Chapter 6

Apakah aku berhak bersama dengannya?





















Pagi telah hadir dan para manusia pun telah memulai aktivitasnya. Walaupun sekadar olahraga, namun itu pun harus dilakukan agar tubuh tetap bugar.

Tetapi, pagi ini (Name) bangun dengan kondisi sangat lesu. Seakan-akan lumpuh, ia tak mampu bergerak dari ranjang.

Mengetahui hal tersebut, Hana buru-buru menyampaikan pada Rinne yang membuat Rinne menunda untuk berangkat ke kantornya.

"Kau pusing?" tanya Rinne setelah memeriksa dahi (Name) yang tidak panas.

"Tidak, aku baik-baik saja. Mungkin hanya kelelahan. Tapi, tetap aku baik-baik saja."

"Jangan berlagak kuat dihadapan ku."

(Name) tersenyum singkat mendengar ucapan Rinne lalu berkata, "Apakah aku pantas bersamamu?"

Rinne pun tersenyum mendengar pertanyaan (Name). Ia pun beranjak dari kasur dan berdiri dihadapan jendela seraya berkata, "Semua yang menentukan adalah dirimu. Jika kau merasa tak pantas, maka kau boleh pergi dari sini. Dan jika kau merasa pantas, kau boleh tinggal disini."

"Tapi ... kau akan terus mengejar ku jika ku tak berada disini," ucap (Name) dengan lemahnya.

'Karena kau milikku,' batin Rinne.

"Jadi, apakah itu pernyataan jika kau tak pantas?" tanya Rinne sembari menatap sang gadis yang kini bagai mayat hidup. (Name) pun tertawa pelan lalu berkata, "Aku tak tahu."

'Karena aku ingin mendengar yang sesungguhnya darimu,' batin (Name).

"Apa yang dia katakan padamu?"

"Eh?"

"Pria itu, apa yang dia katakan padamu?" tanya Rinne yang menangkap gerak-gerik aneh pada gadisnya.

"Itu ... tidak ada apa-apa," jawab (Name) sembari menundukkan wajahnya.

"Jika tidak ada apa-apa, mengapa kau ketakutan?" Rinne pun sedikit meninggikan suaranya yang membuat (Name) sedikit terkejut.

"Aku ...."

Rinne dan (Name) pun bicara bersamaan dan membuat mereka terdiam.

"Kau duluan," ucap Rinne dengan tatapan serius.

"Aku tidak berhak menanyakan hal tersebut, jadi ... tolong maafkan aku. Secepatnya aku akan pergi dari sini," ucap (Name) yang tidak sanggup menatap manik Rinne. Karena baginya, saat ini Rinne sangat menakutkan dibandingkan Rinne yang biasanya.

"(Name) ...."

"Lagipula, aku hanya menumpang disini, bukan? Jadi, setelah sembuh, aku akan benar-benar pergi," ucap (Name) yang menjadi akhir dari pembicaraan mereka pada pagi hari ini.

Setelahnya, Rinne langsung meninggalkan ruangan tersebut karena pekerjaan dadakan yang memaksanya harus berada di singgasananya pagi ini. Memang cukup menyebalkan, karena Rinne masih ingin berdebat, atau lebih tepatnya berbicara dengan sang gadis atas ucapannya.

*****

Pagi berubah menjadi siang. Mentari yang semula hangat telah berubah menjadi ganas.

Bahkan sinarnya pun mampu membuat kulit manusia terbakar jika tidak memakai pelindung. Begitu juga dengan pikiran Rinne. Ia sangat memikirkan kondisi sang gadis yang mengalami trauma.

Meskipun ia bukan psikologis, namun ia tahu jika gadis itu mengalami tekanan selama ia berada dalam jangkauan dirinya. Tetapi, berkat gadis itu pula, Rinne tidak terlalu membahayakan nyawanya untuk adu tembak dengan beberapa mafia yang notabenenya adalah saingan bisnis gelapnya.

Pemikiran Rinne pun terpaksa dihentikan untuk kembali ke kenyataan. Ya, sebuah deringan telepon memaksanya untuk kembali ke dunia nyata.

"Halo?" ucap Rinne yang dibalas dengan ucapan tergesa-gesa dari lawan bicara. Dan jelas, pernyataan lawan bicaranya membuat Rinne semakin merasa bersalah.

Bagaimana tidak, lawan bicaranya memberitahu jika (Name) kabur setelah ditinggalkan sejenak. Entah kemana perginya, tapi yang jelas, Rinne merasa jika (Name) pergi belum jauh.

"Urie, cepat cari tahu kemana dia pergi," titah Rinne yang membuat Urie langsung melaksanakannya walaupun dengan terpaksa sekaligus bingung.

