Bab 3 - Pendobrak

"Rapat?" Gendhis membulatkan mata dan bibirnya setelah mendengar penjelasan dari Jiang Lin.

"Benar Nona. Tuan Muda tengah melakukan rapat penting di kantor lain. Untuk itu, beliau belum bisa bertemu dengan Nona dan juga mengarahkan Nona di hari pertama ini. Maka dari itu ... Nona bisa pulang dulu hari ini dan kembali esok. Atau menunggu sampai saya menghubungi Nona untuk mengurus jadwal lebih lanjut," jelas Jiang Lin kepada Gendhis.

Gadis itu mengedipkan matanya dan melihat arloji yang dia pakai. Dia terlihat berpikir keras sebelum memberi jawaban atas tawaran pria kurus dan tinggi yang berdiri di hadapannya.

"Aku akan menunggu di sini!" jawab Gendhis tegas.

Membuat Jiang Lin yang awalnya yakin bahwa dia bisa membuat gadis itu pulang, akhirnya terkejut dan membulatkan balik matanya melihat sikap Gendhis saat ini.

"T-Tapi Nona ...!" Jiang Lin ingin membuat alasan lagi.

"Lagipula ... kau bilang tadi, kalau kau adalah orang kepercayaannya Yuxi, kan?" tanya Gendhis menunjuk ke arah Jiang Lin. "Kalau kau memang orang penting untuk Yuxi, seharusnya kau juga ikut dia untuk rapat itu, kan? Tapi kau ada di sini ... artinya rapat itu pasti tidak akan lama. Atau pasti selesai hari ini juga! Jadi aku akan menunggu saja di sini sampai Yuxi datang!" tegas Gendhis kembali akan sikapnya.

Dia bahkan kembali duduk di kursi tunggu yang terletak persis di depan ruang kerja Yuxi dan membuka tabletnya untuk memeriksa pekerjaan, tanpa peduli dengan sosok Jiang Lin yang masih kebingungan mendengar jawaban Gendhis barusan.

Kalau sudah begini, nasib Jiang Lin hari ini sudah ada di ujung tanduk.

Urusan Gendhis yang gagal diusir saja bisa membuat leher dan kepalanya terpisah di hadapan Yuxi, kini muncul masalah baru yang kembali menaikkan tensi boss-nya tersebut.

Dimana Yuxi mengerutkan kening dan mencengkeram kuat berkas proposal yang kembali muncul di meja kerjanya.

"Apa-apaan ini!" teriaknya dengan suara yang hampir meninggi, tapi dia tekan saat Jiang Lin memberi kode bahwa Gendhis masih ada di luar dan bisa mendengar suaranya.

"I-Itu proposal pengajuan ulang yang dikirim Tuan Minghao pagi ini, Tuan Muda," jawab Jiang Lin dengan agak takut.

"Jiang Lin ..." panggil Yuxi.

"Saya, Tuan Muda!" jawab Jiang Lin.

Ekspresi wajah Yuxi sekarang terliat seperti ingin menelan Jiang Lin hidup-hidup.

"Apa kau sudah tak mau bekerja di sini lagi?" sindir Yuxi.

Dia melempar proposal milik Minghao ke arah asisten pribadinya sambil berdecih kesal.

"Kau lebih menurut padanya daripada perintahku!" Yuxi menaikkan lagi nada suaranya.

Pria itu menarik napasnya sangat dalam. Bahunya sampai terangkat naik dan tatapan tajamnya kini seolah siap menebas kepala Jiang Lin kapan saja. Dia berdiri dan berjalan mendekati Jiang Lin, lalu berbisik tepat di depan wajah asistennya itu.

"T-Tuan Muda ... saya masih ingin berumur panjang dan bekerja di sini sampai kiamat nanti!"

Yuxi mencengkeram kerah Jiang Lin, "Hari ini juga kau dipecat!" seru Yuxi lalu mendorong tubuh Jiang Lin dengan kasar. "Pergi dari hadapanku dan kemasi semua barangmu untuk dibawa ke tempat Minghao! Atau ke neraka sekalian!"

Kepala Yuxi rasanya berdenyut menghadapi hari ini. Emosinya benar-benar diuji oleh orang-orang di sekitarnya. Dari masalah dengan Kakeknya yang belum juga menemukan titik terang, hingga sepupunya yang menyodorkan masalah baru yang sama saja tak masuk akal.

Kini Jiang Lin berlutut di hadapan Yuxi sambil mengusap-usap kedua tangannya.

