Tiga: Lukisan

Natasya lagi-lagi dibuat tercengang setelah mengetahui fakta lukisan Antonio versus Nicholas. Terlebih bahwa informasi tersebut Natasya dapatkan dari seorang laki-laki yang mengaku sebagai pelukis Antonio versus Nicholas.

"Jadi, lukisan ini benar-benar pernah terjadi?" tanya Natasya takjub, sekaligus tidak percaya.

"Ya. Kejadian itu benar-benar terjadi," balas lelaki tersebut, "tepat di depan mataku."

Natasya menatap lukisan dan lelaki itu secara bergantian. Masih tidak bisa percaya dengan kata-kata lelaki yang berdiri di sampingnya itu. Bisa saja ini merupakan modus kejahatan baru. Berpura-pura mengaku sebagai sang pelukis, lalu setelah korbannya lengah, maka kejahatan yang tidak terduga akan terjadi.

Namun, kalimat selanjutnya dari lelaki itu membuat Natasya membeliak tak percaya. Seolah bisa membaca isi pikiran Natasya, lelaki itu malah mengatakan bahwa ia bersungguh-sungguh melihat pertikaian antara Antonio dan Nicholas tepat di depan matanya.

"Dua orang lelaki ini, Antonio dan Nicholas. Masih begitu segar di ingatanku ketika kedua pedang itu saling beradu. Bahkan suara pedang tersebut masih sering mendatangiku," kata lelaki tersebut.

Lelaki gila, pikir Natasya. Mana mungkin lelaki tersebut melihat secara langsung pertikaian yang terjadi seperti yang ada di dalam lukisan. Kalaupun memang benar lelaki tersebut melihat secara langsung, tentu usianya tidaklah semuda sekarang.

Dilihat dari suasana di dalam lukisan dan wajah si lelaki, tentu ada perbedaan sebanyak ratusan tahun. Tentu Natasya tidak akan begitu saja percaya dengan bualan yang tidak masuk akal itu.

Natasya benar-benar tidak habis pikir dengan ucapan lelaki bertopi baret di sebelahnya ini. Lagi-lagi sebuah kesimpulan Natasya tarik di benaknya. Mungkin saja lelaki bertopi baret itu sedikit terganggu pikirannya akibat terlalu lama berkutat dengan lukisan.

Jika dipikir-pikir lagi, Natasya saja hampir stress berat menghadapi deadline penyuntingan naskah yang diberikan perusahaan penerbitan tempatnya bekerja sebagai editor freelance. Bisa saja kan lelaki bertopi baret ini mengalami hal yang serupa. Bahkan lebih parah karena memiliki imajinasi yang di luar nalar manusia.

Tidak ingin terlalu kentara merutuki bualan si lelaki, Natasya hanya tersenyum sopan saat lelaki tersebut menoleh ke arahnya.

"Apa kau mau memiliki lukisan ini?" tanya si lelaki, sangat tidak terduga.

Entah berapa kali Natasya dibuat tercengang oleh lelaki itu hari ini. Sudah mengaku sebagai pelukis dari Antonio versus Nicholas. Lalu membual tentang menjadi saksi mata pertikaian yang dialami Antonio dan Nicholas. Sekarang, lelaki itu malah menawari Natasya lukisan yang tepat berada di hadapan mereka.

Lelaki bertopi baret ini mungkin benar-benar sudah sedikit kehilangan akal sehatnya.

"Ah, tidak usah. Aku sudah cukup senang dengan menikmati lukisan ini di pameran. Aku tidak berniat memilikinya," tolak Natasya.

Tentu saja Natasya menolak. Manusia waras mana yang akan begitu saja mengiakan tawaran aneh tersebut? Apalagi Natasya tahu, menjadikan sebuah lukisan yang dipamerkan di sebuah pameran sebagai koleksi pribadi, tentu tidak seperti membeli pakaian di mall.

Natasya masih waras untuk segera menolaknya. Lagipula, ide untuk memajang lukisan ini di rumah bukanlah suatu keputusan yang bijak. Natasya tidak bisa membayangkan akan seperti apa reaksi kedua orang tuanya jika Natasya tiba-tiba saja membawa pulang sebuah lukisan dari pameran seni seperti ini.

Meski di rumahnya tentu akan ada tempat untuk menggantung lukisan Antonio versus Nicholas ini, Natasya hanya tidak ingin bersikap gegabah. Meski ditawari lukisan secara gratis pun, Natasya perlu memikirkannya matang-matang.

"Kalau begitu, aku akan memberikan lukisan ini kepadamu sebagai hadiah," ujar lelaki itu.

Natasya buru-buru menolak dengan tegas, "Ah, tidak usah. Aku sungguh-sungguh tidak bermaksud untuk memiliki lukisan ini. Aku hanya menikmati saat memandanginya saja. Namun untuk memiliki lukisan ini, aku sama sekali tidak memikirkannya."

