Bab 6 - Bahasa Manusia?
Hai semua ....
Gimana dengan cerita ini menurut kalian? Apakah seru?
********************************************************************************************
Gendhis menggigiti kuku sambil terus menatap layar ponsel yang masih menghitam sejak beberapa jam lalu.
Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam dan Kama belum menunjukkan tanda-tanda untuk menghubungi balik dirinya setelah pesan terakhir yang dikirim Gendhis pada sore tadi.
"Kama ... kamu kie di mana to?" gumam Gendhis dengan campuran bahasanya. "Wes bengi loh iki!" keluh Gendhis sambil bangkit lagi dari posisi duduknya di balkon kamar asrama mereka.
Waktu tutup gerbang asrama mereka sudah makin dekat. Dan Kama belum juga kembali.
Dengan perasaan yang sudah tak karuan, Gendhis kembali menghubungi salah satu rekan kerja Kama yang dia ketahui.
"Halo, Yue?" Gendhis mengulas senyum sendiri. "Maaf aku ganggu kerjamu malam ini. Tapi apa Kama sudah sampai di sana?" tanya Gendhis dengan harap-harap cemas.
Jika sesuai dengan jadwal Kama selama ini, harusnya dia ada pekerjaan paruh waktu di sebuah Gymnasium sebagai cleaning service, yang seharusnya juga sudah pulang sejak tadi.
"Justru aku mau tanya kamu, Gendhis! Sejak tadi boss mencari Kama tapi tak bisa dihubungi! Dia marah-marah sekarang," ujar Yue yang membuat jantung Gendhis seperti lolos dari tempatnya.
"Astaga ...!" Air mata Gendhis seketika menggenang.
Perasaan dan instingnya yang kuat mengatakan bahwa Kama tak baik-baik saja. Meski dia juga berulang kali menepis semua prasangka buruk tersebut, hingga selalu mendoakan agar Kama cepat kembali.
Tapi jika sudah seperti ini, Gendhis tak bisa lagi mempertahankan pikiran jernihnya.
"Kama ... aku piye saiki?" Gendhis berjongkok dan menangis menutupi wajahnya.
Diwaktu yang sama dan berjarak 300km dari tempat Gendhis berada, sebuah Pesawat Jet Gulstream 550 yang berkapasitas 19 orang sudah bersiap untuk lepas landas dari Bandara International Hangzhou Xiaoshan di dekat Kota Nanjing untuk menuju Bandara International Shanghai Pudong dengan hanya diisi oleh 6 orang kru pesawat dan juga 2 orang penumpang, yang tak lain adalah Zheng Yuxi dan asisten pribadinya, Jiang Lin.
Kursi sofa yang berada di dekat jendela dengan satu meja kecil di hadapannya, menjadi pilihan Yuxi menghabiskan waktu perjalanan selama kurang lebih satu jam nanti.
Sementara Jiang Lin duduk persis di hadapannya dan telah memakai sabuk pengaman juga sebagai persiapan.
Sorot mata Yuxi masih terlihat tajam meski seharian ini dia dihajar dengan berbagai kegiatan juga pertemuan penting di beberapa tempat. Dari guratan wajahnya pun, tak sedikit pun gurat lelah yang bisa ditangkap Jiang Lin dari boss-nya itu.
"Tuan Muda," panggil Jiang Lin. "Sebaiknya anda memanfaatkan waktu ini untuk tidur di area istirahat." Pria kurus itu memberi masukan.
Sebagai seorang Pebisnis yang punya jadwal sangat padat. Yuxi memang sengaja memilih pesawat ini karena memiliki banyak fasilitas penting seperti ruang rapat dan konferensi, hingga area istirahat yang biasa digunakannya untuk mencuri waktu di sela kesibukannya selama ini.
Tapi Yuxi merasa tak bisa memejamkan mata setelah pertemuannya dengan Minghao beberapa waktu lalu.
