Bab 22 - Detail Khusus
Jiang Lin mendapat mandat khusus dari Yuxi hari ini untuk menggantikan posisinya menjaga Gendhis di rumah sakit selama rapat penting yang dilakukan oleh Yuxi dengan beberapa perusahaan Sub-Kontraktor.
Dia bahkan mengambil alih tugas tersebut hingga waktu yang tak ditentukan dan memberikan laporan tiap satu jam, sesuai dengan perintah sang boss tadi.
Termasuk laporan yang tak pernah dibayangkan Jiang Lin, akan dia kirim pada Yuxi siang ini.
[Tuan Muda, baru saja sahabat Nona Gendhis yang bernama Kama datang ke sini bersama Tuan Minghao.]
Pesan itu dikirimkan Jiang Lin, sesaat setelah Kama dan Minghao pergi dari sana.
Jiang Lin menarik napas dan menyandarkan punggungnya sambil berhitung sendiri, lalu tersenyum lebar setelah hitungan ke-lima karena Yuxi membalas pesannya dengan sebuah panggilan telepon.
"Tuan Muda!" Jiang Lin menyapa lebih dulu.
"Mereka masih di sana?" tanya Yuxi.
"Sudah pulang, Tuan Muda. Tadinya Nona Kama memaksa untuk menemani Nona Gendhis di sini, tapi Tuan Minghao berhasil membujuknya untuk pulang. Dia juga berjanji untuk segera datang kembali demi Nona Gendhis, dan--"
Telepon mendadak dimatikan sampai Jiang Lin berdecak sendiri menghadapi perilaku sang boss yang kerap membuatnya kebingungan.
"Sudahlah! Dia pasti sedang berlari ke sini sekarang!" celetuknya sembari merapihkan pakaian dan bersiap menyambut kedatangan Yuxi di sana.
Tebakan Jiang Lin tepat.
Waktu tempuh 20 menit dari kantor mereka menuju Rumah Sakit Universitas Shanghai bahkan hanya ditempuh separuh waktu saja oleh pria itu saat nama Gendhis terdengar di telinganya.
Yuxi bahkan masih mengenakan setelan jas lengkap saat tiba dan langsung membuka ruang rawat Gendhis hingga Jiang Lin mengikutinya cepat dari belakang.
"Minghao masuk ke sini?" tanya Yuxi cepat.
"Tidak, Tuan Muda." Jiang Lin menjawab. "Hanya Nona Kama yang masuk dan cukup lama di dalam. Dia terlihat menangis dan kembali keluar untuk menanyakan keadaan Nona Gendhis sementara Tuan Minghao menunggu di luar." Juga memberi penjelasan. "Tapi Tuan Minghao ..." Jiang Lin tampak ragu untuk melanjutkan ucapannya.
Suara Jiang Lin yang sangat lirih saat mengucapkan kalimat terakhir, seperti tak terdengar oleh Yuxi yang sudah duduk di sisi ranjang Gendhis kembali dan menggenggam erat tangan gadis itu sambil mengecupnya diam-diam.
"Tuan, jika Nona Kama datang lagi ke sini untuk menjaga Nona Gendhis, apa kita akan mengijinkannya ... atau akan menghalanginya?" tanya Jiang Lin ragu.
Yuxi melirik Jiang Lin dan merapihkan selimut Gendhis yang tak kusut sedikit pun.
"Apa dia yang sempat diajak Gendhis tinggal bersama di Mansion?" tanya Yuxi.
"Benar, Tuan Muda."
Yuxi melepaskan jas dan dasi-nya, serta melonggarkan kerah yang terasa menghimpitnya selama beberapa jam terakhir. Lengan kemejanya pun tampak digulung cepat, sebelum dia mengambil tisu basah untuk mengusap tangan Gendhis yang sebelumnya ia genggam.
Tarikan napas Yuxi dan ekspresi wajahnya yang tampak datar namun sorot matanya terlihat sangat tajam, membuat Jiang Lin ikut diam dan hanya terpaku melihat tindakan Yuxi saat ini.
