Bab 11

.
.
.
.
.
.
.

Paket dimsum yang mereka pesan akhirnya datang. Sejak tadi yang berisik ngobrol cuma Firza, Ega, sama Hanif. Yang lain hanya ikut terkekeh tanpa ikut bersuara. Termasuk Selin yang langsung berubah masam semenjak kedatangan Hana.

Sikap Ega pada Hana membuat Selin mendidih bukan main. Lain dengan Dion yang benar-benar enggan menunjukkan rasa cemburunya. Dia benar-benar tenang dan hanya fokus makan saja.

"Mbak Hanifah punya temen cewek gak? Ajak sini dong!" Ujar Ega tiba-tiba. Selin kembali memalingkan wajah tak suka. Ega beneran murahan kalau dipikir-pikir.

"Bisa-bisanya lu nanyain cewek lain depan cewek sendiri? Parah bet lu!" Firza berkomentar.

"Ya kan bukan buat gue. Di sini ada para jomblo yang butuh kasih sayang juga kan?" Ega menunjuk-nunjuk Dion dan Firza tentu saja. "Denger-denger tipe cewek Dion juga yang berhijab gitu kan Yon? Iya gak?" Tanya Ega  lagi lalu menyikut pelan Dion yang hanya tersenyum sekilas. Jika diperhatikan, sejak tadi Dion sama sekali enggan melihat ke arah Hana. Entah karena canggung, atau memang tak punya keberanian untuk sekedar eye contacts dengannya. Dion benar-benar hanya diam, tersenyum, sesekali tertawa, lalu makan. Sama halnya dengan Selin. Tentu sikap mereka akan sangat mirip mengingat keduanya sudah bersama sejak kecil.

"Gimana Mbak, ada gak?" Tanya Firza yang kini malah ikut mempertanyakan. Dia ngarep juga ternyata.

"Ada gak?" Hanif seolah ikut membantu Hanifah untuk mengingat-ingat.

"Mmm.. Nanti kalau ada saya ajak juga ya.." Jawab Hanifah dengan sopan. Persis seperti Hanif. Mereka sangat cocok jika memang jadi pasangan.

"Ditunggu ya.." Firza malah terkesan genit sekarang. Dia banyak tingkah sejak tadi memang. Tapi jika tak ada Firza yang meramaikan, perkumpulan itu pasti tidak akan menyenangkan sama sekali. Yang ada malah saling canggung atau berakhir dengan pertengkaran.

"Mau pulang Bang.." Bisik Selin setengah memohon.

"Abang ke toilet dulu bentar." Dion malah pamit dan bergegas pergi.

Dasar!

"Aku toilet bentar ya." Hana malah ikut-ikutan. Ega terlihat hanya mengangguk sambil tersenyum tanpa curiga apapun. Ia bahkan malah melihat ke arah Selin sekilas lalu kembali menyentuh dimsum dan memasukkannya ke dalam mulut diiringi dengan senyuman santai. Lain dengan Selin yang menatapnya penuh tuduhan. Tapi biarlah Bang Dion yang hadapi sendiri.

Meski melangkah ke arah yang berbeda, sepertinya tempat ini bukan pertama kalinya Hana kunjungi. Dia tau betul akan berpapasan dengan Dion dimana. Karena itu, dia menunggu tak jauh dari toilet pria.

Hati Hana bergetar sebenarnya. Ini pertama kali ia memberanikan diri seperti ini. Bukan! Bukan untuk macam-macam. Entah mengapa Hana benar-benar ingin saling sapa dengan Bang Dion setelah sekian lama tidak pernah bertemu. Apalagi beberapa kabar buruk tentangnya sempat ia dengar dari Ega. Bukankah tujuannya dekat dengan Ega adalah untuk mencari tau perasaan Dion padanya? Tapi kenapa sekarang justru malah berasa semakin jauh?

"Bang.." Dion akhirnya keluar dan ia melihat Hana sedang menunggu di sana.

"Hm?" Tanya Dion mencoba penuh perhatian meski hatinya berdebar. Padahal di table tadi, dia bahkan enggan menoleh sama sekali. Hana pikir, tadi Dion sedang cemburu atau minimal marah? Tapi nyatanya sekarang Dion bahkan menjawab panggilannya terlihat tanpa canggung sama sekali. Tenang, dan bikin hati Hana ribut seperti biasanya.

