5. Hai, Lana
Seminggu berlalu sejak kejadian di pernikahan Keysa. Tanpa Juna, aku masih kesulitan menghindari Krisna yang beberapa kali datang ke gedung kantorku dengan dalih bisnis. Belum lagi pertanyaan Bang Genta yang nyaris membuatku sakit kepala. Aku memilih melarikan diri dengan tinggal di apartemen dekat kantor dari pada harus pulang dan mendengar ceramahnya yang panjang seperti rel kereta api.
"Heh! Ngapain ngintip-ngintip gitu?" Tepukan dan suara Darel di dekat telinga membuatku nyaris meloncat karena terkejut.
Aku berbalik menatapnya sewot, "Kamu ini sebenernya sahabatku atau bukan, sih?"
"Bukan," jawab Darel santai dengan raut wajah datar sambil merapikan rambutnya.
Kampret memang!
"Auw! Kok nyubit sih, Na?" protes Darel sambil mengusap pingganggnya yang telah menjadi sasaran kekesalanku.
"Makanya, serius dikit dong!"
"Oke oke ... emang ada apa sih?" Darel mengikutiku melongo dari balik tembok menatap sekeliling lobi utama. "Oooh, ada dia toh! Yaudah kita keluar bareng aja."
"Tapi-"
"Udah sih, ngapain takut! Dia kan manusia juga bukan makhluk jadi-jadian!" Darel mulai menarikku keluar dari balik tembok dekat lift dan menyeretku melintasi lobi.
Aku mengibaskan tangannya dan terpaksa mengimbangi langkah Darel yang lumayan cepat. Untungnya aku sudah mengganti sepatu bertumit tinggiku dengan flatshoes.
Begitu melintasi lobi, si kampret justru menyapa Krisna dengan santainya. Otomatis aku membelalakkan mata ke arah Darel. Namun sahabat jadi-jadianku itu malah tak menggubris sikap protesku.
"Hai, Kris. Lagi sibuk kayaknya nih?"
"Iya, biasa. Ada yang perlu dinegosiasikan dengan direktur. Hai, Lana!" sahut Krisna sambil melirik ke arahku. Aku membalas sapaannya singkat dan berpura-pura sibuk membalas pesan di ponselku. Sama sekali tak ingin memberinya kesempatan sedikit pun.
"Kalau gitu kita duluan, ya. Masih ada proyek nih. Bye!" pamit Darel dengan gaya cool-nya.
Untungnya sahabatku yang rada sinting ini pintar memahami situasi. Sengaja menekankan kata proyek agar terkesan kami sedang ada pekerjaan yang mendesak di luar sana. Bagus. Darel bisa kuandalkan kali ini. Empat jempol untuknya.
Darel merangkul bahuku dan menyeretku untuk mengikuti langkahnya yang lebar. Kami segera keluar gedung menuju parkiran, langsung menuju mobilnya.
"Kita mau ke mana?" tanyaku setelah selesai mengaitkan sabuk pengaman.
"Kedai Pelangi. Pengin nyantai dulu, ngopi-ngopi."
"Sip. Let's go!"
Mobil sedan Darel langsung meluncur bergabung dengan kepadatan jalan raya ibukota di sore hari. Dan dalam sekejap kami tiba di kedai kopi langganan kami, yang memang hanya berselang satu komplek gedung dari gedung stasiun TV.
Baru saja menghempaskan tubuhku pada kursi di sudut ruangan ketika dering telepon berteriak minta diperhatikan. Kutatap layar pipih dengan nama Bunda Kartika di bagian atas. Segera kugeser tombol warna hijau dan mulai mendengarkan suara Bunda di seberang sana.
"Na, sekarang kamu pulang ke rumah ya, nak! Hari ini kan abangmu ulang tahun."
"Oh, iya. Bang Saga ulang tahun hari ini, ya?" sahutku sambil menepuk kening.
"Iya, abangmu libur hari ini. Jadi kita bisa makan malam sama-sama. Bunda juga sudah masak banyak makanan kesukaan kamu, nih."
"Iya, Bunda. Lana pulang sekarang."
"Nah gitu dong, Sayang. Bunda tunggu ya!" Setelah sambungan telepon terputus, aku mendongak menatap Darel.
"Kenapa? Disuruh pulang?" tanyanya.
"Iya, aku disuruh makan malam di rumah. Bang Saga ultah hari ini."
"Ya sudah sana, cepet pulang!"
"Ini juga mau pulang," sahutku sambil memasukkan ponsel ke dalam tas. "Kamu nggak ada niatan mau nganter aku gitu?" sindirku sambil menatap Darel yang asik menyesap kopinya yang baru tiba.
"Enggak, ah! Ogah. Ribet berurusan sama abang-abangmu. Kalo ngajak ngobrol kayak lagi ngintrogasi musuh."
"Ih, dasar nggak setia kawan," sungutku jengkel.
"Becanda, Na. Yaudah kalo mau aku antar. Tapi aku nggak masuk, ya!"
"Iya, terserah."
Akhirnya Darel mengantarku pulang. Sampai depan rumah, Darel memarkirkan mobilnya di seberang jalan karena di depan rumah Ayah ada beberapa mobil yang sedang terparkir.
