Sembilan Belas: Rival

Langkah kaki Natasya terhenti ketika ia sudah berada di ujung jalan. Genggaman Natasya di tangan Zadeline pun telah terurai, tepat setelah langkah terakhirnya menapak di tanah.

"Kenapa?" tanya Zadeline tak mengerti. Perempuan itu benar-benar bingung saat Natasya tiba-tiba menariknya pergi. Menjauh dari hadapan Antonio dan Nicholas.

Natasya memegangi dadanya yang berdebar kencang. Alih-alih menjawab pertanyaan Zadeline, Natasya malah menoleh ke belakang. Ke arah jalan yang telah ia lalui, di mana Antonio dan Nicholas tadi berada.

Zadeline mengikuti arah pandangan Natasya. Kerutan di dahinya terlihat semakin jelas karena tidak tahu apa yang saat ini tengah Natasya lihat sedemikian rupa.

"Pearly? Ada apa?" tanya Zadeline, menyentuh pelan lengan Natasya. "Apa ada sesuatu yang kau tinggalkan? Haruskah kita kembali?"

Natasya menggeleng, tersenyum tipis. Lekas mengalihkan pandangannya agar Zadeline tidak terlalu khawatir.

"Tidak ada. Sebaiknya kita pulang saja. Aku tidak ingin Seruzen memarahi kita jika terlalu lama berada di luar," sahut Natasya. Perempuan itu lalu berjalan mendahului Zadeline menuju kereta kuda mereka.

Meski ucapan Natasya ada benarnya, Zadeline tidak langsung mengikuti langkah perempuan itu. Sekali lagi, Zadeline menolehkan kepalanya ke arah jalanan yang tadi dipandangi Natasya. Tidak menemukan sesuatu yang terasa janggal, Zadeline pun berbalik dan menyusul Natasya menuju kereta kuda.

Namun baru beberapa langkah Zadeline ambil, tubuh perempuan itu seketika berhenti bergerak. Mata Zadeline tercengang tak percaya saat melihat seorang perempuan berdiri di dekat Natasya, tidak terlalu jauh dari kereta kuda mereka.

Sontak saja Zadeline mendekati keduanya dengan setengah berlari. Tidak ingin keberadaan kedua perempuan di hadapannya itu malah memancing keributan di pusat kota yang tengah ramai. Karena Zadeline sudah hapal betul betapa tidak akurnya Natasya dengan perempuan berambut cokelat kemerahan yang berdiri dengan angkuh itu.

Berbanding terbalik dengan Zadeline yang terlihat pucat karena khawatir, Natasya malah menatap perempuan di hadapannya dengan bingung. Natasya tidak tahu siapa perempuan bermata biru dengan rambut cokelat kemerahan yang digelung di balik topi lebarnya itu.

Tiba-tiba saja perempuan itu muncul di hadapan Natasya dan menghalangi jalannya. Apalagi Natasya dapat melihat jelas sorot permusuhan di dalam bola mata berwarna biru terang itu.

Natasya sudah berusaha untuk melangkah melalui sisi jalan lain yang lebih lebar. Namun tetap saja perempuan itu berada di hadapannya. Seolah memang sengaja untuk menghalangi jalan Natasya.

Berusaha menahan amarah yang mulai naik ke ubun-ubun, Natasya sebisa mungkin untuk tersenyum. Bagaimanapun, ia tidak ingin mendapatkan musuh di dunia antah berantah ini. Dari yang Natasya lihat pun, sepertinya Pearly bukanlah orang yang suka berbuat onar, apalagi mencari musuh.

Karena itulah, meski dongkol setengah mati, Natasya masih berusaha untuk tersenyum kepada perempuan yang memancing emosinya itu. Natasya juga bukan tipe orang yang suka menyimpan dendam dan ingin memiliki teman sebanyak mungkin. Walaupun Natasya jelas sangat tahu, bahwa tidak semua orang bisa selamanya menjadi teman.

"Kau bisa lebih dulu lewat, kalau kau mau," seloroh Natasya sambil menggeser sedikit tubuhnya. Memberikan ruang agar perempuan itu bisa lewat di arah jalan yang Natasya lalui.

Meski Natasya sudah berusaha untuk berbuat baik dengan mengalah, tetapi respons yang diberikan perempuan itu malah di luar dugaan. Alih-alih berterima kasih dan melangkah di jalan yang sudah Natasya beri, perempuan itu malah semakin menatap Natasya dengan sorot tajam. Seolah kehadiran Natasya di hadapannya adalah sebuah kesalahan.

Zadeline yang sedari tadi diam memperhatikan interaksi keduanya dengan napas tercekat, kini maju beberapa langkah. Berusaha menjadi penengah di antara kedua perempuan yang bisa meledak kapan saja itu.

"Ehm, Pearly, sebaiknya kita lewat jalan lain saja yang sedikit memutar," ajak Zadeline. Kemudian Zadeline beralih kepada perempuan berambut cokelat kemerahan itu. "Scarlotte, kami permisi dulu. Sudah saatnya kami pulang. Kau bisa lewat di sisi jalan ini dan kami akan pulang melalui jalan yang lainnya."

