Chapter 1

Tap tap tap~

"Kurasa ini akhir darimu."

Seorang pria dengan jas hitam serta handgun yang ia pegang serta siap di tembakkan pada lawannya.

Dor! Dor! Dor!

"Awas!"

Bruk~














Mentari telah menyunggingkan senyuman terbaiknya untuk menyambut hari. Bahkan sinar hangatnya mampu membangkitkan harapan tiap makhluk kesayangannya.

"Ugh ...."

Seorang gadis kini telah bangun dari peraduannya. Ia menatap sinar mentari dengan lemah sembari menahan rasa perih yang perlahan menggerogoti tubuhnya.

"Bagaimana kondisimu?"

Suara bariton itu membuat sang gadis menghadap sang lawan bicara tanpa beranjak dari ranjang. Karena, semakin ia bergerak, maka rasa sakit itu semakin menggerogoti tubuhnya.

Namun satu hal yang kemudian berada di pikirannya. Dan dengan sigap, sang gadis pun menaikkan selimutnya hingga menutupi lehernya.

"Aku tak melakukan apapun padamu. Dan yang mengganti pakaian mu adalah maid," jawab pria bersurai merah dengan manik biru langit.

Sang gadis pun hanya bisa membisu. Ia tak tahu harus bicara apa.

"Namaku Amagi Rinne," ucap Rinne yang memulai sebuah pembicaraan.

"(Name), (Last) (Name)," ucap sang gadis dengan lemahnya.

"Kau sangat berani, ya. Datang dan teriak lalu menjadi cover," ucap Rinne sembari menatap sang gadis dengan tatapan merendahkannya.

"Aku ingin pulang," ucap sang gadis yang menatap Rinne sinis.

"Kau belum boleh pulang."

"Aku ingin pulang!"

"Tidak!"

"Boleh!"

"Tidak!"

"Boleh!"

"Tidak!"

"Hpmh, baiklah. Aku akan disini sementara waktu," ucap sang gadis yang pada akhirnya mengalah pada pria dihadapannya.

Sebuah seringai pun muncul pada sudut bibir Rinne. Ia tak menyangka, sang gadis akan menuruti perkataannya.

Tok tok tok~

"Masuk," ucap Rinne yang tak lama kemudian, pintu itupun dibuka yang menampilkan seorang pria dengan setelan jas hitam rapih.

"Rinne, ada hal yang ingin ku sampaikan," ucap pria itu yang kemudian menyulut rokoknya.

"Katakan saja," ucap Rinne dengan ringannya yang membuat pria itu melirik pada sang gadis yang terbaring lemah yang sedang menatap lurus ke luar jendela.

"Kurasa akan berbahaya jika mengatakannya disini," ucap pria itu sembari membenarkan kacamatanya yang tak jatuh ataupun bergeser sedikitpun.

Tanpa dijelaskan pun, Rinne telah mengetahui sedari awal. "Katakan saja, tak ada yang berbahaya disini," ulang Rinne yang memang sengaja agar sang gadis mendengarnya.

"Tapi, (Name), kenalkan ... dia sekretaris ku disini, Takahashi Urie," sambung Rinne. Namun ucapannya tak dibalas oleh sang gadis.

"Takahashi Urie, senang bertemu denganmu," ucap pria berkacamata itu.

"Hnh ... A-amagi-san ... sakit." Sang gadis mulai menitikkan air matanya. Dan dengan segera, Rinne memerintahkan sekretaris nya untuk memanggil dokter pribadinya kemari.

*****

"Ini wajar, efek biusnya sudah bilang. Rasa sakit dan panas akibat peluru itu masih bisa dirasakan secara langsung," ucap sang dokter yang telah memeriksa kondisi sang gadis.

Rinne yang tengah duduk disebelah sang gadis pun, terulur untuk mengelus surai sang gadis dengan lembut. "Lima peluru ...," gumam Rinne.

"Aku sudah meninggalkan resep untuknya. Aku permisi," ucap dokter itu lalu pergi begitu saja.

Sang gadis pun menatap Rinne yang tak tampak khawatir ataupun sedih sedikitpun. "Apa masih sakit?" Rinne pun menanyakan kondisi sang gadis yang dibalas dengan gelengan kecil olehnya.

