Bab 9 - Arah Angin


Kabut tebal menyelimuti langit kota Shanghai bersama angin dingin yang bertiup di antara celah pintu serta jendela ruang bangunannya.

Membuai setiap jiwa untuk menyambut musim dingin dengan bergulung di dalam selimut dan kembali melanjutkan mimpinya. Kecuali untuk beberapa orang yang masih terjaga sampai detik ini.

Termasuk Zheng Yuxi. Baru beberapa jam lalu pria tersebut menerima informasi valid bahwa aktor utama dalam drama garapan Zou Hong telah dikonfirmasi terlibat dalam penggunaan serta peredaran Narkotika.

Tak sampai di sana, Kepala Kepolisian Shanghai yang dihubungi Yuxi bahkan memberi peringatan secara tegas bahwa ada kemungkinan aktor tersebut terkait jaringan narkoba besar yang tengah diburu pihak kepolisian selama ini.

Kabar ini memastikan bahwa Zou Hong akan mengalami kerugian sangat besar dalam berbagai aspek setelah dramanya resmi ditarik dari peredaran.

Tak hanya 50 juta yuan. Yuxi meyakini kemarahan para investor dan vendor yang terkait langsung dalam produksi drama Eternal Flame akan menimbulkan masalah yang lebih besar di kemudian hari. Hingga mampu menyulitkan Zou Hong dalam mengambil proyek selanjutnya.

"Mereka masih di sana, Tuan Muda," lapor Jiang Lin, merujuk pada kerumunan paparazi yang masih bertahan di luar Gedung Zou Hong sampai saat ini.

Tak memberi respon, Yuxi duduk bersandar di kursi dan memejamkan mata tanpa melepas kacamata yang bertengger sejak malam tadi.

"Saya sudah menyiapkan mobil untuk Tuan Muda dengan supir di parkir basement. Anda bisa pulang ke rumah melalui jalur belakang untuk menghindari mereka," ucap Jiang Lin lagi.

Kedua pundak Yuxi terangkat cukup tinggi. Bersama suara helaan napas keras yang menunjukkan penatnya pikiran Yuxi saat ini.

Dan sekali lagi, pria itu hanya menggerakkan tangannya yang memberi tanda untuk Jiang Lin keluar dulu dari sana.

"Tuan Muda." Jiang Lin berkata lagi sebelum dia mengikuti perintah boss-nya tersebut. "Maafkan saya, tapi kemarin ... saya lalai dan belum sempat mengirim orang untuk ke rumah sakit serta merawat Nona Gendhis. Kondisi perusahaan tengah kacau, jadi saya--" Wajah Jiang Lin mulai panik dan takut sampai sulit melanjutkan laporannya. "Tapi ... kemarin saya menyempatkan diri untuk mengintip kondisi Nona Gendhis dari balik pintu kamar. Dan dia terlihat sangat sehat! Jadi menurut saya--"

Sorot mata Yuxi mulai kembali tajam dan menusuk bagai bilah pedang, meski wajahnya tetap terlihat pucat. Dia melirik tegas ke arah asistennya, sampai Jiang Lin yang masih bicara seketika menunduk dan menutup rapat mulutnya.

Yuxi bangkit dan meminta Jiang Lin untuk mendekat padanya.

Pria itu siap menyentil kening Jiang Lin, saat asistennya dengan kurang ajar menghindar dan segera berlutut sambil mengusap kedua tangannya di hadapan Yuxi.

Sayang, meski sudah menghindar, Yuxi tetap bisa menyentil kening Jiang Lin dengan keras.

"Aduh ...!" pekik Jiang Lin mengusap keningnya sendiri.

"Dia adalah orang kiriman Kakek," kata Yuxi menirukan ucapan asistennya kemarin. "Dan kau berani mengabaikan perintahku untuk menjaganya?" tanya Yuxi kemudian.

"Maafkan saya, Tuan Muda! Saya tak bermaksud untuk--"

"Tetap di sini dan jangan sampai satu kata pun keluar dalam artikel mereka! Atau kau akan kehilangan kepalamu saat kita bertemu lagi!" ancam Yuxi sebelum menyambar jas-nya dan pergi meninggalkan Jiang Lin yang masih mengoceh sambil mengikuti langkahnya.

Pria kurus itu akhirnya pasrah saat Yuxi menghilang di balik pintu lift karena mengira bahwa boss-nya akan pulang untuk beristirahat dulu hari ini.

Tanpa tahu bahwa tujuan Yuxi bukanlah pulang, melainkan ke rumah sakit untuk memeriksa sendiri kondisi terbaru Gendhis.

