BF 03
Jam istirahat pertama berbunyi. Setelah guru di kelas meninggalkan ruangan, satu persatu murid keluar kelas.
Masih ada beberapa siswa yang berada di dalam kelas, salah satunya Fenly. Mood Fenly pagi tadi sedikit memburuk akibat perlakuan sang Ayah Ricky, tetapi berubah lebih baik semenjak masuk kelas.
Fenly lebih suka belajar dan berinteraksi di sekolah daripada harus bertemu dengan Ricky untuk saat ini. Suasana di rumah cukup membuat Fenly hanya berdiam diri dan mengikuti aturan sang Ayah.
Helaan napas pelan Fenly jika mengingat kejadian tadi pagi. Fenly pun memilih untuk menuju ke kantin, cacing di perutnya sudah mulai berdemo.
"Fen, mau ke kantin?" tanya siswa berkacamata bulat dan berwajah seperto Bayi.
"Hmm," gumam Fenly.
Di kelas Fenly terkenal akan sikap dingin dan jarang berinteraksi antar teman sekelas. Fenly juga tidak terlalu perduli dengan omongan mereka tentang dirinya.
Fenly kembali berjalan tanpa menolehkan kepala ke sang siswa tersebut. Siswa itu tak mau menyerah, dia berusaha mengejar Fenly yang sudah jauh di depan.
"Fenly! Tungguin gue!" seru siswa berkacamata.
Dan Fenly tak memperdulikannya. Puluhan mata memandangi Fenly penuh argumen. Fenly menatap dingin mereka balik, semua yang melihat langsung tak berani.
"Fenly!"
Akhirnya siswa tersebut sampai di sebelah Fenly berjalan. Dia berusaha mensejajarkan langkah kaki kecilnya dengan Fenly.
"Fen, bisa kali jalan pelan-pelan saja. Gue capek tahu kejar lo kayak gini." Siswa itu menggerutu.
"Gue nggak menyuruh lo untuk mengejar juga. Jadi, terserah gue mau jalan cepat atau lambat. Nggak ada urusan ya sama gue." Fenly menjawab dengan ketus.
Tetapi siswa itu tak menghiraukan. Sudah hampir satu tahun sekelas dengan Fenly, siswa itu masih saja mendekati dirinya.
"Iya dah, Fen. Gue diam saja," balas siswa itu cemberut.
"Bagus!" sahut Fenly cepat.
"Sabar Soni... Orang sabar di sayang Tuhan," ucap siswa bernama panggilan Soni mengelus dada pelan.
Zweitson Romeo, biasanya di panggil Soni, Zweit, ataupun Bayi. Pemuda yang memiliki ciri khas memakai kacamata bulat seperti Nobita sudah menemani Fenly cukup lama. Soni sangat menyukai hal-hal dalam bidang fotografer bergaya estetik.
Fenly memasuki kedua tangan di saku celana. Siswi-siswi yang melihat 'Pangeran Es' julukan untuk Fenly semakin histeris.
"Aduh, gue pengen deh jadi pacar ya Fenly,"
"Hus! Halu saja kerjaan lo! Fenly tuh pantas ya sama gue!"
"Yee... lo juga sama saja tukang halu,"
"Lah bodo! Situ ngajak ribut?!"
"Ayo! Gue nggak takut sama lo juga!"
Dan akhirnya kedua siswi yang memperebutkan posisi sebagai kekasih Fenly saling jambak-jambakan. Mereka sampai berguling-guling di lantai.
Mau tau respon Fenly?
Dia pun tak perduli. Fenly terus berjalan, lalu sampailah dirinya dan Zweitson yang mengikutinya di kantin.
"Fen, gue pesanin kaya biasa ya," ujar Zweitson lalu mencari tempat duduk kosong untuk mereka nanti.
Fenly tak menjawab. Dia langsung pergi menuju beberapa stan makanan. Menu kali ini sepiring somai dan es jeruk menjadi pilihannya. Dia juga membeli semangkok bakso serta es teh manis.
Tak lama bagi seorang Zweitson mendapatkan tempat duduk. Dia tinggal berucap untuk Fenly dan siswa atau siswi yang duduk di tempatnya memilih mengalah.