"Aku akan menginap di sini," ucap Yuxi.
"Baik, Tuan Muda!" Jiang Lin mengangguk.
"Bagaimana tugasmu kemarin?" tanya Yuxi kembali.
"Sesuai arahan Tuan Muda sebelumnya. Dan sesuai perkiraan, reaksinya memang berbeda." Jiang Lin kemudian mengirimkan data ke surel pribadi Yuxi, alih-alih mengirimnya ke surel perusahaan.
Satu tangan Yuxi menggenggam tangan Gendhis, sementara satu tangan lainnya membuka pesan yang dikirimkan.
Dari balik kacamata beningnya, mata Yuxi seolah tenggelam pada semua data yang tersaji dan seluruh informasinya.
Meski tanpa ekspresi dan terlihat sangat tenang, tapi ibu jari Yuxi yang mengusap punggung tangan Gendhis sembari membaca laporan tersebut sempat terhenti selama beberapa detik, sebelum kembali melanjutkan usapan lembutnya.
"Lanjutkan dan laporkan dengan cara yang sama."
"Baik, Tuan Muda!" balas Jiang Lin.
"Siapkan dan bersihkan Mansion. Aku ingin dia pulang ke sana sepulangnya dari sini."
"Maksudnya, Tuan Muda akan mengajak Nona Gendhis tinggal bersama? Dalam satu atap?" Jiang Lin sampai membuat simbol atap rumah dengan tangannya di hadapan Yuxi.
Pertanyaan itu cukup mengusik Yuxi yang masih mempertanyakan posisinya.
"Apa aku perlu menjelaskannya padamu?" tanya Yuxi balik/
"Bukan seperti itu, Tuan Muda ... hanya saja, jika Tuan Besar mengetahui kalau Anda dan Nona Gendhis tinggal bersama, maka Tuan Besar bisa saja--"
"Aku bisa menyembunyikan posisi Mansion. Dan itu tempat paling aman untuknya."
Jawaban itu berhasil membungkam asisten pribadinya saat itu juga.
Dan Jiang Lin kembali mengeluarkan satu berkas dan menyerahkannya kepada Yuxi.
"Itu buku yang Anda minta untuk dicetak, Tuan." Jiang Lin mengulurkan tangannya.
Yuxi terlihat ragu untuk mengambil buku tersebut dari tangan sang asisten.
"Buku ini adalah bentuk kepedulian Anda kepada Nona Gendhis. Saya rasa ... hanya Tuan Muda saja yang layak memberikan buku ini langsung kepada Nona Gendhis," ucap Jiang Lin.
Mendengar perkataan Jiang Lin, Yuxi pun mengambil bukunya dan menata cover buku tersebut cukup lama.
"Aku--" Yuxi terdiam.
Dia ingin mengatakan bahwa kepeduliannya pada Gendhis adalah bentuk tanggung jawab atas tugas yang diberikan Renzhong padanya untuk menjaga Gendhis dan menjadi mentor yang baik bagi gadis itu.
Tapi hatinya bergolak. Sesuatu atau seseorang berteriak kencang, menarik tali di dalam perasaan Yuxi untuk tak berbicara yang bisa dia sesali, hingga menahan Yuxi untuk mengatakannya. Gejolak lain muncul dan tak dimengerti oleh sang pria. Gejolak kuat dan asing yang menjadi alasan terkuatnya untuk memberikan kepedulian kepada Gendhis.
Tangannya yang terlihat terus menggenggam tangan Gendhis, juga memberikan tanda tanya besar yang mengusik perasaan Yuxi.
Kenapa dia harus menyentuh tangan Gendhis untuk membuat emosinya terkendali.
Kenapa dia harus melihat Gendhis untuk membuat pikirannya lebih tenang.
Juga kenapa dia merasa tersiksa dalam ketenangan yang selama ini dia sukai, hingga merindukan kebisingan Gendhis yang dirasa mengganggu selama ini.
