Bab 4 - Ancaman Baru
Gendhis kini berdiri tepat di hadapan Yuxi.
"Apa kau tak mau mengatakan sesuatu padaku?" tanya Gendhis yang memulai pembicaraan lebih dulu.
Sudah 15 menit dia berdiri dengan Yuxi yang terus fokus pada tumpukan berkas di atas meja. Sekujur tubuh Gendhis terasa sakit juga perut yang kelaparan, membuat kesabaran gadis itu ada di ujung tanduk.
Brakk!
Gendhis maju dua langkah, tangannya menggebrak meja cukup keras, sampai ekor mata Yuxi mengarah padanya.
"Yuxi ...!" Gendhis dengan lantang memanggil nama pria itu. "Aku tak tahu sesibuk apa dirimu sampai berani mengabaikan pegawai magangmu ini seharian penuh di luar sana tanpa memberiku kesempatan untuk menyapa dengan benar!"
Gendhis kembali mengejutkan Yuxi dengan kata-katanya.
"Aku datang ke sini untuk bekerja dan belajar darimu, sesuai perintah Kakek Renzhong. Aku bahkan bersabar menghadapi kebohonganmu hari ini, dan tak melaporkannya pada Kakek. Lalu sekarang, kau masih mengabaikan aku dan membuatku kesal?" ucap Gendhis sambil menahan tangisnya.
Yuxi kembali melemparkan pandangan tajamnya kepada Gendhis.
Dia menutup berkas dan meletakkan pena di atas meja, lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dengan wajah datar, dia hanya menatap Gendhis beberapa detik, sebelum melontarkan kalimat yang membuat Gendhis semakin terbakar.
"Kalau sudah selesai, silahkan pergi!"
Gendhis dibuat menganga dengan ucapannya.
"Kalau kau masih mau magang di sini, datang ke kantor Zheng Holdings. Dan tanya ke resepsionis, tentang pekerjaanmu!" ucap Yuxi tanpa menatap wajah Gendhis. "Kau juga boleh mengadukanku pada Kakek!"
Emosi Gendhis hampir meluap. Tapi dia hanya bisa menangis, karena malu dan lelah yang dirasakannya saat ini. Kekuatannya untuk mendebat Yuxi atau siapa pun, seolah hilang.
"Aku tak akan mengadukanmu pada siapa pun."
Gendhis berkata. "Asal kau tahu, Yuxi ... aku datang untuk bekerja dan belajar dengan benar. Aku tahu kalau kau sibuk, tapi apa kau harus membohongiku? Apa sulitnya mengatakan kau tak ingin bertemu denganku? Daripada berbohong dan membuatku seperti orang bodoh seharian ini!" Air mata Gendhis tak bisa lagi dibendung.
Semua tangis Gendhis seperti radio rusak di telinga Yuxi.
"Aku tahu kalau kau sejak pagi ada di ruangan ini!" tukas Gendhis. "Aku bahkan melihatmu mengintip di balik pintu. Mendengarkan obrolan antara aku dengan pria kurus ini!" Gendhis menunjuk ke arah Jiang Lin.
Kembali, Yuxi dibuat terkejut oleh pengakuan Gendhis.
"Kalau aku jahat ... aku bisa saja mengadukanmu pada Kakek sejak awal! Tapi aku masih mencoba berpikir positif! Ku pikir ... mungkin kau memang sedang sibuk. Sedang rapat. Atau sedang ..." Gendhis kembali terisak dan mengucurkan air mata. "Atau kau memang tak mau bertemu dulu denganku," ucapnya dengan suara lirih.
Dengan masih berurai air mata, Gendhis memegang perutnya yang mendadak berbunyi karena lapar.
"Kau ... bicara saja pada Kakek kalau kau menolak menjadi mentorku selama magang. Aku tak bisa membantah ucapan Kakek Renzhong, karena beliau mengatakannya langsung pada Kakekku. Aku takut kalau beliau akan salah paham. Tapi untuk magangnya ... aku akan tetap datang dan bekerja dengan benar!" Gendhis terlihat menelan salivanya sendiri dan bergerak mundur dua langkah dari depan meja kerja Yuxi.
Dia lantas membungkukkan tubuhnya 90 derajat. Memberi hormat kepada Yuxi dan berbalik badan untuk langsung pergi dari sana.