"Oh.. Engga.. Abis ini mau kemana?" Tanya Hana tiba-tiba. Dion tentu saja heran, pantaskah bertanya seperti itu? Atau memang perasaannya saja yang berlebihan?

"Belum tau." Jawab Dion seadanya selagi kembali hendak melangkah kembali ke mejanya.

"Bentar Bang.." Tahan Hana.

"Apa?" Dion makin mempertanyakan arti dari sikap Hana ini.

"Mmm.. Abang udah denger dari Bang Ega?" Tanya Hana.

"Soal apa?" Dion belum bisa memastikan arah pembicaraan Hana sejauh ini.

"Soal perjodohan dia.."

Deg!

Ah.. Gak mungkin. Dion kali ini ingin menyangkal sebenarnya. Tapi, sepertinya dari sikap, ekspresi, bahkan situasi ini, semua sudah terbaca seluruhnya. Padahal Dion belum sempat mempersiapkan diri.

"Oh.. Iya. Tapi Abang gak tau siapa ceweknya.." Dion mencoba untuk tidak terlalu kentara bahwa dia sudah bisa menebak ke arah sana. Meski sakit saat mendapatkan perlakuan seperti ini dari Hana, tapi apa boleh buat? Dia hanya mengikuti permainannya saja.

"Aku Bang!" Hana mengaku.

"Hm?"

"Bang Ega di jodohin sama aku.."

Deg!

"Tapi jangan dulu bilang Selin ya Bang.."

"Oh.." Sudahlah.. Perasaannya pada Hana cukup sampai disini. Dion benar-benar merelakannya. Meski belum sempat diperjuangkan, tapi memang tak ada celah. Sakit memang, tapi Dion enggan memaksakan. "Oke.. Selamat kalau gitu.." Dion kecewa? Iya lah! Sebelumnya dia pikir Ega hanya bermain-main layaknya cewek-cewek sebelumnya. Tapi ternyata kali ini lebih serius. Beneran masih ada? Perjodohan konyol kayak gini? Pikir Dion.

"Gitu doang Bang?" Hana malah mempertanyakan dan rautnya terlihat kecewa. Apa artinya ini? Bang Dion benar-benar tidak ada perasaan apapun padanya? Gumam Hana.

Dion mematung tak bisa berkata-kata. Memangnya apa mau Hana sebenarnya?

"Masa sih Abang gak tau kalau aku udah lama suka sama Abang?"

Deg!

Berkali-kali ucapan Hana membuat debaran jantung Dion berpacu lebih cepat. Mimpikah? Kenapa Hana berani sekali bicara seperti ini? Sebelumnya yang ia tau, Hana cuma cewek polos dan pendiam yang bahkan selalu terlihat malu-malu.

Dan ayolah.. Kenapa jantung Dion malah makin sesak begini? Kaget doang kenapa harus sepayah ini si? Dan lagi, kenapa mulut Dion sama sekali tak bisa mengeluarkan kata-kata sekarang? Barang satu atau dua kata saja. Ayolah mikir! Senyum kek, atau kasih selamat lagi gitu? Harus jawab apa dalam keadaan begini? Tapi kenapa malah makin sesak.. Agh..

"Kenapa Bang?" Hana melihat Dion mulai menunjukkan gelagat aneh. Dia terlihat kebingungan dengan dada naik turun. Ada banyak yang Dion pikirkan saat itu tentang, gimana perasaan Ega jika tau ucapan Hana ini? Atau tentang perlu atau tidaknya Selin tau soal ini? Dan juga, kira-kira jika Dion tegas menolak pernyataan Hana, apa nanti dia akan tersakiti atau bagaimana? Perlukah terima saja dan membuat semua jadi kian runyam? Solusi apa yang kira-kira pas dengan situasi ini?

"Agh.. Gak.." Dion sampai harus bertumpu pada dinding. Lututnya bergetar, seluruh tubuh kebas dan dada berasa makin terhimpit.

"Duduk Bang.." Hana membantu Dion untuk duduk tak jauh dari sana. "Napas yang bener Bang.." Hana bahkan mengelus pelan punggung Dion berharap dia tak lagi kesulitan bernapas. Di bangku panjang itu, hanya mereka berdua sekarang. Hana berjongkok di hadapan Dion kemudian perlahan meraih tangannya yang bergetar berusaha memijat-mijat lembut. Tangan Dion tiba-tiba terasa dingin.

