Empat Belas: Para Bandit

Kereta kuda yang membawa Natasya tiba-tiba berhenti. Awalnya Natasya kira pelayan yang menunggangi kuda tersebut tengah beristirahat sejenak untuk menghilangkan dahaga. Jika memang begitu, Natasya tidak akan mempermasalahkannya. Karena memang jarak yang mereka tempuh saat ini cukup jauh dan tentu membuat siapa saja kehausan.

Namun setelah sekian lama menunggu, kereta kuda yang ia tumpangi tidak juga bergerak. Penasaran, Natasya pun membuka sedikit jendela di sampingnya. Menggeser papan kayu dengan ukiran di pinggirnya, untuk melihat apa yang saat ini terjadi di luar sana.

Pemandangan yang tersaji di kedua bola mata Natasya saat ini benar-benar tidak pernah ia sangka. Tebasan pedang di leher pelayan yang menunggangi kuda untuk kereta Natasya membuat kepalanya terpisah dari anggota badan yang lain. Kejadiannya terjadi begitu cepat hingga Natasya tidak sempat berkedip lagi.

Natasya menutup mulut. Terlalu tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Semestinya Natasya berteriak, tetapi tenggorokannya seketika tercekat. Menahan pita suaranya bergetar untuk meneriakkan permintaan tolong.

Percikan darah milik sang pelayan telah terpencar ke mana-mana. Namun sebagian besar mengenai batang pohon di sekitar mereka. Dalam waktu singkat, Natasya terkepung oleh sekawanan bandit tak dikenal. Kepala mereka yang dibebat kain berwarna hitam, membuat Natasya tidak bisa menebak seperti apa wajah dari lima orang yang kini mengepung kereta kudanya.

Kereta kuda Natasya berguncang hebat saat salah satu dari kelima bandit tersebut memaksa masuk ke dalam. Bersitatap dengan Natasya yang masih dilanda syok. Tangan Natasya ditarik dengan kasar agar keluar dari kereta kuda. Meski sekuat tenaga melawan, Natasya tidak bisa menang melawan para bandit yang kekuatannya lebih besar dari perempuan itu.

Natasya jatuh terjerembap ke tanah saat bandit yang menarik paksanya keluar dari kereta kuda malah melempar tubuh perempuan itu. Natasya masih berusaha tenang. Menyembunyikan rasa takutnya dari lima orang bandit yang kini memandanginya dengan sorot membunuh.

"Siapa kalian?" tanya Natasya dengan suara lantang. "Apa yang kalian inginkan dariku?"

Natasya berusaha bangkit, tetapi gaun panjang yang ia gunakan sedikit menyulitkan gerak tubuhnya. Alhasil, tubuh Natasya kembali jatuh mencium tanah yang basah akibat hujan yang turun semalam.

Kesulitan Natasya untuk bangkit tersebut dianggap sebagai kesempatan yang bagus bagi para bandit. Tanpa ragu, lima bandit tersebut mengarahkan pedang masing-masing ke arah Natasya yang terpojok.

Natasya menelisik lima bandit tersebut satu per satu. Menatap lurus mata yang berkilau ke arahnya itu, seolah haus akan darah. Natasya tahu, ia akan mati sia-sia jika hanya berpasrah diri dan tidak mencoba melawan. Karena itu, Natasya meraba pinggangnya tanpa diketahui oleh para bandit itu.

Sebisa mungkin Natasya menyembunyikan senyum di wajah saat jemarinya berhasil meraba benda yang selalu ia simpan di pinggang. Saat salah satu dari lima bandit itu mendekatinya dan hendak menghunuskan pedang, secepat kilat Natasya melemparkan benda yang ia sembunyikan di pinggang ke pergelangan kaki bandit tersebut.

Pisau kecil tersebut berhasil melukai kaki sang bandit dan membuatnya jatuh kesakitan ke tanah. Pedang yang semula bandit itu pegang kini terlepas dan jatuh begitu saja di dekat Natasya. Tidak ingin melewatkan kesempatan, Natasya mengambil alih pedang tersebut dan lekas bangkit berdiri.

Seringai terbit di wajah Natasya sambil mengacungkan pedang tersebut ke arah empat orang bandit yang tersisa. Sebelum para bandit itu berusaha menyerang Natasya, perempuan itu sudah lebih dulu mengayunkan pedangnya kepada bandit yang pertama kali ia lawan tadi. Menusuk tepat ke jantung sang bandit hingga tak bergerak sama sekali.