Melihat sosok Minghao setelah beberapa tahun, masih saja mengingatkan Yuxi pada moment menyesakkan saat melihat Minghao bisa pergi ke kampus impiannya dengan dukungan penuh dari sang Kakek. Tak hanya untuk menyelesaikan gelar Sarjana, bahkan Minghao dibiarkan menjalani pilihannya sampai mendapat gelar Magister.
Tangan Yuxi tanpa sadar mengepal kuat dengan pandangan mata yang lurus mengarah ke luar jendela pesawat.
"Tuan Muda, maafkan saya, tapi ..." Jiang Lin agak ragu untuk bertanya.
"Apa?" Yuxi menanggapi singkat.
"Besok Nona Gendhis pasti akan datang lagi ke kantor untuk magang." Jiang Lin mengingatkan kembali. "Bagaimana kalau kejadian kemarin itu, terulang kembali?" tanyanya dengan nada ragu.
Yuxi hampir saja melupakan sosok gadis aneh itu.
Namanya aneh, kelakuannya aneh, bahkan semuanya terlihat sangat aneh.
"Kau atur saja! Lakukan seperti karyawan magang yang biasa."
Instruksi Yuxi sebenarnya sangat jelas. Tapi Jiang Lin kembali mengajukan pertanyaan.
"Tuan Muda ..." Dengan senyum lebarnya Jiang Lin membuat mata tajam Yuxi langsung menghujam ke arahnya. "Nona Gendhis itu kiriman langsung dari Tuan Besar. Kalau mengikuti aturan karyawan magang, maka dia akan ditempatkan di posisi yang paling rendah! Bagaimana kalau nanti--"
"Dia mau belajar, kan?" tanya Yuxi balik.
Dan Jiang Lin mengangguk.
"Lakukan saja sesuai perintahku!" tukas Yuxi. "Cari Divisi yang butuh tenaga tambahan dan tempatkan dia di sana."
"Berarti saya harus menghubungi Nona Gendhis malam ini, kan, Tuan Muda?"
Yuxi tak menjawab. Lirikannya yang tajam seperti pedang sudah cukup untuk Jiang Lin langsung mengetikkan pesan pada Gendhis dengan berbagai instruksi yang harus diikuti gadis itu besok pagi.
Tebakan Jiang Lin tepat.
Waktu masih menunjukkan pukul 7.30 pagi saat Gendhis sudah berdiri di depan meja resepsionis kantor Zheng Holdings dan menerima info mengecewakan dari resepsionis cantik di hadapannya.
"Maaf Nona, tapi Tuan Jiang Lin tidak datang ke Zheng Holdings pagi ini."
Gadis itu berniat meminta bantuan Jiang Lin pagi ini untuk menjelaskan lokasi dari peta yang dikirimkan oleh pria itu semalam. Juga meminta ijin untuk tak berangkat magang lebih dulu karena ingin mencari Kamalika.
Pikirannya yang kalut dan panik sejak semalam, membuat Gendhis tak punya pilihan bantuan lain kecuali Jiang Lin yang sudah pernah dia temui. Sehingga gadis itu berbalik dan berlari menuju Zou Hong yang letaknya masih satu area dengan Zheng Holdings.
Napasnya masih tersengal, tapi tak menghalangi jalannya menuju lantai atas, tempat ruangan Yuxi berada.
"Apa Tuan Yuxi ada di dalam?" tanya Gendhis pada sekretaris di depan ruangan Yuxi.
"Iya, Nona. Tapi--"
Gendhis pun menerobos masuk ke dalam ruangan Yuxi begitu saja.
Dan menemukan pria itu tengah duduk dengan tumpukan berkas di atas meja kerja. Tanpa Jiang Lin, yang menjadi tujuannya datang ke tempat itu.
Yuxi terkejut. Dia sempat terdiam beberapa saat, sebelum memberi kode agar sekretarisnya keluar dan membiarkan Gendhis untuk masuk ke dalam ruangannya.
"Apa kau salah masuk kantor?" tanya Yuxi lebih dulu sambil bangkit dari kursi.
