Bab 21 - Berubah

Lengang.

Kesunyian yang biasa disukai Yuxi, kini jadi hal yang paling dia benci.

Ruang kerjanya di Zou Hong mendadak terasa pengap dan membosankan. Hingga pemandangan gedung pencakar langit yang biasanya mampu menaikkan rasa percaya diri Yuxi kini terasa tak menarik lagi.

Pandangan Yuxi kosong sejak beberapa jam lalu. Jarinya saling bergerak dan bergesekan satu sama lain, seiring lamunannya yang jatuh semakin dalam. Napasnya terlihat tenang, berbanding terbalik dengan isi kepalanya yang terlalu berisik sampai detik ini.

"Tuan Muda ..." Jiang Lin masuk dan segera berjalan mendekati Yuxi.

"Sudah ketemu?" tanya Yuxi kemudian.

"Sudah, Tuan Muda!" jawab Jiang Lin. "Seperti kecurigaan Anda selama ini. Memang ada keterkaitan yang kuat di antara mereka." Jiang Lin menambahkan.

Pria itu berbalik dan memeriksa data di dalam surel yang dikirimkan Jiang Lin.

Dia melirik sekilas asistennya yang terlihat cemas. Sementara Yuxi sendiri masih tampak tenang dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasanya.

"Tuan ... jika benar seperti ini. Maka sebaiknya--"

"Kau tak perlu cemas!" Yuxi memotong ucapan Jiang Lin.

Dia lantas menggerakkan tangannya untuk meminta berkas lain yang dibawa Jiang Lin saat ini. Lalu mengambil gambar dan mengirimkannya pada seseorang.

[Pencairan Dana selanjutnya!

Besok, jam makan siang!]

Di bawah pesan tersebut, Yuxi menyematkan peta lokasi Salon de Ville, sebuah kafe estetik yang cukup dikenal di kawasan Huangpu Shanghai. Juga nomor ruangan VIP yang telah dipesan sebelumnya.

"Awasi dan laporkan padaku." Yuxi memberi instruksi singkat.

"Baik, Tuan Muda!" jawab Jiang Lin.

"Minghao ..." Yuxi menggumam dan menggerakkan jarinya di atas layar ponsel.

Saat benda persegi itu menempel di telinga Yuxi, suara Minghao juga terdengar dari ujung sana.

"Yuxi-Ge!" sapa Minghao.

"Sudah kau terima alamatnya?" tanya Yuxi.

"Sudah. Malam nanti aku sampai," ucap Minghao.

"Oke."

Yuxi menutup telepon lebih dulu dan menarik napas dalam.

"Aku bersama Gendhis malam ini! " Yuxi berkata. "Siapkan semua dan terus melapor padaku!" perintah Yuxi lagi.

"Baik, Tuan Muda!" Jiang Lin menunduk.

Baru beberapa langkah pria itu berjalan, dia kembali berbalik dan menuju mejanya untuk mengambil satu benda dari dalam laci. Yuxi menyimpannya dengan rapih di saku bagian dalam jas-nya sebelum melanjutkan langkah menuju rumah sakit.

Yuxi sengaja mengemudikan sendiri mobilnya menuju rumah sakit.

Dia sudah membawa baju ganti untuk dirinya dan Gendhis yang diambil dari Mansion.

Sesampainya di sana, pria itu tak langsung mendekati Gendhis. Tapi menuju kamar mandi untuk mengganti pakaian dan mencuci tangan lebih dulu. Memastikan dirinya dalam keadaan bersih dan steril sebelum menyentuh gadisnya yang masih betah terlelap.

"Gendhis ..." Yuxi melirik monitor yang masih mengeluarkan suara mengerikan di sisi ranjang gadis itu. "Kau sudah terlihat lebih segar." Sambil memaksakan senyum di wajahnya.

Dia menarik kursi dan duduk di sisi ranjang Gendhis, sebelum tangannya meraih tangan sang gadis untuk kembali dia genggam. Dadanya seperti diremas kuat, dan napasnya kembali tertahan saat Yuxi merasakan tangan Gendhis mulai bengkak akibat selang infus yang terus menancap.

"Aku memang menyuruhmu istirahat," ucap Yuxi. "Tapi apa kau tak lelah, tidur terus seperti ini?" tanyanya lagi.

Yuxi kembali menempelkan punggung tangan Gendhis ke keningnya dan memejamkan mata.

Cukup lama pria itu bertahan pada posisinya saat ini, sebelum dia bergerak, duduk di tepian ranjang tempat Gendhis berbaring untuk mengusap lembut wajah gadis itu dengan tangannya.

Kulit mereka yang saling bersentuhan, membuat dada Yuxi bergemuruh keras dan kembali terasa sakit saat menyadari gadis itu masih belum membuka mata.