Tindakan tak terduga dari Natasya tersebut tentu memancing amarah dari empat bandit lainnya. Dengan membabi buta para bandit itu secara bergantian menghunuskan pedangnya kepada Natasya. Teriakan penuh amarah terdengar di tengah hutan yang semakin gelap karena malam sudah akan tiba.

Natasya tidak mau kalah. Ia tidak mau hidupnya berakhir begitu saja di tangan bandit-bandit tak bermoral yang begitu bernafsu menyerang tanpa ampun. Kilatan api dari ujung pedang yang saling beradu tertangkap di indera penglihatan Natasya. Menandakan betapa sengitnya pertarungan yang terjadi di antara dirinya dan keempat bandit itu.

Sebisa mungkin Natasya menghindari ayunan pedang yang memburu tubuhnya dari segala sisi. Melakukan serangan balik kepada para bandit yang benar-benar menginginkan darahnya tumpah begitu saja.

Gerakan Natasya begitu luwes dan terlatih. Alih-alih nampak tengah bertikai, Natasya malah terlihat seperti sedang menarikan tarian pedang di tengah hutan. Ditemani pepohonan rindang yang hijau dan angin yang berembus sepoi-sepoi.

Menghadapi empat bandit sekaligus seorang diri seperti ini, tentu membuat Natasya kewalahan. Namun Natasya tidak akan menyerah begitu saja. Keselamatan dirinya lebih penting ketimbang rasa lelah yang mendatangi tubuh Natasya.

Mata Natasya memicing. Menangkap celah di tengah-tengah pertikaian dengan empat bandit itu. Bersama embusan angin, Natasya berlari menuju salah satu bandit yang terpisah dari kawanannya. Ayunan pedang Natasya berhasil mengenai punggung sang bandit.

Natasya memutar tubuh dan menghunuskan pedangnya sekali lagi ke punggung bandit tersebut. Memberikan luka memanjang dari punggung atas bagian kiri hingga ke lingkar pinggang sang bandit.

Satu lagi bandit yang berhasil Natasya robohkan. Darah sang bandit kini menetes dari ujung pedang yang Natasya pegang.

"Siapa kalian?" tanya Natasya lagi. Natasya tersenggal-senggal karena tenaganya terkuras akibat pertikaian yang sengit dan bertubi-tubi.

"Tidak perlu kau tahu siapa kami," balas salah satu dari bandit tersebut yang Natasya yakini sebagai pemimpin operasi mereka, "kau hanya perlu tahu bahwa kami akan menghabisi nyawamu di sini."

Natasya berdecih, meremehkan. "Menghabisi nyawaku? Jangan harap! Teruslah bermimpi hingga saat kau terbangun, kau tidak lagi berada di dunia ini, tapi di neraka!"

Ucapan Natasya membuat para bandit yang tersisa tertawa. Merasa bahwa Natasya adalah perempuan manja yang akan mudah ia lawan dan habisi nyawanya. Namun Natasya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Hidup sebagai perempuan bangsawan, tidak lantas membuat Natasya menjadi manja yang hanya mengenal benang dan jarum. Meski awalnya Seruzen tidak menyetujui keinginan Natasya, tetapi akhirnya laki-laki itu luluh juga untuk mengajari Natasya cara bertarung menggunakan pedang dan menaiki kuda.

Meski terlahir sebagai bangsawan dan merupakan perempuan, Natasya tidak ingin kalah dari Xanerza yang merupakan laki-laki dan anak tertua di keluarganya. Natasya tahu bahwa Seruzen dan Xanerza pasti akan melindungi Natasya serta Zadeline, tetapi perempuan itu juga ingin melindungi dirinya sendiri.

Karena itulah, Natasya bersikeras meminta kepada Seruzen agar ia diajarkan cara menggunakan pedang dan berkuda. Seperti yang Seruzen ajarkan kepada Xanerza. Tentu semua itu tidaklah sia-sia, karena saat ini Natasya bisa mempraktikkan pelajaran yang ia terima sejak kecil.

Natasya tidak akan kalah dari para bandit di depannya ini. Natasya akan membuktikan pada Seruzen bahwa Natasya adalah murid yang baik dalam mempraktikkan apa yang sudah diajarkan kepadanya. Harga dirinya dipertaruhkan saat ini.

Kembali mengangkat pedangnya, Natasya menatap sang lawan dengan sorot menantang. Tidak akan ia izinkan para bandit ini melukai tubuhnya, walau setitik saja. Pedang telah diarahkan lurus kepada target, Natasya hanya tinggal mengayunkannya saja dan meraih kemenangan.