Waktu berlalu dengan keramaian kota Shanghai yang masih seperti biasanya.
Hari juga masih sangat pagi saat Yuxi datang ke kantornya lebih dulu, sebelum berangkat menuju gedung Zheng Holdings.
Jadwalnya sangat padat.
Pertemuan dengan beberapa pihak untuk membahas calon projek baru Zao Hong, juga penyelesaian projek dari Zheng Holdings yang mengurus pembangunan area perumahan elite di salah satu distrik besar di kota Shanghai, benar-benar menyita waktu pria muda itu.
"Pagi Tuan Muda," sapa Jiang Lin dengan senyum merekah.
Yuxi tak memberi jawaban. Dia hanya berjalan yang kemudian diikuti Jiang Lin di belakangnya.
"Hari ini setelah bertemu dengan perusahaan subkontraktor dari Zao Hong, anda akan menghadiri makan siang pertama dengan Nona He. Dia adalah putri salah satu bankir ternama di Beijing. Menurut keterangan yang saya terima, Ibunya dan Nyonya Feiyu adalah teman dekat," jelas Jiang Lin panjang lebar.
Setelah mendengar penjelasan tidak penting itu, Yuxi menoleh ke arah Jiang Lin yang masih memamerkan senyum bodohnya.
"Kau yang akan bertemu dengannya," ucap Yuxi tanpa ragu.
"T-Tapi Tuan Muda!" Jiang Lin bersiap menolak.
"Atau siapkan saja surat pengunduran--"
"O-Oh ...!" Jiang Lin meraih tangan Yuxi dan mencengkeramnya cukup kuat. "Saya masih mau berumur panjang dalam pekerjaan ini, Tuan Muda!" ujarnya hingga Yuxi menarik napas panjang.
"Hari ini aku sibuk. Aku tak bisa meladeni makan siang atau makan malam, atau makan dalam bentuk apapun! Katakan juga, kalau aku tak bisa menerima perjodohannya, dan aku yang akan menjelaskan sendiri pada orang tuaku, juga pada Kakek." Yuxi berkata panjang lebar.
Sementara Jiang Lin mengerutkan kening. "Barusan itu ... apa?" tanyanya.
Yuxi menggerakkan jari telunjuknya untuk memberi kode agar Jiang Lin yang berdiri bisa mendekatkan kepalanya ke arah Yuxi. Dan setelah dirasa cukup dekat, pria yang berjuluk Dewa Api tersebut segera menjentikkan jarinya cukup keras ke kening Jiang Lin.
"Aduh ...! Aaargghh," pekik Jiang Lin sambil mengusap keningnya sendiri.
"Jangan buat aku mengulang apa yang harus kau katakan!" tegas Yuxi yang dijawab anggukan oleh Jiang Lin.
Sesuai dengan jadwal yang harus dijalani Yuxi hari ini. Tepat sebelum jam makan siang hari itu, Yuxi sudah diantarkan Jiang Lin ke tempat pertemuan klien yang pertama hari ini.
Alunan musik klasik terdengar merdu di seluruh penjuru restoran Jin Xuan yang terletak di dalam salah satu hotel Bintang Lima di wilayah Pudong, Shanghai.
Meja bulat yang ditutup kain putih lembut dan elegan, menyambut kedatangan Yuxi yang langsung diarahkan menuju sebuah ruangan VIP di dalam restoran untuk menemui beberapa tamu pentingnya hari ini.
Sementara itu di sudut lain di restoran yang sama, Jiang Lin terlihat mencari sosok gadis yang fotonya kini ada di dalam tablet.
"Pembangunan Tower 4 untuk kawasan apartment ini harus dilakukan segera, Tuan Yuxi." Direktur Wu yang menjadi pengawas pembangunan proyek Zheng Holdings Shanghai mulai buka suara. "Tapi kami menemukan bahwa beberapa bahan bangunan yang dikirim, justru tak sesuai grade yang diminta. "
Pria itu menyerahkan laporan kepada Yuxi. Yang dibaca dengan serius oleh pria tersebut sambil mengerutkan keningnya.
"Ada indikasi penyelewengan dana?" tanya Yuxi lagi.
"Kami masih menyelidiki hal ini. Tapi butuh waktu, sementara proyek harus tetap dilanjutkan sesuai jadwal," lapor Direktur Wu.