Yah, setidaknya Urie tidak harus mencari hewan peliharaan yang hilang.

'Tunggu, (Name) adalah pet Rinne. Argh! Sial!,' batin Urie yang kini tengah berada di lingkungan perkotaan.

Namun, disaat ia tengah melihat lingkungan sekitar, maniknya menatap hal yang tidak asing. Ia merasa mengenal dengan gaya rambut gadis itu. Hingga pada akhirnya, Urie pun membuntuti gadis itu.

Perlahan namun pasti, ia mengendap-endap. Bahkan ia pun berjalan seperti biasanya. Memang luar biasa kemampuan beberapa mafia dalam mengincar mangsa.

Dan tidak lam kemudian, ia berhenti disalah satu rumah sederhana. Lalu, tampaklah gadis tersebut yang masuk dengan santainya.

'Aku rasa, itu rumahnya,' batin Urie setelah melihat papan rumah yang bertuliskan marga (Last name) serta wajah (Name) secara sekilas. Setelahnya, ia langsung menelfon Rinne.

Tidak butuh waktu lama bagi Rinne untuk merespon. Mungkin, inilah yang dinamakan untuk orang yang jatuh cinta atau lebih tepatnya terobsesi pada suatu hal. Maka, ia tidak akan melepaskannya begitu saja.

*****

Ting tong~♪

Bel terus berbunyi berulang kali yang membuat sang gadis harus membuka pintu. Dan saat pintu dibuka, ia membelalakkan matanya. Ia tidak menyangka jika Amagi Rinne akan menemukannya sampai disini.

Dengan segera, ia langsung menutup pintunya. Namun, ia gagal, pintu itu sedikit di tahan oleh Rinne.

"Siapa, Nak? Kok dorong-dorongan seperti itu?"

Suara lemah lembut itu membuat (Name) memilih mengalah. Ia membuka pintu perlahan dengan tatapan lesu, sedih, bahkan lelah.

"Ara! Temannya (Name), ya? Mari masuk. Kebetulan kami sedang akan membuat makan siang. Kau pasti lapar,kan?" ucap Mama (Name) dengan senyuman manisnya.

"Ah, kurasa iya," jawab Rinne dengan ramah.

"Baiklah, akan Mama selesaikan. Dan (Name), temani temanmu ini selagi Mama bereskan untuk makan siangnya ya," ucap Mama (Name) yang kemudian berlalu begitu saja. Meninggalkan putrinya dengan seorang pria tanpa menaruh curiga sama sekali.

(Name) tidak berniat menjawab sama sekali. Bahkan ia tetap memasang tatapan itu yang membuat Rinne melakukan kabedon padanya.

Jujur, saat Rinne seperti ini, hati (Name) langsung dipenuhi ketakutan. Otaknya seakan-akan mengingat kejadian menyeramkan sebelum ia berhasil diselamatkan oleh Rinne.

"Amagi-san, aku ...."

Ucapan (Name) berhenti saat Rinne menyentuh pipinya dengan sangat hati-hati. Bahkan tatapan Rinne pun seolah-olah telah mengerti apa yang (Name) rasakan.

"Kau masih ketakutan, (Name)," ucap Rinne yang membuat (Name) langsung membuang wajahnya, "Mari aku antar ke ruang tamu."

(Name) memilih menghindari hal itu. Karena semakin ia menatap Rinne, maka semakin ia jatuh dalam jurang yang sama.

Mendengar hal itu, Rinne pun melepaskan kabedon nya lalu membiarkan (Name) memimpin jalan. Tidak lupa, Rinne pun melihat-lihat sekitarnya. Dan satu hal yang ia pahami saat tanpa sengaja menatap sebuah foto keluarga, (Name) kecil sangat bahagia.

"Baiklah, kau ingin minum apa, Amagi-san?" tanya (Name) saat mereka telah tiba di ruang tamu.

Rinne pun belum ingin menjawab pertanyaan (Name). Tapi yang jelas, saat ini Rinne berhasil membuat (Name) dalam pangkuannya.

Ya, Rinne berhasil membuat manik teduh itu menatap dirinya lagi.

"Butuh lama bagi Urie untuk menemukanmu, (Name)," ucap Rinne dengan tangan kanan yang sibuk mengelus pipi tembem (Name) dan tangan kiri yang melingkar di pinggang ramping gadis itu.

"Kau punya banyak orang setia, Amagi-san," gumam (Name).

Rinne pun menyeringai mendengar ucapan (Name). Entah mengapa, ia selalu tertarik atas apa yang disampaikan oleh bibir mungil nan candu untuknya.

"Aku memang punya banyak orang setia. Namun, aku tidak memiliki satu hal ...."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top