Delapan Belas: Dua Lelaki

Natasya sangat menyadari, semakin lama ia berada di negeri antah berantah ini, maka kenangan yang dimiliki Pearly perlahan-lahan masuk ke otaknya. Berputar-putar dalam benak Natasya seolah semua itu adalah ingatan yang telah ia lupakan dari hidupnya.

Tidak hanya kenangan Pearly yang merasuki pikiran Natasya, perempuan itu juga merasakan setiap emosi yang Pearly rasakan di setiap babak kehidupannya. Semua suka, duka, tawa, tangis, serta betapa gilanya debaran jantung Pearly saat bertemu dengan lelaki yang menjerat hatinya.

Namun, Natasya masih tidak mengetahui siapa laki-laki yang mampu membuat jantung Pearly berdebar-debar sedemikian rupa. Besar kemungkinan lelaki tersebut ada di antara Antonio atau Nicholas. Karena hanya dua nama lelaki itu saja yang Natasya ketahui tengah berusaha mencuri perhatian Pearly.

Berhari-hari ini Natasya menghabiskan waktunya di rumah. Entah berjalan-jalan di taman, atau ikut Zadeline menyulam. Namun dari semua kegiatan itu, tidak ada yang mampu membuat Natasya diam bergerak. Alih-alih menikmati, Natasya malah dilanda bosan hingga terasa mencekik lehernya.

Kegelisahan Natasya rupanya ditangkap dengan baik oleh Zadeline. Perempuan itu lantas meletakkan jarum dan benangnya ke dalam keranjang. Menggeser meja yang memisahkan antara dirinya dan Natasya.

"Apa kau ingin pergi ke luar denganku?" tawar Zadeline.

Natasya menoleh, menghentikan gerakan tangannya yang tengah menyulam. Meski Zadeline dan Violleta memuji hasil sulaman Natasya, perempuan itu merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Seolah menyulam bukanlah sesuatu yang benar-benar membuatnya bergairah menjalani hari.

"Aku rasa kau bosan di sini," lanjut Zadeline dengan senyum tipis.

Natasya mendesah, meletakkan kain sulamannya ke sisi lain. Perempuan itu lantas mengubah posisi duduknya agar bisa leluasa berhadapan dengan Zadeline.

"Ya, kau benar. Aku merasa cukup bosan di sini," aku Natasya jujur.

Zadeline mengangguk, lantas berdiri. Tak lupa ia mengulurkan tangannya ke arah Natasya. Mengendikkan bahu ke arah pintu, sebagai isyarat agar Natasya mau ikut dengannya.

"Kalau begitu, ayo. Aku juga sepertinya ingin melihat-lihat dagangan di pusat kota. Bagaimana menurutmu, Pearly?"

Mata Natasya berbinar dengan sorot antusias. Tanpa ditawarkan dua kali, tentu Natasya tidak akan menolak ajakan tersebut. Natasya tanpa ragu berdiri dan meraih uluran tangan Zadeline. Kekehan pelan lolos dari bibir Zadeline melihat respons kakak perempuannya itu.

Berjalan bersisian, keduanya kini mencari sosok Violleta untuk memberitahukan bahwa mereka akan pergi ke pusat kota. Violleta tentu mengizinkan. Apalagi saat dilihatnya Natasya beberapa hari ini tampak begitu lesu karena hanya berada di rumah.

"Jangan pergi terlalu lama. Kalian pasti tahu seperti apa tabiat ayahmu, 'kan?" Violleta memperingati.

"Baik Ibu, kami tidak akan pergi lama," janji Natasya.

Dengan diberikannya izin oleh Violleta, maka Natasya dan Zadeline pun pergi ke kota. Menatap jalanan di pusat kota membuat pupil Natasya melebar. Rasanya seperti menghirup udara segar setelah sekian lama terkukung dalam kesesakan di dada.

Karena itulah, Natasya lebih dulu turun dari kereta kuda mereka, setibanya di pusat kota. Mata Natasya memindai sekeliling. Menatap lalu lalang orang-orang yang bertransaksi di hadapannya. Deretan para pedagang yang menjajakan barang dagangan masing-masing, serta para pejalan kaki yang sekedar melirik atau bahkan membeli beberapa barang yang mereka butuhkan.