Bangsal VIP yang biasanya tenang, kini terasa agak mencekam dengan suara langkah tegas Yuxi yang terdengar di setiap sudut lorongnya.

Tangannya yang berurat baru memegang handle pintu, saat seorang dokter dan perawat keluar dari ruangan Gendhis dan membuatnya spontan mundur beberapa langkah.

"Oh, selamat pagi!" sapa Dokter itu lebih dulu.

"Pagi," jawab Yuxi.

"Anda ... keluarga pasien?" tanya Dokter itu lagi.

Cukup ragu untuk menjelaskan hubungan antara dirinya dengan Gendhis, membuat Yuxi memilih untuk mengangguk dan mengira semuanya selesai sampai di sana.

Tapi tebakannya keliru, karena Dokter justru meminta waktu Yuxi untuk bicara secara pribadi di ruang dokter yang letaknya menyatu dengan ruang perawat.

"Sesak napas?" Yuxi membalakkan mata.

"Benar, Tuan. Semalam sesak napasnya kambuh sampai tangan dan kakinya mengalami mati rasa. Ditambah dengan gejala asam lambung yang muncul bersamaan, membuat kondisi tubuhnya semakin memburuk. Oleh sebab itu, saya menyarankan agar pasien bisa menunda kepulangannya demi memastikan kondisinya stabil lebih dulu," jelas sang Dokter panjang lebar.

Yuxi terhenyak. Tangannya mengepal dan perasaannya campur aduk mendengar kondisi Gendhis yang jauh dari perkiraan.

"Tapi sekarang ... apa dia sudah lebih baik?" tanya Yuxi dengan suara tercekat.

"Kami sudah memberikan oksigen sampai pagi ini. Kondisinya juga sudah membaik," jawab Dokter itu lagi. "Hanya saja ..." Dia terdengar ragu untuk melanjutkan ucapannya.

"Apa ada hal lain yang terjadi?" tebak Yuxi penasaran.

Dokter tersebut memberi kode pada si perawat yang membawakan satu dompet besar dengan gambar Princess Elsa dan ditempatkan di hadapan mereka.

Mengejutkan, Yuxi melihat perawat itu mengeluarkan banyak jenis obat dari dalam dompet itu sambil sang dokter memberi penjelasan kepadanya.

"Nona Gendhis memiliki beragam jenis penyakit yang sering muncul tiba-tiba." Sebuah botol tabung diulurkan sang Dokter ke hadapan Yuxi. "Salah satunya adalah Asma. Pasien memiliki riwayat sakit asma, dan ini adalah obat yang harus dia hirup setiap kali penyakitnya kambuh. Meski untuk beberapa hari kedepan, saya menganjurkan agar obat ini terus dihirup setiap malam sebelum tidur."

Yuxi kembali menarik napas dan mengambil obat Gendhis untuk dia baca satu persatu.

Asma, asam lambung, vertigo, dan obat anti sakit dengan jenis dan dosis yang berbeda dan sudah diberi tanda oleh Dokter sebelumnya.

"Saya akan memberi obat tambahan melalui injeksi untuk mengurangi konsumsi obat oral pasien saat ini. Jadi saya harap, Anda bisa mengawasi serta menjaga kondisinya sebaik mungkin agar kejadian semalam tak terulang kembali."

Tenggorokan yang terasa kering dan kebingungan begitu jelas dari sorot mata Yuxi yang tak bisa memberi respon apapun terhadap permintaan Dokter itu.

Sampai pembicaraan mereka selesai dan dompet obat itu dikembalikan melalui tangannya. Dia terus menatap dompet obat milik Gendhis dan berulang kali menarik napas panjang sebab gadis itu memenuhi pikirannya saat ini.

Yuxi membuka pelan ruang rawat inap Gendhis, lalu kembali dibuat terkejut melihat Gendhis yang tertidur dengan posisi duduk sambil memangku laptop dengan layar yang masih terbuka.

Tanpa sadar, pria itu melambatkan setiap gerak tubuhnya demi menjaga agar tak mengejutkan Gendhis atau membangunkannya. Yuxi juga sempat mencuri lihat ke layar laptop dan menemukan barisan coding rumit yang sepertinya baru diselesaikan gadis sepanjang malam.

Merubah sorot mata yang awalnya tajam menjadi redup hingga dia bergumam sendiri di samping ranjang gadis itu.

"Selang oksigen ini sepertinya kurang kuat menahanmu untuk tidak bekerja."