Tak diduga, perempuan berambut cokelat kemerahan itu mengangguk pelan. Mendesah pelan sambil memandangi Natasya dengan tatapan mencemooh. Natasya sangat tidak suka dengan jenis tatapan seperti itu. Namun tidak ada yang bisa Natasya lakukan selain menahan diri.

"Zadeline ternyata lebih pandai bersosialisasi dengan orang lain ketimbang dirimu. Aku heran, kenapa dengan kemampuanmu yang payah ini, orang-orang malah banyak yang menyukai dan memujamu. Aku rasa Zadeline lebih pantas mendapatkannya daripada orang sepertimu," ejek perempuan berambut cokelat kemerahan itu.

Seperti kata orang, lidah memang tidak bertulang. Hingga kalimat cemoohan seperti itu bisa tercetus dengan mudah dari bibir seseorang.

Natasya menarik salah satu sudut bibirnya yang berkedut. Mulutnya sudah gatal ingin membalas ucapan setajam pisau yang dilontarkan perempuan bernama Scarlotte itu. Namun keinginan Natasya itu harus diurungkan setelah melihat Zadeline menggeleng pelan.

Seolah tahu bahwa amarah Natasya akan meledak, Zadeline berusaha keras menghentikannya. Di usia yang belum genap lima belas tahun itu, Zadeline tumbuh menjadi perempuan berpemikiran cukup dewasa. Membuat Natasya semakin kagum dengan perempuan yang menjadi adiknya itu.

"Scarlotte, kami permisi dulu."

Tanpa membutuhkan balasan Scarlotte, Zadeline menggenggam tangan Natasya. Sedikit menarik perempuan itu agar segera berlalu dari hadapan Scarlotte. Natasya bahkan tidak menoleh ke belakang lagi setelah melewati Scarlotte yang masih berdiri di tempatnya.

Entah apa alasan Scarlotte bertingkah seperti itu hanya kepadanya, Natasya tidak akan terlalu mempedulikannya. Natasya juga tidak mau ambil pusing jika Scarlotte ternyata tidak menyukai Pearly. Selagi Scarlotte tidak melakukan sesuatu yang merugikannya lebih dari yang tadi perempuan itu lakukan, Natasya akan membiarkan saja.

Membenci seseorang hanya akan menghabiskan waktu dan membuang-buang energi. Tentu saja Natasya tidak ingin hal tersebut ia lakukan setelah apa yang Scarlotte perbuat kepadanya.

Kereta kuda yang dinaiki Natasya dan Zadeline kini mulai bergerak. Perlahan-lahan menjauh dari pusat kota untuk kembali ke kediaman mereka. Di sepanjang perjalanan, Natasya memilih diam. Enggan untuk mengeluarkan sepatah kata pun dari bibirnya. Suasana hatinya semakin memburuk dengan kehadiran Scarlotte yang begitu mengganggu.

Mata Zadeline yang tidak lepas dari sosok Natasya, membuat perempuan itu menyadari perubahan suasana hati Natasya. Karenanya, dengan lembut Zadeline menyentuh punggung tangan Natasya. Menepuknya pelan seolah memberikan suntikan semangat kepada Natasya.

Begitu Natasya menoleh ke arahnya, Zadeline hanya melempar senyum tipis. Meski nyaris tak terlihat, senyuman itu mampu menghangatkan kembali hati Natasya. Memadamkan api amarah di dadanya yang timbul akibat Tindakan Scarlotte.

"Kenapa dia begitu membenciku?" tanya Natasya pelan, nyaris tidak terdengar oleh Zadeline.

Zadeline meraih jemari Natasya dan menggenggamnya erat.

"Karena kau adalah perempuan yang ditakdirkan untuk menjadi sempurna. Karena itulah, banyak perempuan yang iri hingga membencimu. Salah satunya adalah Scarlotte," papar Zadeline, berusaha menenangkan Natasya.

"Tapi aku rasa Scarlotte seperti menyimpan dendam denganku. Apa aku pernah berbuat salah dengannya? Apa ada kesalahan yang tidak aku ketahui, hingga membuatnya sakit hati kepadaku?" tanya Natasya bertubi-tubi.

Zadeline menggeleng.

"Tidak. Dia seperti itu karena kau benar-benar sempurna di mata orang lain."

Meski tidak puas dengan jawaban Zadeline yang terdengar hanya untuk menenangkannya saja, Natasya tidak lagi melontarkan pertanyaan. Perempuan itu memilih diam sembari berusaha menggali ingatan Pearly akan sosok Scarlotte.

***

Scarlotte kenapa gitu banget deh. Ada yang tahu?

Btw, terima kasih ya untuk kalian yang sudah baca Bring Me Back! dan nungguin update terbarunya. Berkat dukungan dan cinta kalian, Bring Me Back! akhirnya duduk di ranking 14 dalam genre Fiksi Sejarah. Ya, walaupun cuma nangkring sehari aja. Hehe.

Tapi aku tetep seneng kok karena Bring Me Back! ada yang baca juga.

Tetap dukung dan baca Bring Me Back! ya. Untuk baca lebih cepat dan tanpa hambatan, kalian bisa baca Bring Me Back! di Karyakarsa. Link ceritanya udah ada di bio ya.

Jangan lupa juga untuk follow akunku ini biar bisa baca karyaku yang selanjutnya.

Xoxo

Winda Zizty

23 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top