Chapter 13

Aku hanyalah burung dalam sangkar
Melihat langit biru tanpa sanggup menyentuhnya
Tapi, kini aku bisa meraihnya




























Mulut (Name) telah diikat oleh kain dengan tangan yang diborgol, membuat (Name) tidak bisa pergi kemanapun. Ia ingin kembali berontak, namun ia sama sekali tidak bisa melakukannya.

Dibelakangnya, masih ada lima pria yang mengawalnya. Sementara didepannya justru hanya ada dua pria.

'Sial,' batin (Name) dengan manik yang tiada henti untuk mencari cela pemberontakannya.

Bruk!

Suara sesuatu yang jatuh membuat mereka berhenti melangkah dan melihat ke sumber suara yang mendapati dua pria penjaga telah ambruk. Mereka menatap pria penjaga bersurai krem pucat dan ungu yang tampak tidak mengetahui apapun.

Dan tanpa rasa curiga, mereka melanjutkan perjalanan. Namun, kali ini mereka memasang hawa penuh kewaspadaan untuk mengantisipasi ancaman lagi.

Bruk!

Dua orang penjaga kembali ambruk. Dan dengan sigap, dua penjaga bersurai krem pucat serta ungu itu langsung menghantam kepala dua penjaga dihadapan (Name) ke tembok kapal.

"(Last name)-san, ikuti aku!" titah pria bersurai krem pucat sembari menggandeng (Name) yang tengah terborgol. Karena tidak bisa memberontak, (Name) hanya menuruti keinginannya saja.

Hingga mereka masuk pada salah satu ruangan di kapal itu. Dan tampak seorang pria dengan ciri yang sama seperti Rinne, hanya saja ... posturnya tidak terlalu mencolok seperti Rinne.

Pria itu mencondongkan badannya untuk melepas ikatan kain di mulut (Name). Sementara pria bersurai krem pucat itu tengah mengakali borgol yang telah membatasi ruang gerak (Name).

"Kalian siapa? Mengapa kalian tahu namaku!" ucap (Name) dengan tatapan tajam.

Dengan tenang, pria yang mirip Rinee pun mengukir senyuman, "Aku adik dari Amagi Rinne, Amagi Hiiro. Jadi, panggil saja aku Hiiro. Dan ini rekanku, Shiratori Aira lalu yang bersurai ungu itu Mayoi Ayase."

"Adik?" ulang (Name) dengan tatapan curiga. Jujur saja, walaupun mirip, mereka tidak tampak seperti kakak beradik.

Mungkinkah Rinne yang belum memberitahu (Name) segalanya? Hmmm, bisa jadi.

"Sudah aku duga jika Fengying pelakunya," ucap Aira sembari menyiapkan alat-alat yang ia butuhkan untuk pertahanan.

"Aku tahu jika Fengying sangat ingin menyingkirkan kakak. Tapi, mengapa dia harus melibatkan (Last name)-san?" ucap Hiiro dengan wajah polos.

Mendengar hal itu, Aira hanya menahan rasa kesalnya. Andaikan Hiiro bukan atasannya, mungkin ia sudah menyindirnya terlebih dahulu sebelum menyuruhnya untuk mencari tahu sendiri.

"Apa kau juga belum bertanya pada kakakmu mengenai hubungan dia dengan wanita itu?" tanya Aira yang langsung dijawab sebuah gelengan oleh lawan bicaranya.

"Minta penjelasan kakakmu saja," ucap Aira yang belum ingin bicara panjang lebar, mengingat situasi yang belum sepenuhnya pulih.

'Sekarang, bagaimana cara melarikan diri dari sini?' pikir Aira.

Disisi lain, Rinne masih belum bisa menghindar dari baku tembak itu. Semakin ia melangkah, maka semakin banyak hujan peluru itu.

"Ck!" Rinne pun berdecak kesal. Pasalnya, semakin lama ia berada disini, maka semakin banyak para pria berjas hitam yang mengepung dirinya.

Namun, tidak lama berselang, suara tembakan yang bersahut-sahutan pun terdengar. Dan Rinne sudah menduga siapa yang biasa menggunakan senjata jenis assault seperti itu.

Dan tanpa membuang waktu, Rinne segera pergi dari tempat itu.

"Jangan membuat dia terluka lagi, Rinne," ucap Michelle yang telah tiba bersama ribuan bawahannya yang mengepung tempat Rinne berada.

"Cobalah untuk berkaca tentang siapa yang membuatnya semakin terluka," ucap Rinne dengan nada menyepelekan. Namun, tetap saja ia tidak punya banyak waktu.

Dengan instingnya, Rinne segera mencari jalan aman. Meskipun harus sedikit berputar, setidaknya adiknya telah mengirimkan dimana lokasi mereka saat ini.

*****

"(Last name)-san, lewat sini!"