Semua pertanyaan itu bertumpuk dan membuat dadanya sesak.
Yuxi menguatkan lagi genggamannya, sebelum berakhir dengan tarikan napas dalam yang kembali membawa ketenangan dalam dirinya.
"Kama," ucap Yuxi.
Jiang Lin menaikkan pandangannya dan melihat Yuxi masih menatap lurus ke wajah Gendhis.
"Nona Kama adalah gadis yang waktu itu bersama Tuan Minghao di Nanjing, Tuan Muda."
Kening Yuxi berkerut.
"Bukan Tidi?" tanya Yuxi.
"Bukan, Tuan. Saya juga baru mendapatkan info kalau Tuan Minghao malam itu tak menginap bersama Nona Tidi. Melainkan bersama Nona Kama. Nona Tidi hanya melakukan pemotretan bersama Tuan Minghao, tidak lebih!"
Yuxi kembali duduk di sisi Gendhis.
"Cari informasi soal Kama dan besok kau tetap di sini untuk menjaga Gendhis."
"Baik, Tuan Muda!"
Jiang Lin akhirnya pergi setelah menyiapkan beberapa hal untuk Yuxi menginap di rumah sakit kembali malam itu.
Meninggalkan bossnya yang sedang membasahi bibir Gendhis dengan cutton buds basah agar tidak kering dengan telaten dengan pikiran berkecamuk.
Yuxi berdiri di samping tempat tidur rumah sakit, menatap wajah pucat Gendhis yang terbaring tak berdaya. Rasa bersalah mencengkeram hatinya seperti jaring tak terlihat, semakin erat tiap detiknya. Ini bukan dirinya—bukan pria yang biasanya begitu dingin, rasional, dan terkendali. Namun, hari ini, semua itu retak. Dalam satu momen kelemahan, dia telah melanggar batas yang seharusnya tak disentuh.
Saat bibirnya menyentuh bibir Gendhis yang dingin, ada sesuatu yang tak bisa dia jelaskan dengan logika. Itu bukan sekadar dorongan sesaat, bukan pula rasa kasihan. Itu seperti ada kekosongan dalam dirinya yang selama ini tak pernah dia sadari, tiba-tiba diisi dengan sesuatu yang menghangatkan, tetapi sekaligus menghancurkan.
Namun, begitu momen itu berlalu, rasa penyesalan menghantamnya seperti gelombang pasang. Apa yang baru saja dia lakukan? Gendhis tak bisa membela dirinya. Yuxi merasa seperti pengecut, mengambil sesuatu yang tak pernah ditawarkan.
"Aku ... hanya ingin melindungimu," gumam Yuxi lirih, meskipun dia tahu, Gendhis tak akan menjawab. Namun, kalimat itu terdengar kosong, bahkan di telinganya sendiri. Jika benar dia ingin melindungi gadis itu, mengapa dia gagal? Gendhis sakit, dan Yuxi merasa bertanggung jawab. Semua kendalinya, semua kekuatannya sebagai seorang CEO yang tak terkalahkan, terasa sia-sia saat melihat gadis ini terluka karena dirinya.
Yuxi mengepalkan tangan. Ada pertarungan di dalam dirinya—antara pria yang selalu mengandalkan logika, dan sisi lain yang mulai merasakan sesuatu yang tak bisa dia namai. Apakah ini ... cinta? Tidak, tidak mungkin. Cinta adalah kelemahan. Sesuatu yang selama ini dia hindari. Namun, kenapa dada ini terasa kosong saat dia membayangkan kehilangan Gendhis?
Malam itu, Yuxi tak beranjak dari sisi tempat tidur Gendhis. Dia duduk diam, menatapnya, mencari jawaban atas perasaan-perasaan asing yang terus menghantui. Apa pun ini, dia tahu satu hal pasti.
Dia tak akan membiarkan gadis itu terluka lagi. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Yuxi merasa takut—takut kehilangan seseorang yang berarti lebih dari dirinya sendiri.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top