Bab 02

Di sisa perjalanan kami lalui tanpa perdebatan. Aku diam. Jay pun sama. Itu artinya kami sama-sama tahu jika percakapan tadi berakhir tanpa mencapai kesepakatan. Permintaan Jay kuabaikan dengan terang-terangan.

"Turunkan aku di depan," pintaku karena sebentar lagi kami tiba di rumahku. Aku memintanya agar menurunkanku di depan pintu gerbang. Jay tidak perlu mengantarku masuk ke halaman apalagi ke dalam rumah. "Kamu pasti sibuk, kan?"

"Aku tidak sibuk." Ia mengelak.

Aku tadi hanya menyindir Jay. Jika ia bisa menyisihkan waktu untuk sekadar menjemputku ke bandara, artinya Jay tidak sesibuk itu. Namun, karena ucapan Jay tadi membuatku sudah kehilangan minat untuk mengajaknya mampir. Meskipun sebenarnya Mama sangat senang jika Jay datang berkunjung ke rumah kami, apalagi Mama sudah lama tidak bertemu dengan pria itu.

"Tapi aku lelah." Aku mencari alasan.

Jay tak menyahut. Pria itu mulai menepikan mobilnya dan berhenti persis di depan pintu gerbang rumahku.

"Aku akan mengambil kopermu." Dengan sigap Jay melompat turun dari jok dan bergegas menuju ke bagasi belakang untuk mengambil koperku. Sementara aku berdiri menunggunya di dekat pintu gerbang.

"Thanks." Aku mengambil alih koperku dari tangan Jay sembari mengucapkan terimakasih.

"Beristirahatlah."

"Kamu juga, hati-hati di jalan," balasku.

Aku masuk ke dalam rumah tanpa menunggu mobil milik Jay meluncur pergi.

"Kamu sudah pulang, Nad? Apa Jay yang mengantarmu tadi?"

Begitu menutup pintu, Mama langsung menyambutku dengan pertanyaan. Aku menduga jika wanita itu sempat menyingkap gorden untuk sekadar mengintip kepulanganku. Mama cukup peka dengan suara mobil yang berhenti di depan pintu gerbang.

"Ya," sahutku malas. Dan yang kutakutkan terjadi juga.

"Kenapa tidak disuruh mampir? Apa Jay sibuk? Mama sudah lama tidak bertemu dengannya," cecar wanita itu seolah ingin menyalahkanku karena membiarkan Jay pergi begitu saja tanpa sempat 'say hi' dengan Mama.

"Nando mana, Ma?" Karena enggan berbohong pada Mama, aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Kamu bertengkar dengan Jay?"

Pengalihan topik yang kulakukan justru mengundang kecurigaan Mama. Mungkin sikapku terlalu kentara di matanya.

"Tidak, Ma. Aku hanya capek. Jay juga tidak bilang mau mampir tadi. Kapan-kapan aku suruh dia mampir, deh," kataku untuk menghibur hati Mama.

"Kalau dia memang sibuk, biarkan saja. Mama juga tidak mau mengganggu. Proyek resortnya di Bali belum kelar, kan?"

Aku mengerutkan kening. Sejak kapan Mama tahu tentang proyek Jay di Bali? Seingatku aku tidak pernah memberitahunya soal itu.

"Apa Mama sering menghubungi Jay?"

"Tidak sering. Hanya sesekali," sahut Mama. Tanpa beban wanita itu mengakui jika ia sesekali menghubungi Jay. Apa mungkin Mama juga yang memberitahu Jay kalau aku kembali bekerja sebagai pramugari?

"Memangnya apa yang Mama bicarakan dengan Jay?"

"Tidak banyak. Hanya tanya seputar kabar dan apa yang dia lakukan. Itu saja."

Pasti lebih dari itu, tapi Mama sengaja menyembunyikannya dariku.

"Apa Nando sudah pulang?" Aku memilih untuk tidak memperpanjang pembahasan tentang Jay dan beralih pada adik laki-lakiku.

"Dia di kamarnya sejak siang. Tapi simpan dulu kopermu dan ganti seragammu."

Sesuai perintah Mama, aku bergegas pergi ke kamar untuk berganti pakaian dan meletakkan koper. Setelahnya aku bergerak menuju kamar Nando.

"Do!"

Aku mengetuk pintu kamar Nando yang tertutup rapat beberapa kali sebelum membuka dan menerobos masuk ke dalam. Adik laki-lakiku itu terlihat sedang menekuri ponsel seraya duduk santai di kursi kesayangannya.

