Bab 18

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Bang Dion nggak akan ke sini kan?" Tanya Selin ketika mereka sampai di sebuah meja di dalam restoran.

"Dia lagi kerja.." jawab Ega dengan santai lalu duduk tanpa canggung.

"Kerja apa sih mereka Bang?" Selin ikut duduk juga meski matanya terlihat begitu mengharapkan jawaban dari Ega.

"Emang dia belum ngasih tahu kamu?" Tanya Ega.

"Belum.."

"Firza ajak dia bisnis event organizer. Jadi kita kemarin ke Bandung, ibaratnya studi banding. Di sana ada Om--nya Firza yang juga punya perusahaan sejenis. Mereka belajar."

"Lah? Katanya kerja?" Tanya Selin.

"Kalau hari ini motret Dia.. Firza sama Dion dapet proyek prewed dari Om--nya yang di Bandung. Dion kan pinter photography, Firza juga. Bikin video sinematik oke dia. Mereka cocok." Jelas Ega membuat Selin berbinar mendengarnya. Ternyata Bang Dion juga bisa berkembang dengan baik. Dia menjadi sedikit tenang. Padahal sebelumnya ibu meremehkan Bang Dion. Kalau tahu cerita ini, kayaknya ibu harus minta maaf sama Bang Dion.

"Lokasi prewed--nya di Bandung juga Bang?"

"Engga, di sini.. Deket kosan Firza yang dulu. Makannya Om Firza nyuruh mereka." Jawab Ega lagi.

"Oh.." Artinya Bang Dion memang sedang bekerja dan kemarin tidak berbohong padanya. Selin semakin lega.

"Abangnya terus yang ditanyain, aku kapan?" Goda Ega setelah terdiam sejenak begitu mendengar jawaban terakhir dari Selin.

"Hm?" Selin kebingungan mendengarnya. Ega kembali tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Selin  sekali lagi sebelum akhirnya bangkit.

"Abang pesan makanan dulu." Ungkapnya dengan senyuman manis itu lalu pergi.

Huhhhzzz.... Panas banget sumpah! Selin mengibas-ngibaskan kedua tangannya di pipi. Tingkah itu tentu saja tak luput dari pandangan Ega dan lagi-lagi membuatnya bahagia bukan main. Selin memang semakin lucu ketika salting parah begitu.

Tapi  setelah memesan makanan dan menunggu kembalian, Ega sempat terdiam beberapa saat. Meski se--bahagia ini bersama Selin, tapi tak semudah itu menjalin hubungan dengan gadis yang selama dua belas tahun itu selalu ia perhatikan. Ega ingat betul janjinya pada Dion untuk tidak mendekati adiknya. Bahkan Dion meminta Ega memperlakukan Selin layaknya adik sendiri. Haruskah dia membatalkan janji itu? Pikir Ega.

Ah.. Kenapa juga Selin bisa tumbuh menjadi cewek se-cantik ini? Ega kembali memandangi punggung Selin usai mendapatkan kembalian dan nota pembelian pesanannya. Sempat ragu sedetik, namun Ega kembali memberanikan diri untuk melangkah. Terserah nanti saja. Gumamnya dalam hati.

"Ngomong-ngomong Bang.." Selin tiba-tiba sadar akan sesuatu ketik ditinggalkan Ega tadi.

"Hm?" Tanya Ega yang baru saja duduk kembali di hadapan Selin.

"Bukannya restoran ini Deket kosannya Bang Firza? Tinggal keluar doang, terus belok kiri, sampai.." Selin baru saja sadar dengan keanehan ini.

Ega akhirnya menyembur lagi. Entah bagian mana yang lucu. Selin benar-benar tak paham.

"Woi sini!" Tiba-tiba Ega melambai.

Deg!

Astaga. Beneran Bang Dion dong yang dateng. Sama bang Firza juga ternyata. Selin terdiam membeku. Malu banget rasanya. Bahkan tadi pikirannya sudah merayap kemana-mana. Bang Ega keterlaluan emang. Dia malah asik cengar-cengir sambil melihat Selin sekarang. Se-puas itukah menertawakannya? Pantes aja dari tadi kayaknya girang banget. Ternyata lagi ngerjain? Brengsek! Selin kali ini membuang muka. Sudahlah.. Jangan dipikirkan. Yang penting tadi sepertinya Selin tidak mengatakan hal-hal di luar batas kan? Iya kan? Selin kembali mengingat-ingat.

Melihat perubahan mimik wajah Selin, sempat membuat Ega menghentikan tawanya. Dia bahkan mulai merasa bersalah.

"Kok lama si Bang?!" Tanya Selin pada Dion yang duduk di sampingnya dengan berbagai macam tas yang entah apa saja isinya. Terlihat juga beberapa garis peluh ketika Dion membuka topi yang tadi ia kenakan. Dia sepertinya begitu kelelahan bahkan sedikit pucat. Gak papa kan dia? Selin malah khawatir.