"Hahaha... cara ini masih sukses juga," ucap Zweitson mengambil posisi duduk.
Fenly pun datang dengan senampam berukuran besar. Pesanan untuk dirinya dan Zweitson sudah tersusun rapi di atas meja.
"Wahh... Fenly tahu saja kesukaan gue. Terima kasih ya," ujar Zweitsong senang.
"Hmm," jawab Fenly.
Fenly awalnya sangat terusik dengan kehadiran Zweitson. Namun, seiring berjalan ya waktu dia membiarkan Zweitson mengikutinya seperti anak ayam. Walau, sifatnya masih tetap dingin.
"Mari makan!" seru Zweitson tak sabaran.
"Berdoa dulu," ucap Fenly berwajah datar.
"Ah iya, oke deh," balas Zweitosn.
Keduanya berdoa, lalu makan dengan suasana tenang. Bagi yang melihat Zweitson bisa duduk dengan Pangeran Es membuat mereka iri kepadanya.
......
Fajri di jam istirahat pertama memilih untuk nongkrong di rooftop. Tempat itu sudah menjadi markas ya dengan Fiki sejak pertama kali menginjak sekolah ini.
Hembusan angin menerpa wajah tampan Fajri. Dia berdiri di pinggir pagar menikmati angin pagi menjelang siang.
Pikiran Fajri sedikit terusik dengan kehadiran kenangan lima tahun silam. Fajri sampai sekarang tak menyangka harus berpisah dengan sang Papa dan kini tinggal bersama sang Mama.
"Pa... Aji kangen sama Papa Iky," gumam Fajri.
Fiki cukup mendengar. Pemuda jangkung dan berpipi chubby sudah mengenal Fajri sejak umur sepuluh tahun. Fajri dan Mama ya baru pindah di sebelah rumah Fiki di dalam komplek.
"Ji, kantin yuk, gue lapar nih." Fiki merengek.
Fajri menatap Fiki malas. "Lo saja sono, gue lagi nggak lapar."
Fiki mendecak kesal. Dia pun berdiri, lalu berjalan mendekati Fajri. Di tepuk pundak Fajri kasar.
"Kalau lo masih galau, mending ketemu saja sama Papa lo itu," ucap Fiki memberi saran.
"Nggak semudah itu, Pikipaw," balas Fajri kesal.
"Yaelah, tinggal datang terus temu kangen selesai kan," ujar Fiki tak mau kalah.
Fajri menghela napas kasar. Dia mengepalkan kedua tangan erat, lalu menatap Fiki tajam.
"Sekali lagi lo bicara kaya gitu. Nih tangan siap banget ketemu sama pipi mirip pempek itu." Fajri mengancam.
Fiki menelan saliva kasar. Kalau Fajri sudah dalam mode itu lebih baik dia memilih bungkam.
"Bagus, itu baru sahabat gue yang penurut," ucap Fajri melirik Fiki sekilas.
"Bodo ah! Gue mau ke kantin dan... lo nggak boleh nitip!" seru Fiki.
"Terus? Masalah buat gue?" sindir Fajri.
Fiki tak mau membalas lagi. Dia pun memilih pergi menuju ke pintu, lalu mengisi perut kosong ya di kantin.
Kini tinggal Fajri seorang diri. Fajri menghela napas kasar. Emosi dan mood ya tidak stabil jika dalam kondisi seperti ini.
Fajri merogoh saku celana seragam. Sekotak bungkus rokos ia keluarkan berserta korek gas.
"Lebih baik gue menangkan diri demgan merokok," gumam Fajri.
Sebatang rokok sudah ia jepit di antara kedua jari, ia nyalakan korek gas. Fajri mulai menikmati benda yang sebenarnya dilarang keras oleh sang Papa.
"Maafin Aji ya Pa. Aji melanggar ini," ucap Fajri mengeluarkan kepulan asap dari mulut.
Fajri menikmati suasana tenang di rooftop hingga sebatang rokok telah habis. Bel masuk juga telah berbunyi, Fajri memilih untuk membolos pelajaran.
.
.
.
.
.
[25/11/2021]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top