Gendhis terkejut mendapati dirinya sudah berbaring dengan laptop yang ikut berpindah ke meja nakas bersama beberapa kertas yang ditumpuk sedemikian rupa.

Dan lebih terkejut lagi, saat menyadari kehadiran Yuxi yang duduk tenang sambil memeriksa pekerjaan melalui tablet yang dia bawa.

"Sudah bangun?" tanya Yuxi tanpa melirik ke arah Gendhis sama sekali.

"Kau ... di sini?" tanya Gendhis balik dan menarik selimutnya yang sedikit melorot.

"Lain kali, pakai baju yang benar!" tegur Yuxi dengan suara tenang.

Teguran Yuxi, mengingatkan Gendhis kalau semalam dia hanya memakai baju daster yang cukup tipis dan tak memakai bra seperti biasanya.

"Kau melihat milikku?" tuduh Gendhis yang semakin kuat memegang ujung selimutnya.

Pria itu mendengus sambil memalingkan wajah juga melepas kacamatanya.

"Kau tidur dalam posisi duduk! Jadi aku membantumu--"

"Kau ... menyentuhku?" ucap Gendhis memotong perkataan Yuxi.

Yuxi memasang wajah frustasinya dan memandang tajam pada gadis itu. Membuat Gendhis makin rapat menutup tubuhnya dengan selimut dan beringsut ke sudut ranjang, seiring langkah Yuxi yang juga makin mendekat kepadanya.

Mata Gendhis terpejam erat sambil bergumam memanggil Ibunya.

"Mama ... tolong Gendhis, Ma ... tolong Gendhis ... tolong--"

Mata Gendhis sontak terbuka merasakan lengannya ditarik kuat oleh Yuxi dan membuat posisi mereka sangat dekat satu sama lain.

"Aaarrgghhh!" Gendhis berteriak sangat kencang dan sangat ketakutan.

Berusaha melepaskan diri dari sergapan Yuxi. Gadis itu malah tak sengaja menarik Yuxi hingga jatuh dan menindih tubuhnya di atas ranjang.

Sampai untuk kedua kali, mata mereka saling bertemu dengan Yuxi yang menatap wajah Gendhis begitu lekat. Terpaku beberaa saat. Yuxi yang baru bisa sadar setelah mata Gendhis mengalirkan air mata.

Buru-buru pria itu menjauh dan berdiri menyesali keteledorannya.

"Gendhis ...," panggil Yuxi, melihat Gendhis yang kembali meringkuk dan memeluk tubuhnya sendiri. "Maaf, aku tak bermaksud--" Ucapan Yuxi kembali terhenti. "Aku ... akan pergi kalau begitu," ucap Yuxi.

"Yuxi!" panggil Gendhis sebelum Yuxi melangkah pergi.

Membuat sang pria berbalik dan melihat Gendhis menatap padanya.

"Aku yang salah," ujar Gendhis kembali mengejutkan pria itu. "Harusnya aku pakai bra kalau menginap di luar rumah," jelas gadis itu. "Mamah sudah sering mengingatkanku untuk selalu pakai bra. Tapi kadang, aku lupa dan merasa lebih nyaman kalau tak memakainya. Jadi aku--" Mata Gendhis membulat, menyadari apa yang baru saja keluar dari mulutnya ini.

Sementara Yuxi sudah mengerutkan kening dan menghela napasnya lagi mendengar ucapan ceroboh gadis itu.

"Maaf ...," cicitnya di hadapan Yuxi.

Yang ditanggapi Yuxi dengan senyuman tipis dan anggukan singkat.

Pria itu baru akan merespon lagi, saat ponselnya bergetar dan menunjukkan nama Jiang Lin di sana.

"Halo!" Cara bicara Yuxi kembali berubah.

"Tuan Muda, gawat! Ada masalah baru yang harus saya laporkan!"

"Katakan!" perintah Yuxi,

"Saya akan segera ke rumah dan menyampaikan laporannya langsung pada Anda. Sebab masalah ini, tak bisa dibahas lewat telepon, Tuan!" tukas Jiang Lin lagi.

"Aku bersama Gendhis dan menjaganya di rumah sakit sekarang." Yuxi menjawab tanpa ragu. "Datang saja ke sini, untuk laporannya!"

Tanpa Yuxi ketahui, jawabannya yang menyeret nama Gendhis sudah membuat Jiang Lin tertegun balik dan mematung menatap layar ponselnya yang kembali menghitam.

"Dia bilang apa tadi? Menjaga ... GENDHIS ...!!!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top