"Ada banyak hal yang mau aku jelaskan padamu," ucap Yuxi. "Ada banyak hal yang ingin ku lakukan untukmu."

Tangannya kini menyentuh pipi sang gadis dengan ibu jari yang bergerak mengusap-usap lembut kulit Gendhis tanpa henti. "Dan ada banyak hal juga yang mau ku ajarkan padamu," lanjut pria itu sambil memaksa naik sudut bibirnya sendiri.

Air mata Yuxi kembali menggenang di antara kelopak matanya. Bibirnya yang mengatup kuat, terlihat gemetar menahan suara tangis yang mendesak ingin keluar saat itu juga.

"Maafkan aku, Gendhis." Yuxi memegang erat tangan gadis itu dengan satu tangan lainnya. "Aku sungguh-sungguh menyesal ...," ucapnya sebelum menempelkan kening dengan Gendhis dan menatap lekat wajah sang gadis dari jarak yang sangat dekat.

Yuxi terlelap dalam keadaan duduk di sisi ranjang Gendhis dan terus berpegangan tangan. Sinar matahari yang menyela di antara tirai tebal di ruangan itu, bahkan tak bisa membangunkan pria yang semalaman memandangi wajah gadisnya dengan berbagai perasaan yang ada.

Sampai goncangan kecil di tubuhnya, membuat Yuxi tersentak dan akhirnya bangun untuk menyadari kedatangan Dokter untuk visit rutin pagi itu.

"Selamat pagi!" sapa Dokter itu sembari tersenyum.

"Pagi ...," sapa Yuxi balik.

Dia agak canggung dan mengusap wajahnya sendiri. Lalu kembali meraih tangan Gendhis.

"Hasil pemeriksaan terakhir sudah menunjukkan saturasi oksigennya mulai membaik. Jadi seharusnya, pasien bisa segera siuman."

"Syukurlah!" Sedikit harapan membuat Yuxi bisa sedikit bernapas lega. "Tapi apa kecelakaan kemarin akan berpengaruh pada kondisinya? Dia punya asma," tanya Yuxi kembali.

"Kita harus melakukan observasi lebih dulu untuk memastikan kondisi setelah dia siuman." Dokter memperhatikan Gendhis dengan seksama. "Biasanya pasien bisa siuman dalam waktu beberapa jam, tapi itu tergantung dari kondisi tubuh pasien itu sendiri."

Yuxi mengangguk.

Dia kemudian diminta untuk mundur saat Dokter serta perawat memeriksa kondisi Gendhis dan mengganti masker oksigennya menjadi jenis yang biasa.

Helaan napas keras bahkan terdengar oleh Yuxi sendiri.

"Kondisi vitalnya stabil. Anda tak perlu khawatir," kata Dokter sebelum pergi.

Ruangan kembali terasa hening. Hanya suara air wastafel yang memenuhi setiap sudut ruangannya, sampai siang ini karena Yuxi memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaan di sini. Melihat Gendhis dan memastikan dirinya menjadi yang pertama melihat gadis itu membuka mata, jadi ketenangan yang selama beberapa hari ini hilang dari hidupnya.

Sampai getaran ponsel Yuxi membuat sang pemilik bergerak cepat untuk menjauhkannya dari Gendhis. Khawatir kalau suaranya mengganggu sang gadis yang belum siap membuka mata.

"Halo?" Yuxi berdiri di dekat pintu keluar dengan tangan yang menyentuh pegangan pintu.

"Tuan Minghao sudah selesai, Tuan!" lapor Jiang Lin.

Yuxi menarik napas lega dengan tetap berekspresi datar.

"Tapi melihat ekspresi Nona Yan saat keluar kafe, saya sedikit khawatir." Jiang Lin kembali berkata. "Apa saya perlu mengikutinya, Tuan Muda?"

"Lepaskan saja dulu dan lanjutkan tugasmu." Yuxi kembali memberi perintah tegas.

"Baik Tuan Muda. Lalu untuk pencairan dana Tuan Minghao yang kedua, apa dilakukan seperti kemarin atau harus menunggu Tuan Muda kembali ke kantor?" tanya Jiang Lin.

"Tahan dulu! Minghao biar jadi urusanku." ucap Yuxi.

Tak bicara lagi, Yuxi memutus teleponnya lebih dulu dan mencengkeram pegangan pintu. Dia baru menyadari bahwa Minghao juga mengirim pesan serupa dengan Jiang Lin sambil menyematkan soal pencairan dana.

[Yuxi-Ge! Pencairan Dana Kedua, selesai!]

Yuxi langsung mengetikkan pesan balasan dan terdiam sambil berpikir sangat dalam beberapa saat sebelum benar-benar mengirimkan pesan itu kepada Minghao.

[Kita bertemu dulu lusa! Di tempat yang sama dengan Yan hari ini!]