Meski sudah tidak sabar untuk berkeliling, Natasya masih tidak bergerak dari posisinya sebelum Zadeline turun dari kereta kuda. Setelah kaki Zadeline dipastikan sudah menginjak tanah, barulah Natasya mengambil langkah pertamanya.

Berjalan bersisian Bersama Zadeline, Natasya pun bergabung dalam kerumunan. Menatap satu per satu dagangan yang kini menyapa indera penglihatannya di sepanjang mata memandang. Zadeline juga melakukan hal yang serupa. Bagaimanapun juga, keduanya adalah seorang perempuan yang akan terpesona ketika melihat barang-barang indah di depan mereka.

Zadeline berhenti di salah satu kios yang menjual aksesoris. Perempuan yang satu itu memang memiliki ketertarikan terhadap benda-benda yang dapat menunjang penampilan. Tidak heran saat Natasya masuk ke kamar Zadeline, ia melihat satu meja penuh yang berisikan berbagai aksesoris dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Natasya ikut memperhatikan apa yang Zadeline lakukan. Meski menyukai barang-barang indah juga, tetapi minat Natasya tidak sebesar Zadeline. Namun tetap saja, Natasya ikut mencoba beberapa aksesoris tersebut di kepalanya.

Sejak awal berhenti di kios tersebut, mata Natasya memang langsung tertuju pada jepit rambut yang terbuat dari perak. Di ujungnya menempel dengan indah seekor kupu-kupu berwarna biru muda. Saat mencoba jepit rambut tersebut di salah satu sisi rambutnya, Natasya merasa kupu-kupu tersebut benar-benar hidup. Seolah tengah terbang dengan begitu indah di atas rambutnya yang disisir rapi.

"Cantik. Aku menyukainya," puji Zadeline tulus.

Natasya tersenyum tipis, lalu mengembalikan jepit rambut itu ke posisi semula. Melihat Natasya mengembalikan jepit rambut tersebut alih-alih membelinya, membuat dahi Zadeline berkerut bingung.

"Kau tidak menyukainya?" tanya Zadeline, menyuarakan rasa bingungnya.

Natasya menggeleng pelan, tetapi matanya masih tertuju pada jepit rambut kupu-kupu itu.

"Tidak. Aku menyukainya, tapi jepit rambut ini terlalu indah untukku," ucap Natasya.

"Beli saja sebelum kau menyesal nanti. Akan lebih menyedihkan untukmu saat kau melihat orang lain memakai sesuatu yang kau sukai," kata Zadeline. Berusaha menggoyahkan Natasya agar membeli jepit rambut yang perempuan itu sukai.

Natasya tampak bimbang. Ucapan Zadeline benar-benar menggoyahkannya. Namun Natasya tidak ingin menambah salah satu koleksi jepit rambutnya. Natasya sendiri tidak tahu, apakah ini murni rasa ketertarikan yang Pearly miliki, atau hanya rasa ketertarikan Natasya saja.

Di tengah-tengah kebimbangannya, tiba-tiba sebuah tangan mengambil alih jepit rambut itu. Sontak saja Natasya dan Zadeline menoleh ke arah di mana tangan tersebut berasal. Pupil Natasya membesar saat melihat sosok yang kini berdiri tepat di samping kanannya.

"Jepit rambut ini sangat cocok untukmu," sahut orang tersebut sambil menyelipkan jepit rambut ke rambut Natasya.

Natasya terlalu syok untuk menghindar. Tidak menyangka akan kehadiran laki-laki yang menatap Natasya dengan senyum di bibir dan kedua bola matanya. Di tempatnya, Zadeline hanya mengulum senyum setelah melihat kejadian yang baru saja terjadi.

"Sangat cantik. Kau benar-benar cocok menggunakan jepit rambut ini, Pearly."

Natasya masih tercengang. Berusaha menggali ingatan Pearly akan sosok yang berdiri di hadapannya. Alih-alih mendapat jawaban dari kepingan ingatan Pearly, justru dari Zadelinelah Natasya mengetahui siapa sosok laki-laki berambut cokelat yang bertingkah sok akrab dengannya itu.

"Dia memang menyukai jepit rambut itu dari awal, Nicholas. Aku tidak menyangka, kau sangat jeli memilihkan jepit rambut yang sudah memikat Pearly sejak pandangan pertama," goda Zadeline dengan senyum lebar di wajahnya.