Namun hanya satu dua pijatan saja, Dion menepis pelan. Dia sadar ini salah. Tak seharusnya Hana bersikap seperti ini padanya.

"Han.. Jangan gini.." Meski masih sedikit bergetar, Dion bangkit lalu meninggalkan Hana begitu saja. Hana lagi-lagi kecewa.

Memangnya apa sih? Kenapa sulit sekali membuatnya mengaku? Gumam Hana sambil menunduk sendiri. Padahal ini sudah hampir lima tahun mereka saling mengenal, kenapa temboknya masih juga tinggi? Apa memang bener-bener gak ada rasa apapun selama ini? Dion kenapa sombong banget si? Hana mendumel sendiri sambil menahan tangis.

Pergi aja. Gak ada gunanya juga di sini ya kan? Pikir Hana yang lalu pergi begitu saja tanpa berpamitan. Kali ini dia benar-benar kecewa. Padahal butuh keberanian untuk mengungkapkan semua itu.

.
.
.

"Hana mana?" Tanya Ega. Dion hanya bisa menggeleng lalu meneguk minumannya hingga hampir setengahnya dengan tangan bergetar.

"Kenapa Bang?" Tanya Selin.

"Gak.." Dion menggeleng selagi duduk bersandar di sofa itu berharap tubuhnya kembali normal. Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa tubuhnya selalu seperti ini jika sedang tertekan? Gejala misqueen kah? Dion bahkan tak bisa berpikir sama sekali.

"Hana kok lama si?" Ega kembali mempertanyakan dan sepertinya mulai curiga dengan apa yang baru saja terjadi pada mereka namun enggan mempertanyakan. Apalagi melihat kondisi Dion terlihat tidak terlalu baik.

"Susul kali Ga.." Firza meminta Ega pergi alih-alih hanya cemas tak beralasan seperti itu.

"Telpon aja." Ega mager dan malah memilih mengangkat ponsel miliknya.

"Ck.. Lu mah.." Firza hanya bisa menggeleng melihat tingkah temannya yang satu ini.

"Dimana?" Tanya Ega begitu sambungan teleponnya tersambung. "Oh.. Ya udah.." Ega terlihat paham, lalu kembali menutup panggilannya lalu melemparnya sembarang di meja.

"Kemana?" Tanya Firza.

"Balik." Jawa Ega entengnya lalu malah melanjutkan makannya dengan tenang. Meski begitu, Ega sempat melirik Dion dan mempertanyakan sesuatu dalam hati. Namun bagi Ega, tak mungkin dia mengungkapkannya sekarang. Apalagi sekilas melihat Selin yang khawatir pada Dion. Ega langsung memalingkan wajah seolah tak ingin tau.

"Kenapa? Gak anter lu?" Tanya Firza lagi heran.

"Males. Laper gue. Biarin aja. Udah gede ini." Jawab Ega yang hanya mendapat gelengan dan kekehan dari yang lain. Ya. Beginilah sikap Ega. Dia sama sekali tidak berubah meski katanya berstatus pacaran. Ega selalu punya dunia sendiri tanpa terikat apapun. Bisa bayangkan bagaimana perasaan pacarnya jika tau Ega seperti ini? Dan begonya, meski Selin tau sikapnya memang sepertinya bawaan orok seperti itu, dia tetap tergila-gila.

"Pijitin Lin.." Dion menyodorkan tangan kanannya pada Selin sambil bergumam pelan.

"Sakit perut?" Tanya Selin berubah khawatir. Dion mengangguk pelan dengan raut kacau. "Kampungan banget si perut lu!" Cecar Selin pelan meski kemudian meraih tangan Dion untuk dia pijat-pijat berulang kali.  "Gak bisa kayaknya makan makanan yang enak dikit.." Keluhnya lagi.

Ega melihat pemandangan itu dan kemudian memalingkan wajahnya lagi seolah menyesal kenapa juga harus melihatnya lagi? Entah mengapa meski tau mereka kakak beradik, Ega selalu melihat hal yang lain dari sikap mereka. Ganjalan itu sudah berlangsung sejak lama, namun Ega masih juga tak berani mempertanyakan. Sudahlah.. Dia bahkan tak bisa melewati batas yang mereka buat. Ega hanya bisa menonton saja dari luar seperti ini. Bagi Ega, Selin dan Dion selalu punya dunia sendiri yang tak pernah bisa dia tembus orang luar. Termasuk dirinya.

.
.
.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top