Tak perlu waktu lama untuk Yuxi mendapat balasan dengan emotikon yang diartikan sebagai kesanggupan Minghao atas permintaannya.

Seperti rencana awal, Yuxi akan mengalihkan beberapa pekerjaannya ke rumah sakit sembari menjaga Gendhis di rumah sakit.

Namun sebelum pergi, dia lebih dulu mendatangi Divisi Marketing Satu yang menjadi tempat Gendhis melakukan Magangnya di kantor Zheng Holdings selama ini.

"Tuan Muda Zheng!"

Kepala Tan dan semua pegawai sontak berdiri menyambut kedatangan Yuxi yang sangat mendadak sore itu.

Hanya mengangguk singkat, Yuxi duduk di kursi kerja Gendhis dan diam selama beberapa saat. Dia memperhatikan semua sisi serta sudut meja kerja gadis itu. Mulai dari komputer, kalender, sampai jam kecil yang dipajang di sana.

Yuxi lantas mengubah posisi duduknya, menirukan posisi duduk yang biasa dilakukan Gendhis selama bekerja di meja itu. Keningnya berkerut, menyadari bahwa posisi itu terasa kurang nyaman untuk dilakukan dalam jangka waktu lama.

Yuxi bergerak lagi. Sepasang matanya beredar dan menyapu seluruh sudut meja, dan berhenti saat pandangannya bertemu dengan sepasang mata boneka penghangat milik Gendhis yang berbentuk kelinci biru di sana.

"Kepala Tan!" panggil Yuxi.

"Saya, Tuan!" jawab Kepala Tan.

"Apa standar meja kerja di kantor Zheng selalu seperti ini?" tanya Yuxi tiba-tiba.

"I-Iya, Tuan. Selalu seperti ini."

Yuxi melepas kacamatanya dan menggerakkan tangannya menggeser beberapa benda di sana. Ekspresi wajah kaku dan terkesan tidak puas dengan apa yang dia lihat serta rasakan di ruangan itu, cukup membuat semua orang dalam kantor Divisi berdebar dan kebingungan.

"Tuan ... sesuai perintah Anda, kami tidak memberikan pekerjaan lain kepada Nona Gendhis kecuali yang diberikan langsung oleh Jiang Lin."

"Aku tahu!" jawab Yuxi singkat.

Hingga Kepala Tan terkesiap dan menarik napas sangat dalam.

"Jiang Lin!"

Tanpa menoleh, Yuxi memanggil sang asisten yang sejak tadi ada di belakangnya.

"Saya, Tuan Muda!" Jiang Lin menjawab.

Yuxi mendongak dan menunjuk ke arah AC Sentral yang letaknya tak jauh dari tempat duduk Gendhis.

"Jangan nyalakan pendinginnya di musim dingin!" tukasnya.

Buru-buru Jiang Lin mengeluarkan buku noted kecil dari saku jas-nya untuk mencatatat setiap perintah yang keluar dari mulut boss-nya itu.

"Ganti kursi kerja Gendhis dengan yang lebih nyaman dan atur sesuai dengan tinggi tubuhnya!"

Jiang Lin kembali mencatat perintah itu.

"Tidak!" Yuxi berbalik dan mengarahkan pandangan pada sang asisten. "Hubungi Department terkait untuk mengganti semua kursi dan meja kerja pegawai! Pilih yang nyaman untuk digunakan bekerja dalam waktu lama," ralat Yuxi.

"T-Tapi Tuan Muda, semua meja dan kursi di sini juga baru diganti dua bulan lalu. Lagipula semua pekerja akan tetap merasa lelah setelah bekerja lembur, apalagi Nona Gendhis--" Jiang Lin sontak terdiam Yuxi melayangkan tatapan mata membunuh kepadanya.

Pria itu segera menunduk, menghindari tatapan mata boss-nya yang tanpa sadar membuat suasana di dalam kantor Divisi Marketing jadi semakin mencekam.

Yuxi kemudian mengetuk meja Gendhis tiga kali, yang dijawab anggukan oleh Jiang Lin.

Mulut Jiang Lin baru akan terbuka lagi, saat Yuxi mengeluarkan ponsel dan mengangkat telepon.

"Halo, Kakek?" Yuxi memasang wajah serius dan datar.

"Tuan Besar!" batin Jiang Lin.

"Ya! Gendhis sudah membaik," ucap Yuxi sambil melangkah keluar dari kantor Divisi Marketing. "Tak perlu! Aku masih bisa menjaganya di sini. Ku pastikan dia baik-baik saja!"

Kalimat itu sudah cukup untuk menguatkan gosip pegawai di kantor Zheng, bahwa Gendhis memang bukan pegawai magang biasa. Sebab tak hanya Yuxi yang terlihat begitu memperhatikan Gendhis. Tapi Renzhong sendiri ikut menjaganya sebaik mungkin.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top