Chapter 4

Tolong, seseorang tolong
Beritahu aku cara untuk bertahan
Beritahu aku cara untuk melindunginya
























Mentari telah membangunkan seluruh insan untuk beraktivitas. Sutera emasnya telah memantulkan cahaya hangat yang mampu membuat semangat tiap insan yang merasakannya.

"Hmh ...." (Name) pun terbangun dari tidurnya secara perlahan-lahan dan secara bersamaan, rasa nyeri di bagian bawah pun ia rasakan.

Namun, ada satu hal yang mengganjal di pinggangnya. Dengan segera, (Name) pun membuka selimutnya, namun ia segera menutupnya lagi.

"Hnh, selamat pagi, (Name)."

Sontak, suara itu membuat (Name) merona berat. Ia sangat malu atas kejadian semalam.

"Amagi, segeralah pergi!" ucap (Name) yang berusaha melepaskan pelukan pria yang masih setengah tidur di ranjangnya. Namun, bukannya menurut, Rinne malah menciumi tengkuk (Name) yang membuatnya semakin salah tingkah.

"Amagi, cepat bangun!" ulang (Name). Dan semakin (Name) memaksa Rinne untuk bangun, maka semakin erat pula pelukannya. Tetapi, disaat itu pula, (Name) merasa ada yang semakin mengganjal dan justru mengancam paginya yang indah.

*****

Kini (Name) telah berada di meja makan lebih awal dari Rinne. Tentunya, karena (Name) tak ingin menahan malu akibat ulah Rinne hari ini dan malam kemarin.

"Selamat pagi, (Name)," ucap Rinne yang telah berpakaian rapih.

"P-pagi," balas (Name) yang masih berusaha menahan jantungnya yang tak mau berdetak secara normal.

'Oh ayolah,' batin(Name).

Rinne pun langsung pergi begitu saja setelah menyapa (Name). "Tunggu, kau tidak sarapan?" tanya (Name).

"Tidak, aku sudah sarapan tadi," ucap Rinne yang kemudian berjalan mendekati sang gadis lalu berkata, "Ciuman selamat tinggalnya mana?"

Blush~

Pipi (Name) langsung berwarna merah. Semerah buah tomat yang baru saja dipetik dari kebunnya.

"Tidak mau," ucap (Name) yang langsung buang muka.

"Ayolah (Name)."

"Tidak!" ucap (Name) dengan tegasnya.

Rinne pun menghela nafas. "(Name), kurasa ada yang aneh di rambut mu ini," ucap Rinne sembari menyentuh surai (hair colour) sang gadis.

Dan (Name) yang terpancing pun langsung menurut begitu saja lalu ...

Chu~

Rinne berhasil mendapatkan ciuman selamat tinggalnya. Ia pun tersenyum penuh kemenangan.

"Amagi baka! baka! baka! hiks ... baka! Bakamagi!" ucap (Name) yang tiba-tiba menangis sambil memukul lengan Rinne pelan.

"Hei, mengapa menangis?" Rinne pun menghapus air mata sang gadis dengan penuh kelembutan.

"Kau yang membuatku menangis, tapi kau yang bertanya mengapa aku menangis," omel (Name) yang membuat senyuman di wajah Rinne semakin lebar.

"Sudah, jangan menangis. Akan aku ajak kau pergi setelah aku pulang nanti," ucap Rinne yang kini tengah mengelus surai sang gadis.

"Hiks ... Amagi baka! hiks ...," ucap (Name).

Karena tak tega dan merasa bersalah, Rinne pun menarik (Name) dalam pelukannya.

"Baiklah, aku minta maaf padamu," ucap Rinne dengan lembut dan disambung, "Jangan menangis lagi ya, pulangnya akan aku ajak pergi."

(Name) pun mengangguk sebagai jawaban. "Jadilah gadis baik," ucap Rinne yang kemudian mengecup dahi (Name) dengan penuh kasih sayang.

"Sampai bertemu nanti," ucap Rinne yang kemudian pergi dengan penuh senyuman di wajahnya. Dan ini pula, untuk pertama kalinya Rinne merasa senang serta puas dalam hidupnya.

'Mungkin dewa judi sedang berpihak padaku,' pikir Rinne sembari meninggalkan mansionnya.

Tak lama setelah kepergian Rinne, (Name) pun bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Dan setelah bersiap, (Name) pun meninggalkan mansion itu dengan berjalan kaki.

Namun, ditengah-tengah perjalanan, ia diberhentikan oleh seorang pria yang tampak asing baginya.

"Nona, bos kami ingin bicara dengan Anda," ucap pria itu.

Dalam benak (Name), mungkin Rinne kembali untuk menjahilinya lagi. Namun, saat pintu mobil itu dibuka, bukanlah Rinne disana. Melainkan sosok pria dengan tatapan yang tak kalah tajam dari Rinne.

