tak membiarkannya turun sendiri. Dia membuntuti dari belakang seolah takut ditinggal sendiri.
"Tunggu aja di kamar napa sih lu?!" Dion tentu saja risih.
"Kagak! Di atas gelap! Banyak petir lagi. Ogah gue sendiri."
"Ya nyalain lampunya EG!" Dion malah makin kesal.
"Kagak ah hayu-hayu!" Firza mendorong Dion untuk menuruni tangga. Dia bahkan menunggu Dion di meja makan selagi temannya itu mencari makanan.
"Pesan makanan aja kali Yon.." Ujar Firza sambil scroll-scroll tiktod.
"Lu tega memangnya driver antar ke sini sambil hujan-hujanan?" Ungkap Dion. Bener. Omongan Dion masuk akal. Firza tak lagi bisa mendebat.
"Anji***ng kan, beneran nggak ada makanan." Dion benar-benar tidak menemukan apapun di sana. Entah itu di dalam kulkas, lemari makanan, sampai di dalam rice cooker pun tidak ada nasi sama sekali. Apes banget siang itu.
Pada akhirnya Dion hanya bisa memandang keluar jendela dan memperhatikan betapa derasnya hujan yang turun siang itu, selagi otaknya tentu saja memikirkan Selin. Entah mengapa hanya soal Selin. Hatinya selalu tak nyaman jika memikirkan ini.
"Di luar ada makanan?" Tanya Firza. Dion tak menjawab kemudian ikut duduk bersama Firza di meja makan.
"Hanif katanya mau nikah. Dia pengen kita yang motoin. Gue kasih dia budget jangan?" Ucap Firza penuh pertimbangan.
"Janganlah! Gila lu sama temen sendiri." Jawab Dion tiba-tiba merebahkan kepalanya di atas meja. Sedangkan Firza mengangguk paham soal Hanif tadi.
"Kapan Za?" Tanya Dion tanpa mengangkat kepalanya.
"Masih lama si.. Beberapa bulan lagi."
"Hm.." Dion masih menjawab meski hanya dengan deheman kecil.
"Yon! Kenapa lagi lu? Jir.." Firza tiba-tiba panik sendiri melihat Dion yang masih juga merebahkan kepalanya di atas meja tanpa bergerak.
"Ah.." Tiba-tiba Dion ingat sesuatu dan langsung membuat Firza terhenyak.
"Apa?" Tanya Firza.
"Ke kamar Selin!" Dion langsung bangkit seolah mendapat pencerahan. Dia baru ingat tadi Selin menawarinya makanan. Sepertinya Dion memang benar-benar lapar saat itu.
Akhirnya Dion bergegas kembali naik ke atas.
Dan benar saja.
Mereka menemukan harta karun!
Ada banyak makanan di sana. Dari mulai Snack, minuman, mie instan, dan Dion menemukan beberapa lembar..
"Apa nih?" Tanya Dion pada Firza.
"Masker wajah! Baca EG!" Firza menunjuk dengan jelas setiap kata yang tertera dalam kemasannya.
"Terus ini apa? Semuanya bahasa cina semua nih? Permen jelly kayaknya." Dion menemukan bungkus aneh bergambar bibir.
"Bukan kayaknya." Firza ragu jika itu benar-benar bisa dimakan. "Ambil makanan aja bre! Yang aneh-aneh jangan! Mau mati lu kalau salah makan? Barang-barang cewek sekarang aneh-aneh!" Firza memilih cari aman.
"Ini makanan?" Tanya Dion menunjuk sebuah box mie seduh yang lumayan besar beserta cara penyeduhannya.
"Oh.. Ini pernah gue liat di YouTube. Woah.. Adek lu punya makanan beginian. Masaknya kagak perlu pakai kompor ini mah."
"Ya udah kita makan yok! Laper gue." Dion mengambil beberapa makanan-makanan itu kemudian bergegas kembali ke kamarnya.
Meski berkata pernah melihat di YouTube, Firza malah kembali membuka video yang katanya pernah dia tonton itu. Dia bilang takut salah dan nanti malah jadi nggak enak. Bener-bener cari aman.