Aku menghampiri meja belajar Nando.

"Sibuk?"

Nando mengangkat kepala sebentar, menggumam tidak jelas, lantas kembali menunduk.

"Apa kamu tahu siapa yang memberitahu Jay kalau aku kembali bekerja?" Aku tidak butuh basa-basi dan langsung mencecar Nando. Lagipula ia pasti tidak akan suka kuganggu.

"Bukan aku." Meskipun ia tampak fokus pada layar ponselnya, tapi Nando masih cukup perhatian terhadap situasi di sekelilingnya.

"Jadi benar Mama?" desakku.

Nando menghela napas, lalu menatapku.

"Memangnya siapa lagi kalau bukan Mama? Di rumah ini, orang yang paling ingin Kakak segera menikah kan cuma Mama. Kalau kalian menikah, Kak Nadia tidak perlu lagi menjadi pramugari. Dengan begitu Mama tidak perlu lagi kepikiran tentang keselamatan Kak Nadia."

Maka dari itu Mama memberitahu Jay. Mama ingin Jay menghentikanku dari menjadi pramugari. Secara tidak langsung Mama ingin mendorong Jay agar segera menikahiku. Dengan menjadi istri Jay, semua kebutuhan hidupku akan terpenuhi dan Mama bisa tidur dengan nyenyak tanpa perlu mengkhawatirkan keselamatanku.

"Kamu juga ingin aku cepat-cepat menikah dengan Jay?"

Siapa tahu di lubuk hati Nando yang paling dalam juga menginginkan hal yang sama. Kalau aku sudah menikah dengan Jay, maka ia tak akan sungkan lagi jika ingin meminta uang dari Jay. Adik laki-lakiku itu memang sedikit materialistis.

"Memangnya aku pernah bilang seperti itu?" Ia berusaha mengelak, tapi aku tidak boleh langsung memercayainya.

"Tidak, tapi bisa saja diam-diam kamu mendukung Mama. Aku tahu selama ini Jay mengirim sejumlah uang ke dalam rekening tabunganmu."

Nando cukup kaget mendengar pengakuanku. Ia memang tidak pernah mengatakan mendapatkan sejumlah dana dari Jay, tapi aku tahu kalau Jay mengiriminya uang. Nando juga mendapatkan uang saku dariku dan Mama. Jadi, ia mendapatkan jatah dobel dari kami bertiga.

"Memangnya kalau aku ingin kalian cepat-cepat menikah, kalian akan segera menikah? Tidak, kan?"

"Tapi kalau aku dan Jay menikah, kamu bisa dapat uang saku lebih banyak dari Jay. Bukannya kamu diuntungkan dari pernikahan kami?"

"Benar. Tapi, apa pendapatku penting buat kalian? Mau menikah sekarang atau nanti, itu urusan kalian. Aku bukan Mama yang suka mencampuri urusan orang," tandas Nando kelihatan sewot parah.

Aku enggan menanggapi. Nando memang bukan pelakunya. Mama lah yang telah memberitahu Jay perihal pekerjaanku. Meski sangat kecewa atas tindakan Mama, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa.

"Memangnya Kak Jay marah karena Kak Nadia bekerja sebagai pramugari?"Akhirnya Nando sadar permasalahan yang menimpaku sekarang.

"Ya, bahkan dia memintaku untuk berhenti. Aku yakin Mama yang menyuruhnya."

"Lalu?"

"Apa?"

"Kak Nadia mau berhenti jadi pramugari atau tidak?"

Aku menggelengkan kepala kuat-kuat.

"Kamu tahu aku menyukai pekerjaanku. Tidak mungkin aku berhenti begitu saja hanya karena seseorang memintaku berhenti."

"Sekalipun itu Jay?"

"Bukan Jay, tapi Mama. Mama yang sudah meracuni pikiran Jay agar menyuruhku berhenti."

Meskipun Mama sudah merestui aku menjadi pramugari, tapi aku yakin di dalam hatinya terselip kekhawatiran atas keselamatanku. Dan Mama sengaja memanfaatkan Jay.

"Tapi pada akhirnya Kak Nadia harus berhenti jadi pramugari suatu saat nanti."

"Ya, tapi bukan sekarang," sahutku seraya menepuk pundak Nando, lantas berlalu dari tempatku berdiri. Aku berjalan ke arah pintu kamar dan keluar.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top