Chapter 9
Kau bisa menutup mata dan menulikan pendengaranmu
Namun, mengapa hatimu masih menanti?
Hari-hari terus berlalu, meninggalkan semua hal yang tidak mungkin diulang kembali. Manusia hanya mampu untuk menjadi yang terbaik dari sebelumnya agar mereka tidak jatuh dalam lubang yang sama.
Sama halnya dengan Rinne. Kali ini dia sedang berkonsentrasi untuk menembus beberapa pasar gelap dengan berbagai cara, baik cara halus ataupun kasar, ia lakukan demi kemajuan perusahaannya.
Sementara (Name), ia telah mengalami kemajuan dalam hidupnya. Ia diangkat menjadi fotografer profesional dan ia pun memiliki toko bunganya sendiri.
Namun, ada beberapa hal yang sudah lama (Name) pikirkan semenjak ia mendapatkan posisi itu, pernikahan.
Ya, ini saatnya (Name) mulai memikirkan masa depan. Membuka lembaran baru dengan seseorang yang benar-benar ia cintai.
Tidak lupa, ia pun berterima kasih pada kesibukan yang membuat dirinya cepat melupakan hal-hal yang sangat ingin ia lupakan. Meskipun tidak mudah, tetapi selama ada kemauan, pasti disitu ada jalan.
"Kerja bagus, (Last name)-san!"
"Um, kerja bagus juga untukmu," balas (Name) pada model yang baru saja ia ambil gambarnya. Dan helaan nafas lelah pun (Name) keluarkan sembari melihat hasil gambarannya.
'Cantiknya,' batin (Name) yang mengagumi beberapa model yang baru saja ia foto.
"Fotomu jauh lebih cantik dibandingkan mereka, (Name)."
Suara itu membuat (Name) membeku yang membuat jantungnya berdegup kencang dari sebelumnya. Selain itu, suara itu sudah lama tidak (Name) dengar.
"Michelle ...," gumam (Name) dengan pandangan yang belum lepas dari kameranya.
"Ternyata kau jauh lebih cantik dari tiga tahun yang lalu ya, (Name)," ucap Michelle sembari mendekati (Name) yang terus mundur atau lebih tepatnya, berusaha menghindari dirinya.
"Sudahlah, (Name). Kau tidak perlu takut seperti itu. Biasa saja. Lagipula, Amagi Rinne sudah tidak ada didekat mu lagi." (Name) langsung menundukkan kepalanya perlahan.
Dan ya, memang benar jika Rinne sudah tidak disekitarnya lagi. Namun jika seseorang menyebut namanya, entah mengapa lukanya kembali terbuka. Bahkan, tembok yang telah ia bangun cukup lama pun kini mulai goyah.
"Ada apa, (Name)? Apa aku salah?" ucap Michelle dengan tangan kanannya yang telah menyentuh dagu (Name). Dan mau tidak mau, (Name) hanya bisa memandang pria itu dengan tatapan yang mengatakan sebuah ancaman jika ia berani menyebut nama Rinne lagi.
"Ayolah (Name), mengapa kau jadi gadis pendiam seperti ini? Padahal, saat terakhir kali kita bertemu, kau sangat membela Rinne," pancing Michelle yang membuat (Name) melabrak dirinya.
Namun, tegasnya (Name) justru membuat Michelle semakin tertarik padanya. Dan kini ia pun mulai sadar akan daya tarik (Name) yang membuat Rinne bisa menjadikan gadis itu sebagai pet nya.
Ya, tentunya bukan hanya cantik. Melainkan, banyak sekali sikap dan sifat dari sang gadis yang belum banyak ditunjukkan pada siapapun.
"(Name)! (Name)! Mari kita kencan!" Michelle masih berusaha mengejar (Name) yang tampak terburu-buru. Meskipun begitu, (Name) tidak akan bisa bertemu dengan kru nya.
Tentunya karena Michelle telah merencanakan ini semua. Ia telah mengatur jika kru (Name) harus menyingkir terlebih dahulu agar ia bisa leluasa mendekati sang gadis.
Dengan cara apa Michelle melakukannya? Jawabannya adalah mentraktir rekan dan kru (Name) untuk makan malam di restoran bintang lima yang lokasinya cukup jauh dari tempat ini.
"Ayolah, (Name). Aku tidak ingin berbuat jahat. Aku hanya ingin meminta bantuanmu," ucap Michelle yang telah berhasil menahan kepergian (Name).
"Bantuan? Kau punya banyak anak buah, tetapi kau meminta bantuan pada orang rendahan sepertiku? Jangan bodoh," ucap (Name) dengan dinginnya.
"Aku harus hadir dalam acara pernikahan temanku, tapi aku tidak tahu akan mengajak siapa. Jadi, bolehkah aku meminta bantuanmu untuk menemaniku ke pesta itu?" (Name) pun tampak berpikir untuk menerima tawaran itu. Karena, (Name) merasa ada yang aneh dengan ajakannya.