"T-Tuan Muda! Saya masih ingin ingin bekerja dengan Anda. Saya justru membawa proposal itu karena pengabdian saya pada Tuan Muda!"

Yuxi mengabaikan Jiang Lin.

Hingga Jiang Lin mencoba mengulurkan balik proposal Minghao ke tangan Yuxi. Yang kenbali diabaikan.

"Tapi Tuan Muda ... mengingat bagaimana hubungan Anda dengan Tuan Minghao yang kurang baik. Jika Tuan Minghao sampai berani meminta dana sebesar itu, mungkinkah Tuan Besar yang membuatnya kesulitan dengan syarat perjodohannya?" Jiang Lin seperti sedang bicara sendiri.

"Bukan urusanku!" tukas Yuxi acuh.

"Kalau benar sampai sesulit ini. Saya takut tekanan untuk Tuan Muda juga bisa semakin besar! Hari ini saja, saya sudah mendapatkan daftar baru untuk wanita yang akan menjadi teman makan malam Tuan Muda selama satu bulan ke depan!" Pancingan Jiang Lin untuk membuat Yuxi tak lagi mengacuhkannya berhasil.

Mata Yuxi membelalak mendengar ucapan Jiang Lin yang menyebut soal daftar itu.

"Maksudmu kencan buta dari Kakek sudah mulai lagi?" tanya Yuxi yang langsung memalingkan wajah, hingga berdecak keras dan mendengus kesal.

Sementara Jiang Lin mengangguk lesu. Kali ini pria kurus itu menyerahkan tablet yang dia bawa, yang berisi daftar nama gadis beserta asal-usul dan juga fotonya. Tapi Yuxi kembali acuh, dia tak melirik atau bahkan menyentuhnya.

"Tuan Muda, saya rasa tidak ada salahnya mengikuti keinginan Tuan Besar untuk menikah dan memilih salah satu dari gadis ini, kan? Mereka cantik dan cerdas! Saya yakin--"

"Diam!" seru Yuxi. "Aku tak mau menikah dengan sembarang wanita tak ku kenal!" tukasnya.

"Kalau begitu berkenalanlah dengan seseorang, Tuan Muda!" bujuk Jiang Lin. "Bukalah sedikit saja hati Anda. Dan buanglah sosok Dewa Api dalam diri Tuan Muda yang bisa membuat siapa pun terbakar sampai hangus! Bahkan seorang gadis pun tak bisa menjamah Tuan Muda!"

Yuxi melemparkan tatapan tajamnya pada Jiang Lin.

"Jiang Lin ...," panggil Yuxi kembali.

"Saya, Tuan Muda!"

"Apa kau masih ingin bekerja denganku?" tanya Yuxi dengan nada yang serius.

Jiang Lin segera berdiri tegak dan memasang wajah sok seriusnya di hadapan Yuxi.

"Tentu saja! Saya akan setia pada Tuan Muda!" tegasnya tanpa ragu.

"Kalau begitu ... besok kau yang akan datang ke acara kencan butanya. Dan lakukan sama seperti yang kau lakukan kemarin," perintah Yuxi dengan nada tenang dan serius.

Mata Jiang Lin sontak membelalak. Dia langsung memasang wajah memelas dan ingin memprotes perintah Yuxi saat itu juga.

"Atau kau bisa menyerahkan surat pengunduran dirimu sekarang!" lanjut Yuxi tanpa menatap Jiang Lin lagi.

Waktu berlalu dan matahari mulai tergelincir dari atas langit.

Saat Yuxi bahkan belum beranjak dari dalam kantornya dan sibuk mengurus beberapa pekerjaan dengan Jiang Lin di sisinya kini diinterupsi suara telepon dari asistennya itu.

"Tuan Jiang! Apa tidak masalah kalau membiarkan Nona itu menunggu terus di sini?" tanya salah satu sekretaris melalui sambungan telepon. "Ini sudah hampir pukul 9 malam. Dan dia masih menunggu di sini tanpa makan dan juga minum!" lapor si sekretaris kepada Jiang Lin.

Tentu saja, hal ini sangat mengejutkan Jiang Lin.

Dia yang ada di dalam ruangan Yuxi dan membuat teleponnya menjadi mode speaker, kini menatap lurus ke arah Yuxi yang duduk di hadapannya. Menuntut agar Yuxi memberikan solusi dengan cepat.

"Tuan Jiang ... dia sangat bertekad! Wajahnya bahkan terlihat pucat dan sekarang ... dia mulai menggumam, seperti mengigau, Tuan!" ucap sekretaris itu lagi.