Gendhis menggeleng.
"Aku mau mencari Jiang Lin dan meminta bantuannya," jawab Gendhis dengan berani.
Yuxi menunjukkan senyum menyeringai dan meremehkan di hadapan Gendhis.
"Dengar Nona ..." Kening Yuxi mengerut karena tak mengingat nama gadis itu. "Jiang Lin itu asisten pribadiku. Jadi kalau kau mau meminta bantuannya, maka kau harus mendapatkan ijin dulu dariku!" tegas Yuxi.
"Jadi ...?" tanya Gandhis yang otaknya belum bekerja dengan sempurna.
"Jadi ..." Yuxi menatap tajam pada Gendhis dan kembali berkata. "Kau harus kembali bekerja, kalau tak mau membuatku berubah pikiran dan memecatmu hari ini juga!"
Yuxi pikir ancamannya akan membuat Gendhis gentar dan keluar dari ruangannya. Seperti Jiang Lin dan semua pegawai lain di kantor ini. Tapi tindakan gadis itu kemudian membuat Yuxi sangat terkejut.
"Kalau aku tak bisa meminta bantuan Jiang Lin, maka aku akan minta tolong padamu!"
"Kau--"
Tangan Gendhis tiba-tiba sudah menarik lengan Yuxi.
"Tolong aku, Yuxi! Sahabatku diculik dan belum juga kembali sejak semalam. Dia sangat penting dalam hidupku. Jadi ... asalkan kau bisa menolong untuk menemukan sahabatku kali ini, aku janji ... kalau aku pasti akan menuruti keinginan dan perintahmu di masa depan! Termasuk, untuk magangku nanti." Gendhis kembali mencoba memohon kepada Yuxi.
Yuxi belum sempat merespon saat Gendhis sudah lebih dulu menyeretnya keluar secara paksa dari ruangan dan membawanya sampai ke depan lobby gedung Zou Hong.
Rentetan sikap Gendhis yang diluar nalar, membuat Yuxi tanpa sadar mengikuti gadis itu sampai ke luar kantor. Membiarkan banyak pasang mata melihat boss besar mereka diseret seorang gadis untuk pertama kali.
Pria itu akhirnya bisa melepaskan lengannya dari cengkeraman sang gadis, lalu menarik napas panjang sebelum meluapkan emosinya.
"Gendhis!" Yuxi mendadak ingat nama gadis itu.
Mereka saling berhadapan dan Yuxi ingin sekali menampar wajah Gendhis kalau tak ingat bahwa dia adalah seorang wanita.
"Aku tak tahu kenapa kau bersikap tak sopan seperti ini! Tapi kalau kau memang butuh pertolongan, apa ini cara yang diajarkan orang tuamu untuk meminta tolong?" teriak Yuxi sampai menarik perhatian banyak orang.
Ucapan Yuxi memang benar.
Gendhis baru menyadari kalau sikapnya sejak tadi sudah keterlaluan.
Sontak gadis itu menundukkan kepalanya dengan ekspresi wajah penuh penyesalan.
Dikira akan meminta maaf, Gendhis justru kembali menunjukkan sikap abstraknya di hadapan Yuxi.
"Dalem nyuwun pangapunten nggih, Mas Yuxi ...," ucap Gendhis yang melakukan sembah sungkem di hadapan Yuxi, "Amargi namung Mas Yuxi mawon, ingkang saget maringi pitulungan kagem Dalem dinten menika."
Pria itu refleks ikut berlutut dan mengangkat wajah Gendhis agar bisa memandang wajahnya.
Matanya menyipit dan menyorot tajam pada gadis itu,
"Kau ... bicara bahasa manusia, kan?" Tangannya bahkan terulur untuk memeriksa kening Genhis yang memang agak demam saat ini.
"Gendheng! Dipikir aku nganggo bahasa lelembut opo piye?" umpat Gendhis tepat di depan wajah Yuxi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top