Teriakan Hiiro membuat (Name) memberanikan diri untuk melawan siapapun yang menghadangnya. Tapi, itulah hal yang harus mereka lakukan. Mengingat Hiiro telah meninggal tiga rekannya yang masih mempertaruhkan nyawa disana.

(Name) dan Hiiro terus berlari di kapal yang cukup luas ini. Namun, saat mereka hendak berbelok untuk ke sisi lain dari kapal, seseorang telah menghentikan dan membuat mereka mundur perlahan.

"Akhirnya ... akhirnya Fengying memberitahu cara membunuhmu!"

"Karina ... Karina aku mohon, jangan ...."

"Karina telah lama mati! Dan aku ... aku adalah Karina yang baru! Aku kesal, aku benci, aku iri padamu! Mengapa kau dengan mudahnya merebut Rinne! Sementara aku yang benar-benar putri mafia saja tidak bisa melakukannya! Mengapa kau merebut tunanganku!"

Mendengar ucapan sahabatnya, (Name) hanya bisa menggeleng pelan dalam rangkulan Hiiro.

"Tidak! Kakakku tidak bertunangan dengan siapapun!" bela Hiiro yang membuat Karina menodongkan senjata api itu pada Hiiro.

"Karina ...." panggil (Name) yang membuat Karina berpindah menodongkan senjatanya pada (Name), "Diam! Diam kau wanita murahan!"

Srek!

Dengan sigap, Hiiro langsung melakukan sedikit bela diri untuk menahan sahabat (Name) yang satu ini, "(Last name)-san, segera pergi dari sini!"

"Jangan pergi! Apa kau akan pergi setelah merusak semua harapan sahabatmu, hah!" bentak Karina yang membuat (Name) bimbang.

"(Last name)-san, segeralah pergi! Kakakku telah lama mencarimu. Sebelumnya, ia juga terluka saat mencarimu!" ucap Hiiro yang memiliki nada berbanding terbalik dengan lawannya.

"Bodoh! Kalian memang bodoh!" ucap Karina yang langsung melakukan perlawanan dan setelah tangannya lepas, ia langsung memukul Hiiro dengan senjata cadangan yang sengaja ia sembunyikan dibalik roknya.

Namun, saat Karina berbalik untuk menghabisi (Name), ia tidak bisa berkutik. Dihadapannya, (Name) telah berada dalam rangkulan Rinne. Bahkan, Rinne pun telah menodongkan senjatanya pada dirinya.

"Rinne ...," gumam Karina yang menurunkan senjatanya perlahan.

"Sudah berapa kali aku katakan padamu, aku tidak memiliki hubungan apapun di denganmu! Dan berhentilah mengarang cerita yang tidak-tidak!" tegas Rinne yang membuat gadis dihadapannya semakin frustasi.

"(Name)! Apa kau dengar! Kau telah merebut segalanya dariku! Apa kau tidak cukup ...."

"Diam!" gertak Rinne yang mengerti jika (Name) sedang tidak bisa berpikir realistis untuk saat ini.

Rinne mulai menarik pelatuk senjata api dengan perlahan. Namun, saat ia akan meluncurkan pelurunya, tangan (Name) menyentuh lengannya dan memberi aba-aba agar ia menurunkan senjatanya.

"Karina ... sampai kapanpun, aku tidak pernah membencimu," ucap (Name) yang masih tidak berani untuk menatap wajah sahabatnya itu.

"Masa bodoh!" balas Karina sembari berjalan mundur. Dan tanpa Karina sadari, Hiiro telah membuat kakinya sendiri sebagai alat untuk membuat Karina terjatuh dari kapal ini.

Teriakan pun mengisi malam yang telah damai ini. Namun, dibalik teriakan itu, (Name) telah menangis tersedu-sedu.

Ia tidak menyangka jika sahabatnya sendiri mengkhianati dirinya. Ditambah, ia tidak bisa berbuat apapun untuk menolong sahabatnya yang dikarenakan oleh pelukan Rinne yang cukup erat. Sementara (Name), ia sedang tidak punya tenaga untuk melawan siapapun.

Sebisanya, Rinne mulai melonggarkan pelukannya dan mengecup puncak kepala (Name) dengan penuh kasih sayang.

Melihat semua baik-baik saja, Michelle hanya mengurungkan niatnya untuk mengganggu dua orang yang tengah menuangkan rasa rindu. Baginya, ia bisa merebut (Name) kapan dan dimana saja.

"Sampai bertemu lagi, (Name)," gumam Michelle yang langsung pergi dengan helikopter bersama dengan rekannya yang selamat.

Sementara Hiiro, ia langsung dirawat sementara oleh bawahan Rinne yang turut andil dalam rencana ini, Urie. Namun, jauh di lubuk hati Hiiro, ia merasa jika dirinya sudah sembuh saat melihat kakaknya telah kembali seperti semula.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top