Bruk~

(Name) pun di dorong dari luar dan masuk dalam mobil tersebut. Setelahnya, mobil itu pun melaju di jalanan.

"Apa hubunganmu dengan Rinne?" Pria itu memulai pembicaraan tanpa memberitahu nama terlebih dahulu.

"Aku tidak punya hubungan apapun dengannya," jawab (Name) dengan nada cuek.

"Kalau memang tidak ada hubungan apapun, lalu darimana kissmark itu terbentuk?" tanya pria itu yang telah memperhatikan (Name) dengan detail. Mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Helaan nafas pun terdengar dari bibir mungil (Name). "Sudah ku bilang jika aku tak ada hubungan apapun dengannya!" tegas (Name).

Tak lama kemudian, mobil ini pun berhenti pada salah satu hotel. (Name) dipaksa keluar dari mobil dan mengikuti pria yang menculiknya itu hingga berhenti pada salah satu kamar.

Hanya (Name) dan pria tak dikenal yang berada dalam kamar itu. Serta beberapa penjagaan dari luar serta dalam hotel ini.

'Amagi, tolong aku,' batin (Name) yang mulai ketakutan.

Brak~

Pria itu melakukan kabedon pada (Name) yang membuat (Name) semakin ketakutan. Namun, ketakutan (Name) perlahan mulai hilang saat ia mengingat Rinne yang berjanji akan menjaganya.

Dan yang (Name) perlukan saat ini adalah berharap. Berharap agar Rinne datang menjemputnya.

"Kau tetap tidak mau jujur?" Pria itu mulai melemparkan tatapan intimidasi pada (Name).

Bukannya takut, justru (Name) membalas tatapan itu dengan penuh kekesalan sembari berkata, "Apa yang perlu aku katakan pada orang asing sepertimu."

Pria itupun tersenyum. Ia pun menghentikan kabedon nya lalu melepas jas dan melemparnya ke sembarang arah.

*****

Saat ini, waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Rinne pun telah mengirim anak buahnya untuk menjemput (Name) dengan pengawalan ketat.

Namun, saat ia akan berangkat ke lokasi, salah satu anak buahnya pun menelepon dirinya dan memberitahu jika (Name) sedari pagi tidak ada di tempat kerja. Rinne pun langsung termenung, ia memikirkan kemana (Name) pergi.

'Mungkinkah (Name) marah sampai seperti itu?' pikir Rinne.

Tak lama kemudian, salah satu anak buahnya yang ditugaskan untuk menjemput gadis kesayangannya pun kembali. Ia tampak menundukkan kepalanya, seolah-olah takut jika akan ada hal buruk terjadi padanya.

"Apa ada jejak?" tanya Rinne dengan tatapan serius.

"Maaf, tapi kami tidak menemukan jejak apapun," jawab anak buahnya.

Rinne pun kembali berpikir keras. Hatinya sangat khawatir akan keselamatan sang gadis. Bahkan, telinganya pun sangat ingin mendengar suara manis yang selalu menjadi candu untuknya.

Rinne pun memutuskan untuk menenangkan diri sejenak. Ia pun menutup matanya sebentar sembari menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan-lahan.

"Urie, tolong pimpin penyelidikan. Pastikan kau mendapatkan jejaknya," ucap Rinne dengan kilatan mata yang penuh dengan amarah.

"Baik, akan aku lakukan," ucap Urie yang kemudian melaksanakan perintah Rinne.

Setelah kepergian Urie serta anak buahnya. Rinne pun sadar jika membiarkan (Name) tetap bekerja adalah kesalahan fatal.

Namun, suara telepon pun menghentikan pemikiran Rinne. Dan saat ia menekan tombol terima, ia langsung disambut oleh suara yang tak asing baginya.

"Halo, Amagi. Lama tidak berjumpa ya. Ah, aku tahu jika kau pasti merindukan seseorang. Seseorang yang telah menjadi penyelamat mu, sekaligus pet baru mu. Ahahaha ... aku tak menyangka jika kau bisa langsung mengangkat gadis yang menyelamatkan mu atau bahkan baru saja kau kenal sebagai pet mu. Betapa lucunya dirimu saat ini, Amagi Rinne. Tapi tenanglah, dia aman bersamaku. Bahkan, dia sangat lihai bermain bersamaku. Aku tahu jika kau sudah melatihnya dengan baik, Amagi Rinne. Ah, dan jika kau menginginkannya kembali, kau harus mencarinya sendiri. Karena aku yakin jika kau sudah tahu siapa aku."

Sambungan telepon itupun terputus. Dna tentunya, hal itu membuat Rinne terkejut sekaligus kesal.

'Bagaimana dia bisa tahu tentang (Name),' begitulah pikir Rinne.

Dan tanpa berpikir panjang, Rinne pun langsung pergi begitu saja. Tentunya ia tak sendirian, ia membawa beberapa anak buah untuk membantunya menyusup nanti.

'(Name), tunggu aku.'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top