Ya, pasti ada yang aneh. Dan karena ia ingin memastikan sesuatu, maka ia pun langsung menyetujuinya begitu saja.
"Esok, jam tujuh malam, aku akan menjemputmu," ucapnya lalu Michelle pun pergi dengan senyuman di wajahnya.
Setelah kepergian pria itu, (Name) langsung mendudukkan diri dengan paksa. Tidak lupa, ia pun tampak membenamkan wajahnya dalam lipatan tangannya dengan pikiran yang melayang pada satu hal yang sudah lama tidak ia lakukan.
*****
Tepat pukul tujuh malam, Michelle menepati ucapannya untuk menjemput (Name). Dan, jangan tanya mengapa Michelle bisa mengetahui apartemen (Name) yang baru.
Karena, (Name) sendiri yang memberitahu dimana ia tinggal pada pria itu.
"Seperti biasanya, (Name) memang cantik," ucap Michelle setelah melihat (Name) keluar mengenakan gaun selutut berwarna biru langit dengan sepatu hak tinggi yang senada dengan gaunnya. Tidak lupa, rambutnya pun ia gulung yang membuat kesan anggun dan manis secara bersamaan.
Dengan segera, Michelle pun langsung membukakan pintu dan mempersilakan (Name) masuk terlebih dahulu. Setelahnya, ia pun mengikuti (Name) untuk masuk dalam limosin yang sengaja ia bawa untuk malam ini.
M
obil terus melaju diantara gelombang manusia. Mereka tampak berbaris rapi, menunggu lampu mempersilakan mereka untuk bergerak.
"Aku tidak ingat jika kau memakai cincin," ucap Michelle yang memecah keheningan diantara mereka. Dan dengan segera, (Name) pun menatap jarinya yang tersemat cincin itu dengan sebuah senyuman tipis, "Ini peninggalan ibuku. Ia sudah tiada selama lima bulan yang lalu."
Mendengar hal itu, Michelle hanya diam. Ia tidak ingin mendengar apapun yang menyangkut kesedihan.
"Kau dan Amagi-san ... bagaimana bisa bertemu?" tanya (Name) tanpa melihat situasi dan kondisi dari lawan bicaranya. Michelle tampak menghela nafas panjang, seakan-akan tidak berminat akan topik yang telah dibuat.
*****
Michelle tetap tidak ingin mengatakan apa yang ditanyakan oleh sang gadis. Ia seolah-olah ingin menjadikan itu sebagai bahan obrolan saat di pesta. Hitung-hitung, agar tidak bosan.
"Jadi, apa kau masih penasaran, Honey?" tanya Michelle sembari memberikan segelas anggur pada (Name).
"Maaf, aku tidak minum-minuman keras. Dan ... ya, aku masih penasaran," ucap (Name) sembari menerima minuman dingin yang telah diambilkan lagi oleh Michelle.
"Kenapa tidak kau tanyakan langsung padanya?" ucap Michelle yang terkesan menahan penjelasannya.
"Ayolah, ceritakan padaku," ucap (Name) dengan manisnya yang membuat Michelle terkekeh. Bahkan, kecantikan dan kemanisan (Name) pun mampu membuat Michelle tidak berpaling darinya.
"Hanya orang-orang bodoh yang tidak mengenalnya. Dia bos mafia terbesar dan dia pun pernah menjalin kerjasama denganku. Hanya saja, sudah dua tahun dia memutuskan hubungannya denganku karena dia merasa jika aku telah merebut hal yang penting darinya," jelas Michelle setelah meneguk segelas anggur sembari menunjuk Rinne yang tengah asik mengobrol dengan seseorang yang tidak asing di mata (Name).
"Itu sahabat mu, bukan? Dia bersama Rinne. Dan kurasa, Rinne sudah melupakanmu," sambung Michelle yang tidak menyadari perubahan suasana (Name).
Disisi lain, Rinne tengah asik bergerombol dengan kenalannya. Namun, maniknya menangkap sosok gadis yang telah menyelamatkan dirinya.
Namun, ada hal yang berbeda darinya. Ya, ia bersendau gurau dengan seorang pria yang sangat ingin ia bunuh detik ini juga.
Hei, apakah (Name) dengan mudahnya melupakan penyelamatan Rinne untuknya? Bahkan, beberapa orang dari Rinne menjadi korban atas penyelamatan itu.
"(Name)-chan juga dekat dengan orang-orang disini ya, gumam gadis disebelahnya.
"Apa maksudmu?" tanya Rinne yang langsung dijawab oleh gadis itu dengan gelengan singkat, "(Name) memang gadis idaman sedari dulu. Cantik, manis, pemberani, ramah, selalu memaafkan. Intinya, apapun pada dirinya adalah hati malaikat. Aku selalu merasa ini padanya, walaupun aku selalu mendukungnya apapun yang terjadi."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top