"Rame banget rumah kamu, Na? Banyak tamu kayaknya. Jangan-jangan calon besan buat kamu, Na?" gumam Darel sambil memandangi deretan mobil di depan gerbang.
"Sembarangan aja kalo ngomong!" sahutku sambil menepuk pundaknya. "Lihat itu plat nomornya. Mobil dinas tentara! Itu tamu Ayah."
"Ya, kali aja gitu."
"Udah, ah. Aku masuk dulu, ya. Makasih Darel-ku sayang. Bye!"
"Manis banget kalo ada maunya." Gerutuan Darel membuatku tergelak. Aku melambaikan tangan lagi sebelum pria itu kembali mengemudikan mobilnya meninggalkan rumahku.
Aku berbalik menatap gerbang depan. Tak mungkin juga masuk lewat sini. Aku tak suka bertemu dengan rekan kerja Ayah di kesatuan. Tak ingin kejadian Damar terulang kembali lebih tepatnya.
Aku memilih berputar ke samping rumah. Kebetulan rumah ini berbentuk hook di ujung gang. Jadi ada pintu samping yang langsung menuju halaman belakang. Biasanya pintu ini yang kugunakan di saat darurat.
Aku merogoh tas mencari kunci pintu gerbang samping. Merogoh semua kantong dalam tas, tapi tidak juga ketemu. Aku taruh di mana ya? Oh, ya ampun! Kunci itu kan tadi kukeluarkan dan kutaruh di meja rias.
Aku mendesah pelan. Menatap gerbang di depanku kemudian menatap pohon kersen di sampingnya. Hanya cara terakhir satu-satunya jalan.
Kuselempangkan tas ke badan. Mengambil sedikit ancang-ancang sebelum memanjat pohon kersen. Dalam sekali lompatan aku berhasil memanjat, menapaki dahannya hingga dahan tertinggi dekat tembok.
Berhasil aku hanya tinggal melompat masuk ke dalam. Kembali aku mengambil ancang-ancang untuk melompat turun dan mendarat dengan sempurna. Namun tiba-tiba ....
"Aa ... aaa ... aaargh. Sakit ... sakit ...." teriakku menahan nyeri saat seseorang yang tak kusadari ada di sana menarik tanganku cepat dan memitingnya ke belakang punggung. Sedangkan tangannya yang lain menahan bahuku menunduk ke depan.
"Siapa kamu? Berani sekali memanjat rumah Komandan?" Suara berat yang terdengar familiar memenuhi indera pendengaranku. Aku terpaku meski sambil meringis.
"Kenapa, Jun?" Suara Bang Saga terdengar dari dalam rumah. Akan tetapi kemudian terdengar suara tawa tergelak saat sosoknya tiba di teras halaman belakang.
Aku menoleh ke arah asal suara tawa geli itu. Tatapanku menghunjam tajam ke arah Bang Saga yang tengah berdiri sambil tertawa kencang. Kampret memang abang satu ini. Bukannya menolongku malah tertawa senang melihatku kesusahan.
"Sejak kapan halaman belakang ada penjaganya, sih?" gerutuku sambil berusaha melepaskan diri. Sayangnya cengkraman orang di belakangku ini sangat kuat. "Abang nggak usah ketawa. Cepetan tolongin aku!" sungutku jengkel.
"Abang?" Tampaknya orang yang memiting tanganku merasa ada yang salah. Perlahan cengkeramannya mengendur dan aku segera berbalik hendak memaki pria tersebut, tetapi lidahku langsung kelu saat menatap wajahnya.
Hal serupa tampaknya juga sedang ia rasakan. Pria di hadapanku ini menatapku dalam diam. Sedikit terkejut tetapi berusaha bersikap biasa dengan ekspresi wajah selurus papan penggilasan. Datar.
"Kenalin ini adikku, Lana!" Suara Bang Saga tiba-tiba sudah ada di dekat telingaku, mengembalikan kesadaranku yang sempat melambung.
Bang Saga merangkulku sambil memperkenalkan kami. Aku masih tak mampu bicara. Sosok yang sempat ingin kulupakan kini kembali berdiri di hadapanku. Lengkap dengan pakaian dinas hijau pupusnya. Membuat perasaanku yang semula senang menjadi kecewa.
"Hei, Na! Jangan terpesona gitu dong. Kenalin dulu nih, temen abang. Namanya-"
"Juna," lanjutku pelan. Dari sudut mataku, aku bisa melihat mata Bang Saga membelalak terkejut sekaligus antusias saat menatapku.
Sedangkan tatapanku tak lepas memandang setiap ekspresi yang muncul di wajah Juna. Samar. Pria itu seakan mampu menyembunyikan semua ekspresi dalam tulang wajahnya yang kaku.
"Hai, Lana."
****
Bright As The Sun, Ayu Anggun©2020-All Right Reserved
13 Oktober 2020, 08.16 WIB
Agak serem ga sih kalo ada yang PDKT kayak Krisna gitu?
Yuk ah, komen apa aja boleh. Yang banyak ya komennya.
Jangan lupa follow Instagramku ya di @aayu_anggun untuk cari tau update-an cerita terbaruku.
Mari berteman. 😊
Juna kaget lihat Lana
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top