"Ah, benarkah?" tanya Nicholas, sedikit tak percaya. "Aku juga menyukai jepit rambut ini sejak pertama kali melihatnya. Aku tidak menyangka jika jepit rambut ini adalah pilihan pertamamu."

Suara bariton Nicholas kembali menyapa indera pendengaran Natasya. Karena tidak adanya respons yang berarti dari Natasya, Zadeline pun menyentuh pelan lengan Natasya. Sentuhan itu mampu membuat Natasya mengerjap dan kembali ke kenyataan.

"Ah, ya?" ucap Natasya, menatap Zadeline dengan tanda tanya.

Zadeline mengerling. Berusaha memberi kode kepada Natasya melalui pergerakan matanya. Natasya masih berusaha menerjemahkan kode yang diberikan Zadeline. Namun suara Nicholas membuat Natasya mengalihkan pandangannya dari Zadeline.

"Apa kau pergi berdua saja dengan Zadeline?" tanya Nicholas. Mata cokelat lelaki itu menatap lurus Natasya, seakan bisa menembus isi hati sang perempuan.

"Ah, ya, aku hanya berdua saja dengan Zadeline," jawab Natasya.

"Ah, begitu rupanya." Nicholas mengangguk pelan, nampak mengerti.

"Bagaimana denganmu? Apa kau hanya sendirian saja?" tanya Natasya. Sekadar ingin bersikap sopan pada Nicholas yang mendatangi Natasya dan Zadeline.

"Aku bersama Antonio, tapi entah di mana dia sekarang. Tadi kami berpisah di ujung jalan," jawab Nicholas. Kepala Nicholas kini bergerak ke segala arah. Berusaha mencari sosok Antonio yang katanya tadi pergi bersama.

Mata Natasya ikut memindai sekitar. Mencari-cari sosok Antonio dari orang-orang yang berlalu-lalang di hadapannya. Netra Natasya langsung berhenti di satu titik saat ia melihat postur tubuh Antonio dari kejauhan.

Mata Natasya bersirobok dengan Antonio. Meski jarak mereka cukup jauh, tetapi Natasya merasa Antonio tengah berdiri di hadapannya. Menatap lurus hingga ke kedalaman matanya.

Tanpa melepaskan pandangan dari mata Natasya, Antonio perlahan mendekat. Membelah kerumunan orang yang memenuhi jalanan di pusat kota. Menipiskan jarak yang membentang di antara Natasya dan Antonio.

Saat sosok Antonio sudah berdiri tepat di hadapannya, barulah kontak mata itu terputus. Natasya mengalihkan pandangannya ke arah lain, menghindari tatapan Antonio yang membuatnya tak berkutik.

"Apa kau sudah menemukan apa yang kau cari?" tanya Nicholas, begitu Antonio sudah berdiri di sampingnya.

Antonio menggeleng, mengulas senyum tipis.

"Belum. Sepertinya tadi aku hanya salah lihat," jawab Antonio. Matanya kini beralih pada jepit rambut di atas kepala Natasya. "Jepit rambutmu indah. Sangat cocok untukmu."

Natasya mundur selangkah. Memegangi jepit rambut di kepalanya dengan hati-hati.

"Ah, iya, terima kasih."

Zadeline mendekat dan tiba-tiba berbisik di telinga Natasya, "Sudah ku bilang, kau harus membelinya. Bahkan dua lelaki di depanmu memuji penampilanmu."

Natasya menunduk saat merasakan pipinya menghangat. Tidak ingin memperlihatkan pipinya yang mulai merona kepada dua lelaki itu, Natasya pun berbalik. Menanyakan harga jepit rambut itu kepada sang penjual. Dengan cepat Natasya membayar jepit rambut sebanyak nominal yang diucapkan penjual.

"Kalau begitu, kami permisi dulu," pamit Natasya sambil menundukkan kepalanya.

Tanpa memberikan Antonio ataupun Nicholas kesempatan untuk membalas, Natasya menarik tangan Zadeline untuk segera pergi dari sana. Meninggalkan dua lelaki yang hanya diam melepas kepergian Natasya dari hadapan mereka.

***

Langsung ketemu sama Antonio dan Nicholas secara nggak sengaja.

Kalian tim Antonio atau tim Nicholas, nih? Beri tahu aku di kolom komentar, ya.

xoxo

Winda Zizty

22 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top