"Mengapa kau sangat nekat untuk melindungi ku?" tanya Rinne dan membuat sang gadis menjawab, "Aku ... aku tidak ingin melihat kematian di hadapanku lagi."

Rinne pun terdiam. Namun di dalam hatinya, terasa ada hal yang ingin ia rubah saat ini. Tetapi dalam hal apa yang harus ia rubah?

"Amagi-san, setelah sembuh ... akan aku ganti semua biaya yang kau habiskan untuk pengobatan ku," ucap sang gadis dengan nada lemah. Rinne pun hanya diam dengan tangan yang terus mengelus surai sang gadis.

"Amagi-san, ayo jawab!" titah sang gadis yang membuat Rinne mau tak mau pun menjawabnya, "Tidak usah. Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih."

"Aku akan kembali bekerja. Kau bisa minta bantuan pada Hana jika ada hal yang kau perlukan," sambung Rinne sebelum pergi meninggalkan kamar ini sembari memberi tahu maid pribadinya.

"Terima kasih," ucap sang gadis dengan senyuman tulus di wajahnya. Namun, entah mengapa senyuman itu justru membuat Rinne semakin ingin berubah.

Tak lama kemudian, Rinne pun mengambil langkah seribu dari ruangan ini dan disambut dengan sekretaris nya yang masih menunggunya di depan pintu rumahnya. Saat melihat Rinne, Urie pun langsung membuka pintu limosin untuk mempersilakan pimpinannya masuk dan setelahnya, mereka pun pergi ke tempat yang mereka tuju.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Rinne pun mulai membuka suara dan di jawab, "Menurut informasi, mereka telah membuat pergerakan. Namun, aku masih belum yakin apakah mereka benar-benar bergerak sesuai rencana kita."

Rinne pun tampak berpikir keras. Manik biru lautnya tampak berusaha menerawang hal yang ingin ia ketahui.

"Tetapi, ada kemungkinan besar jika mereka mengincar gadis itu sebagai balas dendam," sambung Urie yang masih terfokus pada jalanan.

Rinne pun langsung memejamkan mata. Hatinya terasa berat, hingga ia mengambil keputusan untuk terus memantau pergerakan lawannya. Bahkan ia meminta beberapa anggotanya untuk mengawasi sang gadis.

Entah karena kasihan atau terluka. Rinne harus melakukan hal itu demi keselamatan sang gadis.

"Bos, kita sudah sampai," ucap Urie yang telah membukakan pintu untuk Rinne. Dan dengan segera, Rinne turun dari limosinnya lalu mulai memasuki gedung pencakar langit.

*****

"Hana ...."

"Iya, Nona. Apa ada yang bisa saya bantu?"

(Name) pun bergeleng. Ia hanya merasa kesepian. Biasanya disaat ia sakit, teman-temannya hadir dan menghibur dirinya. Namun kali ini ia hanya ditemani oleh seorang maid yang hanya berdiri sembari menundukkan kepalanya.

"Hana, antar aku pulang," ucap (Name) yang langsung disambut penolakan dari maid tersebut.

"Jangan pedulikan Amagi-san, kau takkan dimarahi. Karena aku yang ingin," ucap (Name) dengan nada memohon. Dan karena tak tega, Hana pun membantu (Name) berdiri lalu menolong sang gadis untuk pulang ke rumahnya.

Dan sesampainya di rumah, sang gadis menawarkan Hana untuk tinggal sebentar, namun ia menolaknya dan memilih untuk segera kembali ke mansion.

"Sampaikan ucapan terima kasihku pada Amagi-san dan akan ku ganti semua uang yang ia gunakan untuk pengobatan ku," ucap sang gadis yang kemudian disetujui oleh Hana.

"Saya permisi, Nona," ucap Hana yang kemudian undur diri dari hadapan sang gadis.

'Memang, rumah sendiri memanglah paling nyaman dalam kondisi apapun,' batin sang gadis yang kini tengah berbaring di kasurnya.

'Biru laut ...,' batin sang gadis yang tak lama kemudian terlelap dengan sendirinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top