Memang benar, kalau Gendhis mulai menggumamkan beberapa kata aneh dari bibirnya. Itu sebenarnya adalah kebiasaan buruknya saat tidur. Yang tanpa disadari justru muncul saat tertidur di luar rumah.

"Apa yang harus kita lakukan, Tuan Muda?" tanya Jiang Lin yang kelihatan cemas.

"Keluar dan suruh dia pulang!" perintah Yuxi datar.

Jiang Lin hampir menuruti Yuxi, saat dia sadar tentang satu hal penting dan langsung berbalik arah untuk berjongkok di dekat Yuxi.

"Tidak bisa, Tuan Muda!" elaknya.

Yuxi balas menatap Jiang Lin. "Apa yang tak bisa?" tanyanya balik.

"Nona Gendhis itu bukan calon kencan buta. Dia datang ke sini dikirim langsung oleh Tuan Besar untuk magang dan menjadi murid Anda," kata Jiang Lin mengingatkan Yuxi. "Kalau saya menyuruhnya pulang tanpa bertemu dengan Anda ... maka Tuan Besar akan semakin marah!" tukasnya.

Kesal karena ucapan Jiang Lin benar, membuat Yuxi akhirnya berdiri dan keluar ruangan.

Pemandangan pertama yang dilihat Yuxi adalah sosok gadis yang tertidur lelap di kursi dengan posisi yang sama sekali tidak nyaman. Kakinya menekuk sedemikian rupa, juga tangannya yang dijadikan sebagai bantalan.

Yuxi terdiam beberapa saat. Memperhatikan gadis itu dengan lekat hingga kakinya tanpa sadar melangkah mendekat menuju Gendhis lalu berjongkok tepat di depan gadis itu.

Pria itu menarik napasnya dengan sangat dalam.

"Cepat bangunkan dia!" suruh Yuxi lagi pada Jiang Lin.

Tapi Jiang Lin kini malah balas menatap Yuxi dengan sorot mata yang menunjukkan penolakan penuh.

"Kau ini!" jengkel Yuxi. "Apa sih, tugasmu!"

Teriakan Yuxi sepertinya mengejutkan Gendhis.

Sampai akhirnya gadis itu terbangun dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia juga merentangkan tangan yang tanpa sadar hampir menyenggol Yuxi karena berjongkok tepat di hadapannya.

Saat mata Gendhis benar-benar terbuka dengan sempurna. Pandangan matanya seketika bertumbukan dengan mata Yuxi yang masih memperhatikannya dengan lekat dan datar.

Mereka tetap ada di posisi itu selama beberapa detik, kalau saja Gendhis tidak oleng dan hampir terjatuh karena kedua kakinya terasa kram dan juga posisi tubuhnya juga yang sudah tak beraturan.

"Heh ...!" Keduanya memekik bersamaan.

Melihat tubuh Gendhis yang hampir menumbuknya, Yuxi sontak mengulurkan tangan dan menahan tubuh gadis itu sebelum sampai mencium lantai.

Tapi tindakan Yuxi, justru membuat posisi mereka sekarang jadi sangat intim. Dimana Yuxi dan Gendhis saling berpelukan, dengan Gendhis yang mengalungkan kedua lengannya di leher Yuxi sedemikian rupa, juga wajah mereka yang hampir bersentuhan satu sama lain.

Yuxi bahkan sampai membelalakkan mata dan terpaku saat mata mereka saling bertemu.

Tak hanya Yuxi yang terkejut dengan semua itu. Tapi Jiang Lin dan kedua sekretaris yang melihat kejadian tersebut ikut terkejut sampai mulut mereka terbuka dengan sangat lebar. Mereka tak percaya, untuk pertama kalinya, Yuxi bisa disentuh dengan begitu intim oleh seorang gadis.

Brukk!

"Aduh!" pekik Gendhis.

Baru saja Jiang Lin akan memuji sikap gentle Yuxi kepada Gendhis. Pria itu sudah menunjukkan perangai aslinya lagi yang menyebalkan.

Dimana Yuxi berdiri dengan tiba-tiba dan membuat Gendhis yang awalnya dia tahan tubuhnya kini benar-benar terjatuh dengan cukup keras ke atas lantai.

Tak lupa, Yuxi juga langsung merapihkan kemejanya yang terasa kusut karena dicengkeram oleh Gendhis dan menatap Gendhis lagi dengan sorot mata penuh rasa jengah. Sebelum memalingkan lagi pandangannya dari gadis itu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top