Lelaki bertopi baret itu terlihat sedih dengan penolakan Natasya. Mata lelaki itu kini beralih pada lukisan Antonio versus Nicholas. Tatapan lelaki tersebut seolah tengah berbincang dengan dua orang di dalam lukisan yang diakuinya bernama Antonio dan Nicholas.

Natasya sendiri tidak tahu yang mana Antonio dan Nicholas di dalam lukisan tersebut. Karena kedua lelaki di dalam lukisan digambarkan tengah memakai baju zirah yang juga menutupi sebagian wajah mereka. Natasya hanya bisa melihat bentuk bibir kedua lelaki itu yang tidak tertutupi pelindung. Juga dua bentuk mata yang mengintip dari celah pelindung kepalanya.

"Lukisan ini merupakan karya terbaikku selama aku hidup dengan melukis," cerita lelaki itu dengan suara pelan. Dari samping Natasya dapat melihat sorot kesedihan yang tergambar di wajah lelaki itu. "Hidupku sudah tidak lama lagi. Karena itulah, aku harus segera mencarikan pemilik baru bagi lukisan-lukisan yang telah aku buat."

Diam-diam, Natasya mendengarkan cerita lelaki tersebut. Ingin tahu bualan apa lagi yang akan lelaki itu keluarkan. Namun meski ucapan lelaki bertopi baret itu terdengar seperti bualan, entah kenapa satu sisi hati Natasya ingin mempercayainya. Ada satu sisi hatinya yang ingin dibuat percaya dengan apa yang lelaki itu ceritakan.

"Kau tahu? Bagiku, setiap lukisan memang memiliki nyawa. Ia bisa memilih tuannya sendiri dalam sekali lihat. Dan itu aku dapatkan saat aku melihatmu memandangi lukisan ini. Saat itulah aku tahu, kau adalah orang yang tepat untuk memiliki lukisan ini," tutur si lelaki yang kini menatap Natasya dengan sorot sendunya. "Aku mohon, agar aku bisa tenang meninggalkan dunia ini, terimalah lukisan ini sebagai hadiah dariku."

Natasya bergeming, terbius oleh kata-kata si lelaki. Lukisan tersebut memang menarik minat Natasya saat pertama kali matanya menangkap karya seni rupa dua dimensi itu. Namun seperti yang dikatakan lelaki itu, apa benar sebuah lukisan bisa menentukan sendiri siapa yang berhak memilikinya? Jujur saja, Natasya baru mendengar hal tersebut selama hidupnya.

"Aku bersungguh-sungguh saat mengatakan bahwa Antonio dan Nicholas telah memilihmu. Aku pun sangat berharap kau mau menerima lukisan ini sebagai hadiah dariku." Si lelaki berusaha meyakinkan Natasya agar bisa memiliki lukisan itu. Bak batu karang yang terus-menerus disapu ombak, keraguan di hati Natasya pun perlahan-lahan memudar.

Ditatapnya lelaki itu dan lukisan secara bergantian. Bertanya-tanya di dalam benaknya, apakah memang sudah tepat pilihan yang akan Natasya ambil? Apakah benar memang lukisan Antonio versus Nicholas itu menginginkan Natasya untuk memilikinya?

Natasya ingin percaya. Namun ini merupakan pertemuan pertamanya dengan lelaki yang mengaku sebagai pelukis tersebut. Apa Natasya harus mempercayai lelaki itu? Atau memilih untuk tidak percaya dan harus segera pergi dari sana?

Namun sekuat apa pun akal sehat Natasya menolak, hatinya berjalan tidak beriringan. Perlahan-lahan Natasya menganggukkan kepalanya. Sikap ramah yang semula diperlihatkan oleh sang lelaki, kini berubah menjadi sebuah eskpresi yang mengandung kesan misterius.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan menerima lukisan ini sebagai hadiah darimu."

Sebuah keputusan telah Natasya ambil. Apa pun yang akan terjadi di masa depan, semua risikonya akan Natasya tanggung sendiri.

***

Bring Me Back hadir juga di Karyakarsa, loh. Mumpung masih bisa dibaca gratis.

Jangan lupa juga mampir ke karya member yang lain ya.

Ada Menuju Bintang Terang - Broonaw
Bercerita tentang Roko yang tiba-tiba saja berada di dunia lain yang cara hidupnya berbeda.

Ada juga Lovemeter - Dee_ane
Hana dan Abas tiba-tiba terjebak di dunia him! Penasaran?

Pengen baca tokoh utamanya tiba-tiba terlempar ke dunia novel? Wajib baca The Guardian Story - icebreaker20


Buat yang suka sejarah Korea, apalagi masa Joseon, wajib baca Moon's Letter - kireiskye


Xoxo

Winda Zizty

7 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top