"Alihkan dana dan cari vendor material baru hari ini juga. Barang yang sudah masuk ke gudang, kembalikan pada pabrik!" perintah Yuxi dengan tegas.
"Tapi Tuan, itu akan menyalahi kontrak! Kita bisa kena penalti kalau mengganti mereka sepihak," keluh Direktur Wu.
Yuxi mengulurkan tangan pada Direktur Wu dan memberi kode untuk menelepon pihak vendor yang bermasalah.
"Itu urusanku! Lakukan saja sesuai perintah!"
Direktur Wu akhirnya menurut. Dia percaya karena situasi genting yang lebih berat pernah dihadapi oleh Yuxi dan bia teratasi dengan baik.
"Jika ada masalah lagi, laporkan padaku! Hasil penyelidikannya, aku minta dikirim dalam minggu ini."
"Tentu Tuan! Kami akan selesaikan segera penyelidikannya."
Pembicaraan pun dilanjutkan untuk membahas masalah lain dari projek tersebut.
Diwaktu yang sama, Jiang Lin yang telah menemukan sosok si wanita, kini terlihat kuyup setelah disiram air minum oleh Nona He, yang murka mendengar pesan Yuxi dari pria itu.
"Katakan pada Tuanmu itu ... kalau aku juga tak sudi melanjutkan perjodohan ini!" teriaknya sebelum akhirnya keluar dari restoran.
Jiang Lin mencium aroma minuman yang melekat di bajunya.
"Untung kali ini hanya jus jeruk yang disiramkan!" Dia kembali tersenyum bodoh dan berjalan menuju kamar mandi untuk berganti baju.
Kerepotan Jiang Lin hingga rela membawa baju ganti saat menemani Yuxi menjalani rapat pentingnya, adalah karena hari ini Yuxi mengganti jadwalnya secara mendadak.
Dari melakukan peninjauan pembangunan gedung apartment Zheng Holdings dan melakukan konfirmasi atas masalah yang dilaporkan sebelumnya.
Lalu berubah saat tengah malam tadi, kakeknya menelepon dan memberi instruksi untuk Yuxi menemui dirinya di kota Nanjing.
Hingga pagi buta ini, Yuxi sudah ada di dalam Paviliun Utama Kediaman Zheng sambil menahan kantuk.
"ZHENG YUXI ...!" Suara Renzhong menggelegar hingga seluruh sudut ruangan.
Sementara Yuxi, hanya duduk tenang dan menunggu sang Kakek meluapkan kemarahannya.
"Lima gadis sudah kau tolak dalam waktu kurang dari satu minggu!" Renzhong kembali mengeluarkan suara kerasnya. "Apa yang ada di kepalamu itu, Yuxi!"
Yuxi menarik napas dan menegakkan posisi duduknya.
"Aku punya alasan menolak mereka!" ucap Yuxi dengan santai.
Renzhong pun menggebrak meja makan besar yang ada di ruang makan kediaman Zheng malam itu. Hingga Jiang Lin yang menunggu di luar ruangan bisa mendengar jelas dan merasakan kemarahannya.
"Kakek tidak akan memberi toleransi lagi padamu, Yuxi! Jika kau terus bersikap seperti ini ... jangan salahkan Kakek jika bertindak tegas padamu!" ancam Renzhong.
Yuxi tahu kalau ancaman Kakeknya ini serius. Dia tak pernah mengabaikan setiap ucapan sang Kakek meski hanya candaan.
Tapi untuk kali ini, Yuxi yang terbiasa mengikuti arahan keluarga dan orang tuanya sejak kecil. Tak bisa menerima jika kehidupan pernikahannya juga harus diatur oleh Kakeknya.
"Maafkan aku, Kek," gumam Yuxi sambil menatap punggung Kakeknya yang mulai menghilang di balik ruangan. "Kakek bisa mengatur semuanya untukku. Termasuk soal keinginan Kakek untuk aku menjadi bagian Zheng Holdings. Tapi untuk pernikahan ... aku punya caraku sendiri," ucap Yuxi kemudian.
Baru saja Yuxi akan keluar dari ruang makan, Jiang Lin sudah lebih dulu berlari dengan tergopoh-gopoh dan membisikkan sesuatu ke telinga Yuxi.
"Minghao?" Wajah Yuxi berubah serius dan dia bergerak cepat untuk pergi dari sana.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top