Sebut Natasya terlalu percaya diri karena ingin melawan tiga bandit tersebut seorang diri. Sangat yakin bahwa sampai titik darah penghabisan, para bandit itu yang pertama akan merenggang nyawa, sebelum Natasya.

Suara pedang yang saling beradu kembali terdengar. Natasya mengerahkan seluruh kekuatan dan menggunakan teknik bela diri yang diajarkan Seruzen untuk melawan tiga bandit di depannya. Mata Natasya dengan awas mencari setiap celah yang bisa merobohkan lawan.

Tenaga Natasya benar-benar terkuras. Apalagi baru saja salah satu bandit berhasil menggores lengan Natasya. Rasa perih langsung terasa menjalar di lengan kanan Natasya yang terkena sabetan pedang. Terlalu sulit bagi Natasya untuk kembali menghunuskan pedang setelah lengannya terluka.

Tahu bahwa Natasya sedikit lengah, salah satu bandit kembali berniat menyerang Natasya. Namun sebelum pedang yang terhunus itu berhasil menyentuh tubuh Natasya, bandit tersebut tiba-tiba roboh begitu saja ke tanah. Sebuah anak panah terlihat menancap di tubuh bandit yang kini tengah sekarat.

Natasya dan dua bandit yang lain segera menoleh ke arah anak panah tersebut berasal. Pupil Natasya melebar saat mendapati beberapa pasukan berkuda kini mendekat. Beberapa anak panah memelesat ke arah para bandit yang menyerang Natasya.

Dalam sekejap, kedudukan kini beralih. Para bandit yang semula menyerang Natasya kini tersudut dan memilih mundur ke belakang. Sebelum pasukan berkuda itu benar-benar menipiskan jarak di antara mereka, dua bandit yang tersisa langsung melarikan diri sambil menghindari dari hujan anak panah.

Natasya yang melihat itu hanya bergeming di tempat. Meski napasnya masih tak beraturan, Natasya merasa lega dengan bala bantuan yang datang membantunya. Tubuh Natasya hampir ambruk ke tanah kalau ia tidak cepat-cepat berpegangan pada pohon terdekat.

Saat Natasya tengah menenangkan diri, salah satu dari pasukan berkuda itu turun dari kudanya dan berlari mendekati Natasya. Gerakan refleksnya yang memeluk Natasya, membuat perempuan itu tersentak kaget.

"Aku senang kau baik-baik saja. Aku khawatir saat memikirkan akan kehilanganmu."

Otak Natasya terasa buntu saat menerima pelukan tersebut. Terlebih suara orang yang memeluknya saat ini terasa familier di telinga Natasya. Karena Natasya sama sekali tidak merespons, orang itu pun menguraikan pelukannya. Matanya kini bersitatap dengan netra Natasya.

"Pearly? Kau baik-baik saja?"

Natasya mengerjap, menatap lekat-lekat wajah laki-laki yang berdiri di hadapannya.

"Nicholas?" ucap Natasya pelan.

"Iya, ini aku. Apa kau baik-baik saja? Kau tidak terluka, 'kan?"

Natasya menggeleng, tetapi tak lama kemudian ia meringis saat tak sengaja Nicholas menyentuh luka di lengannya. Nicholas yang mendengar rintihan Natasya pun langsung melirik lengan perempuan itu. Matanya terbelalak saat melihat darah yang merembes di gaun Natasya.

"Astaga Pearly, kau terluka!" pekik Nicholas panik.

"Aku baik-baik saja," gumam Natasya, berusaha menjauh dari Nicholas.

Tertatih, Natasya membawa tubuhnya menjauh dari Nicholas yang begitu khawatir. Saat ini rasanya Natasya benar-benar akan jatuh pingsan saking lelahnya melawan para bandit itu sendirian. Saat Natasya mengangkat wajahnya, tak sengaja ia bersitatap dengan penunggang kuda yang baru tiba.

Ekspresi di wajah sang penunggang kuda tidak jauh berbeda dengan apa yang Natasya lihat di wajah Nicholas. Natasya memaksakan diri untuk tersenyum saat penunggang kuda itu berlari mendekatinya.

Sebelum penunggang kuda itu mengeluarkan kalimatnya, Natasya sudah lebih dulu berkata, "Aku baik-baik saja, Antonio."

***

Kira-kira siapa bandit yang menyerang Natasya? Siapa yang tega nyuruh bandit itu buat nyerang Natasya?

Penasaran? Makanya, masukin Bring Me Back ke daftar bacaan kalian supaya nggak ketinggalan update ceritanya.

xoxo

Winda Zizty

18 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top