2. Gak Percaya Ya Udah
Fachri kurang lebih baru satu bulan pindah. Dalam waktu sesingkat itu, Fachri sudah memiliki banyak teman. Mungkin semua itu karena Fachri memiliki sifat mudah bergaul dan terbiasa dengan kehidupan bebas sehingga teman dalam kalangan apapun, mudah beradaptasi dengannya.
Fachri juga menguasai bahasa Indonesia dengan lancar karena neneknya sehari-hari lebih sering menggunakan bahasa itu saat berbicara padanya. Jadi ia tidak kesusahan untuk menyesuaikan diri.
"Shin, pinjem laptop dong. Laptop milikku sedang eror. Aku mau nyalin kerjaan penting," pinta Vio.
"Gak bisa. Aku juga lagi nyalin kerjaan. Bos minta besok harus udah selesai. Pinjem punya Fachri aja sana!" perintah Shinta.
"Iye," balas Vio malas sembari berjalan ke kamar Fachri.
"Fac, Fachri___"
Vio mengetuk-ngetuk pintu kamar Fachri. Ia tak mau, kejadian waktu itu terulang lagi. Memalukan...
Vio mengetuk pintu kamar Fachri lebih kencang namun tetap saja tak ada jawaban.
Tak sabar, Vio akhirnya langsung masuk ke kamar Fachri.
"Ya ampun ini bocah mentang-mentang libur jam sembilan belum bangun," Vio mendekat ke sisi kanan ranjang, "Fachri bangun, aku pinjem laptopnya dong." Vio menggerak-gerakkan bahu Fachri.
"Ambil di meja," jawab Fachri tanpa membuka matanya.
"Bangun bocah! udah siang noh."
Vio berjalan ke arah tirai kemudian membuka tirainya.
"Silau Kak, aku masih ngantuk." Fachri menutup wajahnya menggunakan selimut.
"Dasar kebo!"
Vio berjalan keluar kamar Fachri sambil membawa laptop milik Fachri.
Sesampainya di kamar Shinta, Vio langsung tiduran dan menyalakan laptop milik Fachri.
"Intip foto-foto Fachri, gak dosa, kan? Meski tanpa izin," ucap Vio.
"Hmm." Shinta hanya berdehem tanpa minat.
"Wah... gila! Foto-fotonya," seru Vio.
"Apaan sih?" Shinta mengalihkan pandangannya ke arah Vio, ia ikut penasaran.
"Liat nih, foto Adik kamu sama cewek-cewek seksi di club malam lagi."
Vio memperlihatkan foto di layar laptop itu pada Shinta.
"Gila__ Adikku gaul banget!!" seru Shinta.
"Ini lagi ciuman, ceweknya beda-beda lagi," ucap Vio sambil terus melihat foto-foto milik Fachri.
"Maklum... mungkin udah kebiasaan dia di luar. Dia kan, besar di luar," ujar Shinta.
"Bener kata kamu, hidupnya bebas."
"Udah puas kepoin foto milikku?" Fachri muncul dari balik pintu.
"Udah bangun kamu, Kebo?" cibir Vio.
"Sini laptopku!" Fachri mengulurkan tangannya.
"Entar dulu. Aku aja belum jadi pinjem buat nyalin kerjaan."
"Sepuluh menit. Balikin." Fachri keluar dari kamar Shinta.
"Iya pelit!!" seru Vio sembari melanjutkan aktivitas kepo-nya.
"Album apa ini?" Vio menyalakannya dan terdengar music DJ menggema. "Keren banget," ucap Vio.
"Udah Kakak balikin, udah sepuluh menit." Fachri mengambil paksa laptopnya dan segera mematikan musiknya.
"Pelitt!!" teriak Vio.
"Diam! berisik kalian berdua. Keluar sana!" usir Shinta sambil mendorong keluar Fachri dan Vio kemudian mengunci pintu kamarnya.