Puk
Puk
Puk

Dion menepuk kepala Selin beberapa kali kemudian merebahkan kepalanya di atas meja.

"Pengen muntah gue anj**Ng! Mereka rese banget.." Keluh Dion tiba-tiba meski disambut kekehan receh dari Firza.

"Baru sekali doang lu.. Gimana kalau proyek kita tiba-tiba membeludak. Siap-siap aja lu! Gue juga sekarang rajin update medsos. Dan viewernya lumayan bro! Kayaknya proyek kita bakal terus berlanjut." Sahut Firza makin bersemangat.

"Ya kali, kalau customernya normal-normal aja mah gak masalah.." Dion kembali bangkit dan kini mulai siap untuk bercerita. "Anj***ng Ga! Satu spot, gue harus ngulang paling sedikit sampai lima belas kali. Padahal tangan-tangan dewa gue udah maksimal banget ini." Dion menunjukkan kedua tangannya pada mereka. Sedikit bergetar saking kesalnya.

"Nih ya.. Gue bantu berapa ratus sih temen-temen kita yang mau wisuda tahun lalu? Lu inget gak video wisuda Silvi yang viral di tiktok itu? Dia kagak ngeuh apa itu gue yang bikin, gue yang ngedit? Dan lu tau, terakhir pas kita berdua udah beres-beres nih. Dia bilang, tolong editnya yang bagus ya Mas, maaf ya saya bawel katanya. Abis Mas-mas--nya kan pemula. Jadi saya agak kurang trust gitu.. BANG***SAT! Ngeremehin gua banget mereka." Keluh Dion bahkan sampai melempar kunci motornya di atas meja. Wajahnya terlihat jelas kalau dia sedang benar-benar marah. Suaranya bahkan menggebu-gebu. Rasanya ingin segera menghentikan ledakkan itu. Selin khawatir Dion malah menyakiti diri sendiri.

"Ini yang gue bilang Yon.." Firza tiba-tiba menyela. "Gue bilang kan, lu tuh harus punya brand. Personal branding. Minimal akun sosmed gitu. Lu bangun tuh brand lu di sana. Tar trust mereka ngikutin. Pantes aja mereka gak trust karena memang lu terkenalnya di kalangan kita-kita aja kan? Lu si kolot banget."

Dion kembali terdiam. Mungkin sebagian dari dirinya membenarkan ucapan Firza meski akhirnya dia hanya bisa kembali merebahkan tubuhnya di atas meja lagi.

Lain dengan Dion yang terlihat menggebu-gebu, Selin dan Ega tidak berkomentar apapun. Hanya mendengarkan ocehan Dion dan Firza tanpa memberi reaksi berarti. Ega bahkan melihat Selin menghindari eye contact dengannya. Sikap itu membuat Ega merasa semakin bersalah.

"Ga? Udah pesen?" Tanya Dion tiba-tiba.

"Udah.." Jawab Ega langsung.

"Kok lam.." Dion hendak protes namun ternyata pesanan itu datang.

"Permisi Mas.. Mbak.."

Dion mengangkat tubuhnya kemudian balik bersandar di kursi setelah memberi senyuman tipis pada waiter-waiter itu.

"Makasih Mas.." Ujar Dion ramah.

Sreeet..

Dion sengaja menukar makanannya dengan Selin karena tau, adiknya pasti lebih suka.

"Mau kentangnya.." Selin bahkan masih meminta kentang goreng milik Dion setelah dengan sukarela Dion menukar makanannya.

"Ambil.." Ujar Dion membiarkan Selin mengambil sepuasnya. Sedangkan dia sendiri mengambil beberapa sayuran di alas Selin yang pasti enggan ia makan.

Pemandangan itu tak luput dari Ega. Ini yang dia maksud. Kalau saja Ega melewati batas dan mendekati Selin, bisakah dia melewati batasan antara kakak beradik itu? Mereka terlihat sangat dekat layaknya pasangan kekasih. Gak masuk akal kan? Tapi Ega yang memang sudah bersama mereka sejak lama, tak bisa memikirkan hal lain selain ini. Dipikir berkali-kali pun, Selin dan Dion terlihat seperti dua orang yang saling mencintai dalam hubungan romantis. Bukan hanya sekedar kakak beradik. Itulah yang ada dalam pikiran Ega selama bertahun-tahun.

"Kalau orang lain pasti mikirnya kalian pacaran Yon.. Ck CK CK.." Firza menggeleng melihat tingkah kedua kakak beradik itu.

"Lu gak punya adik kan?" Ungkap Dion.

"Kagak.."

"Lu gak akan pernah tau rasanya kalau gitu." Dion rasa sejauh ini masih normal-normal saja.

"Iya sih.. Tapi kalau inget pas kalian berantem, gue yakin seratus persen kalau kalian sodara tulen." Ralat Firza yang kemudian kembali dengan makanannya.

.
.
.
.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top