Dion masih menunggu Firza memasak mie instan dalam kemasan itu sesuai tutorial yang ada dalam video. Selagi menunggu, Dion terus mengunyah snack yang ia ambil dari kamar Selin tadi.
Meski terkesan penjarahan, tapi setidaknya Dion tidak kelaparan siang itu.
.
.
.
.
.
.
.
Keesokkan harinya seperti biasa. Selin diantar oleh Dion sampai ke depan gerbang sekolah. Namun kali ini, sepanjang perjalanan bahkan hingga sampai di tujuan pun, tidak ada obrolan seperti biasanya. Dion benar-benar tidak ingin membahas tentang kencan Selin kemarin. Wajahnya pun ia tekuk meski menampakan senyuman samar. Selin tau betul, Dion sedang dalam mood yang buruk. Dia bahkan tidak mengucapkan apapun ketika pergi setelah mengantar Selin.
Berbalik ke arah gerbang, ternyata ada Hana yang sudah menunggu selagi melipat tangannya di dada. Wajahnya tak jauh berbeda dengan Bang Dion tadi.
"Lu nggak mau nyapa Bang Dion?" Tanya Selin terlihat sedikit bingung. Bukan karena dia tidak bisa mempertemukan Hana dan Bang Dion yang sudah terlanjur pergi, tapi.. kenapa dengan orang-orang ini? Selin merasa menjadi tersangka pagi-pagi buta begini. Gak di rumah, gak di sekolah. Semua orang menatapnya dengan tatapan aneh.
"Dari mana lu kemarin? Bolos ke mana? Sama siapa?" Selin langsung dicecar pertanyaan oleh Hana.
"Kencan sama Bang Ega." Jawab Celine jujur.
"Demi apa?!" Raut Hana langsung berubah ketika mendengarnya.
"Tapi apes."
"Kenapa?"
"Hujan!" Jawab Selin yang langsung menekuk wajahnya ketika ingat kemarin.
"Kalau kencan biarpun hujan kayaknya indah-indah aja." Hana langsung cengar-cengir lalu merangkul Selin saking bersemangatnya untuk mendengar cerita Selin lebih lanjut. Mereka berjalan berdampingan menuju kelas.
"Mana ada. Kita cuma neduh pas udah masuk ke wahana kan, posisinya masih nunggu hujan reda ceritanya. Tapi tiba-tiba dateng dua orang badannya gede-gede. Bang Ega kayaknya udah paham siapa mereka. Dia langsung ngasih gue uang merah berlembar-lembar terus bicara sama mereka. Dan lu tau, mereka siapa?" Selin menceritakan dengan lengkap tanpa terlewat satu moment pun.
"Bodyguard Pak Komandan pasti." Hana juga tau pasti soal ini.
"Pinter!" Selin membenarkan.
"Nasib lu ada-ada aje.." Hana miris mendengarnya.
"Tapi seenggaknya kita udah sama-sama. Dan Bang Ega udah kirim foto kita pas depan wahana dong sama Bang Dion. Padahal setelah foto beneran hujan deres banget. Hahaha.." Selin tertawa riang besama Hana yang juga ikut tertawa lepas. "Terus lu gimana? Kapan lu deketin Bang Dion lagi?" Tanya Selin.
"Gue udah nyerah yah. Jangan ingetin lagi soal Abang Lu!" Hana enggan berjuang lagi karena memang sejak awal sepertinya tidak pernah ada harapan. Dia bahkan menjauhi Selin supaya tidak tergoda lagi.
"Ada resto ramen baru di deket sekolahan kita dulu. Mau ke sana gak?" Tanya Selin.
"Kalau sama Abang lu kagak mau gue."
"Kenapeeee siiii?" Selin kesal sendiri.
"Gue ngerasa udah di tolak pas di tempat dimsum itu! Kagak paham lu yah?" Tunjuk Hana membalas kekesalan Selin.
"Ya itu kan pas lu masih di jodohin Bang Ega! Percaya deh sama gue. Sekarang Bang Dion pasti udah lain lagi." Selin kembali meracuni otak sahabatnya itu.
"Au ah!" Hana enggan membahasnya dan malah pergi meninggalkan Selin dengan langkah cepat.
"Naaaaaa...!!!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top