"Gara-gara kamu nih." Vio cemberut.
"Yee___ Kakak yang berisik." Fachri tak terima.
"Lagian kamu pelit banget, pinjem doang pakai di waktu."
"Kakak pinjem atau kepoin aku?"
"Lagian aku cuma penasaran, teryata kamu bocah mesum."
"Mesum apaan?" tanya Fachri bingung.
"Tuh di album foto kamu, gak jelas semua. Bahkan ada yang ciuman juga."
"Ciuman bukan mesum lah, Kakak gak gaul," cibir Fachri.
"Eh__ bule somplak, gaul apaan kayak gitu jijay." Vio sok mau muntah.
"Gak usah munafik, Kakak mau juga?" goda Fachri.
"Ogahh!! amit-amit," balas Vio sambil bergidik ngeri.
Fachri hanya tertawa melihat kepolosan seorang Violeta Rosena.
***
Seperti biasa, Fachri setiap malam keluar untuk bekerja sebagai seorang DJ tanpa sepengetahuan keluarganya.
"Mau kemana kamu?" tanya Vio yang saat ini sedang asyik menonton televisi sendirian di ruang tengah sedangkan Shinta sudah tidur di kamarnya.
"Keluar cari angin."
"Jam sebelas malam gini yang ada masuk angin."
"Suka-suka aku dong." Fachri memakai sepatu dan merapikan letak tas ranselnya.
"Kamu gak niat kabur, kan?" tanya Vio menyelidik.
"Emangnya aku mau kabur kemana?"
"Mana aku tahu," jawab Vio acuh sambil berpaling, fokus kembali pada layar televisi.
Fachri tak bicara apapun lagi. Ia pergi terburu-buru karena sudah terlambat.
Sesampainya di tempat kerja, Fachri langsung berganti pakaian. Ia memiliki ciri khas khusus saat perform, memakai topi dan juga masker sehingga nampak misterius.
Saat tengah perform, Fachri melihat Anton bermesraan dengan seorang wanita namun Fachri berusaha tidak ikut campur urusan orang lain. Lagipula saat ini ia tengah bekerja.
Kini waktu menunjukkan, pukul tiga dini hari. Waktunya bagi Fachri untuk pulang. Ia sudah sangat mengantuk.
"Dasar tidur gak tahu tempat," cibir Fachri saat ia sampai rumah melihat Vio ketiduran di sofa depan televisi.
Fachri mengambil selimut dan bantal yang ada di kamar tidur khusus tamu yang tak jauh dari ruang televisi kemudian Fachri merapihkan posisi tidur Vio dan memakaikan bantal beserta selimut untuknya.
"Met istirahat," ucap Fachri bergegas ke kamar untuk tidur karena nanti harus berangkat ke sekolah.
***
Vio menggeliat dan menguap saat bangun.
"Siapa yang ngasih bantal dan selimut," gumam Vio heran saat mendapati kedua benda itu namun kemudian Vio mengedikkan bahu tak peduli lalu bangun menuju kamar Shinta untuk bersiap kerja.
"Fachri bangun!! Kamu sekolah, kan?!" teriak Shinta. Ia bertugas untuk membangunkan Fachri.
"Kebo, mana bisa bangun pagi," cibir Vio saat melihat Shinta tengah berusaha membangunkan Fachri.
"Fachri bangun, sekolah entar telat." Shinta masih berusaha membangunkan Fachri dan mengabaikan Vio yang kini sudah masuk ke kamarnya.
"Shin__ cepat siap-siap entar malah kita yang telat," ujar Vio ketika sudah selesai mandi.
"Tapi Fachri belum bangun,"
"Udah, kamu siap-siap dulu aja. Aku yang bangunin Fachri."
"Emang kamu bisa?"
"Gampang." Vio menjentikkan jarinya.
"Ok deh."
Shinta pun ke kamar untuk bersiap sedangkan Vio membuka tirai kamar Fachri dan menarik selimut yang di kenakan Fachri kemudian membuangnya asal.
