Chapter 10
Angin memberitahu diriku untuk menemui dirimu
Namun, tembok raksasa semakin menebal seiring berjalannya waktu
Mampu kah diriku menepisnya?
Pesta semakin larut, maka semakin ramai. Bahkan, hingga tengah malam pun mereka belum ingin pulang.
Dan dengan terpaksa, (Name) memilih untuk mencari udara segar dibalik aroma anggur dalam ruangan itu. Tidak hanya itu, (Name) juga sedikit terganggu akan aroma cerutu yang membuat pernapasannya sedikit terganggu.
Namun, yang lebih penting adalah tingkah laku Rinne yang dengan mudahnya memalingkan wajah dari apa yang telah ia perbuat padanya. Ditambah dengan sahabatnya sendiri yang bersama dengannya.
'Tunggu, apakah aku cemburu?' (Name) pun mulai berpikir dan memasang wajah aneh dihadapan sang rembulan.
'Mengapa aku harus cemburu olehnya? Kan masih banyak pria di dunia ini yang mau denganku,' batin (Name) sembari berpikir logis.
Helaan nafas pun keluar dari bibir mungil (Name). Maniknya terus menatap langit yang tidak kunjung memberikan jawaban atas pertanyaannya.
"Sudah aku katakan, bukan? Kau tidak akan pernah bisa lari dariku, (Name)."
Suara itu sangat (Name) kenal. Tapi, entah mengapa tubuh (Name) rasanya ingin segera memeluk sang pemilik suara sembari menuangkan rasa kesepian yang telah lama ia pendam. Namun, ia juga tidak bisa menentang isi hatinya yang memaksanya untuk tidak melakukan hal itu.
"Aku rasa ... ini hanya kebetulan semata," balas (Name) tanpa sedikitpun menatap sang pemilik suara itu.
"Begitu ya. Berarti dewa judi sedang ada bersamaku malam ini," ucap Rinne yang membuat lawan bicaranya langsung menatapnya dengan tatapan heran.
Namun, Rinne justru menatap langit dengan senyuman yang sengaja ia ukir. "Mungkin, setelah ini kau harus tetap berada di sisiku. Karena, akan sangat berbahaya jika kau selalu didekatnya," ucap Rinne yang membuat (Name) membuang muka.
"Aku akan masuk," ucap (Name) yang langsung meninggalkan Rinne. Namun, saat Rinne hendak mencegah (Name), (Name) telah terlebih dahulu dirangkul oleh lawan sekaligus mantan rekannya.
'Sial,' batin Rinne. Namun, Rinne tentunya tetap tidak membiarkan sang gadis sendirian. Sedari awal mereka berpisah, Rinne telah mengirimkan beberapa orang-orangnya untuk menjaga sang gadis dari kejauhan.
Sungguh, Rinne tidak tega jika melihat gadis yang seharusnya berada dalam genggamannya harus tersiksa akibat ulahnya. Ya, karena beberapa hal, Rinne sering mendapatkan informasi dari para penjaga (Name) jika (Name) sering diikuti oleh orang-orang dari gang kelas teri.
Namun, disela-sela lamunannya, ia dibuat terkejut oleh suara ponselnya yang tiba-tiba berdering. Dan saat ia mengangkat teleponnya, ia sangat tenang.
Entah apa yang terjadi, namun Rinne tampak tetarik dengan hal yang satu ini. Lantas, ia segera masuk ke tempat rahasia yang ada di tempat ini.
Tidak butuh waktu lama untuk Rinne hadir. Karena, ia sudah sering kemari walaupun hanya memesan segelas anggur ataupun sake.
Setibanya dia di sana, tidak ada siapapun. Sangat sunyi, bahkan suhunya pun terasa dingin.
Dor! Dor! Dor!
Suara baku tembak membuat Rinne langsung kembali ke bagian aula utama dan langsung bersembunyi serta memimpin penyergapan dadakan ini.
Ya, aula utama telah sepenuhnya kosong. Hanya tersisa dekorasi yang sudah hancur dan beberapa orang berjas yang seharusnya tidak melakukan penyerangan sedikitpun di acara ini.
Disela-sela fokusnya, ia dikejutkan dengan kehadiran seorang pria yang seharusnya tengah bersama sang gadis. Namun, Rinne sama sekali tidak ingin angkat bicara.
Dor! Dor! Dor!
Suara gesekan peluru dengan udara tiada habisnya mengisi ruangan ini. Tubuh yang tertidur lelap pun bahkan tidak peduli akan suaranya.
"Pergilah lewat jendela, aku yakin mereka belum jauh dari sini," ucap Michelle yang masih bersembunyi bersama Rinne.
Jika seorang bos mafia disuruh memilih antara rekan atau orang yang disukai, mungkin mereka lebih memilih orang yang mereka sukai. Namun hal itu tidak berlaku untuk Rinne.
Rinne, dia akan mengorbankan seluruh jiwa raganya agar rekannya tidak banyak yang terluka. Selain itu, ia pun memiliki pemikiran jika orang itu sangat menginginkan kematian Rinne, maka orang itu juga tidak akan menyakiti orang yang ia sayangi hingga ia tiba di lokasi.
"Bodoh! Tunggu apalagi! (Name) lebih membutuhkanmu daripada aku!" ucap Michelle yang sebisa mungkin menahan serangan lawan.
Mendengar ucapan itu, mau tidak mau Rinne harus mencari (Name) detik ini juga. Meskipun ia sangat ingin memukul pria tidak bertanggung jawab satu ini.
Dor!
Wush!
Buagh!
Mata Rinne menangkap sosok Urie yang menjadi tamengnya. Dan seketika, otaknya pun memutar ulang kejadian yang sama. Ya, suatu kejadian dimana (Name) menjadi tameng untuk Rinne.
Dan tanpa pikir panjang, Rinne langsung menghentikan langkahnya untuk menyelamatkan (Name) lalu melemparkan serangan secara brutal. Ia tidak peduli lawannya akan mati, terluka ataupun hidup, yang ia tahu hanyalah balas dendam.
"Cih," gumam Michelle yang mau tidak mau harus melindungi sisi belakang Rinne yang terbuka dan membantu sebisanya.
*****
Gelap nan sunyi, itulah tempat yang paling bagus untuk berbagai kasus penculikan. Ditambah dengan lokasi yang sulit diraih membuat para polisi tidak bisa mencapai tempat itu dengan mudah. Kecuali jika mereka memiliki petunjuk yang pasti.
Di tempat itu, (Name) perlahan-lahan membuka maniknya yang indah. Namun, sayang seribu sayang, tubuhnya telah diikat pada sebuah bangku yang ia duduki saat ini. Tidak lupa, mulutnya pun telah dibungkam dengan kain yang melilit di bibirnya.
"Wah ... wah ... wah ...."
Suara itu membuat (Name) berusaha menajamkan pengelihatannya dan berusaha menerobos kegelapan itu.
"Katakan, apa yang membuat pria menakutkan itu jatuh padamu!"
Tatapan tajam nan dingin membuat (Name) tertegun. Ia sama sekali tidak bisa memberontak lagi.
'Amagi-san tolong ....'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top