"Kakak!!" seru Fachri karena selimut yang ia kenakan di buang sembarangan oleh Vio.
"Astaga!! mataku masih suci."
Vio langsung menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. Vio terkejut karena Fachri tidur hanya menggunakan celana boxer pendek saja.
"Kakak kalau mau jangan pagi-pagi gini, aku masih ngantuk, Kak," ucap Fachri.
"Eh Kebo, apa maksud kamu? Aku ke sini buat bangunin kamu. Emang kamu gak sekolah?" Vio masih menutup matanya.
"Buka matanya, ngomong sambil merem gitu. Aku sosor bibirnya baru tahu rasa," goda Fachri.
"Sudah pakai baju belom?"
"Udah."
Vio membuka sebelah matanya untuk memastikan sambil mengintip di sela jari tangan.
"Ahh__ternyata sudah. Sekarang kamu buruan mandi terus sekolah."
"Hemm," jawab Fachri singkat, ia masih ngantuk namun tetap bangun masuk kamar mandi.
Setelah memastikan Fachri sudah ke kamar mandi. Vio turun menuju meja makan untuk sarapan bersama Shinta.
"Shin, sekarang kok Mamah kamu jarang di rumah, ya?" tanya Vio penasaran karena akhir-akhir ini jarang melihat Tante Mery di rumah.
"Mamah sekarang ikut Papah kerja ke luar negeri."
"Ohh gitu."
Vio dan Shinta berbincang-bincang ringan lalu terhenti saat melihat Fachri turun sudah menggunakan sragam sekolahnya.
"Sekolah acak-acakan gitu," sindir Vio.
"Acak-acakan gini juga banyak cewek yang naksir," balas Fachri sombong.
"Idih mereka lagi khilaf kali," sinis Vio.
"Khilafnya keterusan, pada ngejar-ngejar terus."
Fachri duduk di kursi berhadapan dengan Vio.
"Terus kamu udah punya pacar?" tanya Shinta.
"Gak. Ngapain pacaran, males banget," ujar Fachri.
"Berarti foto-foto kamu sama cewek terus ada juga yang ciuman itu semua bukan pacar kamu?" tanya Vio penasaran.
"Bukan," balas Fachri singkat.
"Kalau bukan pacar kenapa mau ciuman?" tanya Shinta heran.
"Mereka yang nawarin. Aku embat aja."
"Dasar gak setia," cibir Vio.
"Gak ada yang setia kali," timpal Fachri.
"Ada lah. Contohnya Anton, udah rajin kerja sampai malam, setia , gak pernah keluyuran malem apa lagi main cewek."
Vio membanggakan Anton yang menjadi pacar sekaligus calon tunangannya.
"Semua itu cuma topeng, munafik sok baik, mendingan aku ke mana-mana. Sudah cakep plus apa adanya lagi."
"Dasar bocah!! kenal juga enggak sudah ngomong sembarangan," tegur Vio.
"Gak percaya ya udah, lagian bukan urusanku, paling juga kalau Kakak tahu bakal mewek tujuh hari tujuh malem."
"Dia gak kayak kamu. Masih bocah, mainnya sama cabe-cabean dan tante girang. Dasarn___ bule omes bin somplak plus tengil."
"Gak usah ngehina nanti juga Kakak naksir," balas Fachri dengan PD-nya.
"Dalam mimpi!!" seru Vio.
"Udah, ayo sarapan!" kalian berdua ribut mulu kalau ketemu kayak kucing dan tikus. Tahu gak sih?" Shinta berusaha menengahi karena pusing mendengar ocehan Fachri dan Vio.
"Dia duluan."
Fachri dan Vio saling tunjuk satu sama lain.
"Astaga___ udah. Sekarang, Fachri kamu berangkat sana, dan Vio ayo kita berangkat kerja," ucap Shinta tak berselera makan lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top