Bab 20 - Perjanjian Baru


Suara sirine ambulan meraung memasuki halaman rumah sakit Shanghai University.

Tidak hanya satu. Ada beberapa ambulans yang ikut masuk dengan membawa pasien gawat darurat dari satu lokasi yang sama, setelah kebakaran besar terjadi di sebuah gedung klinik di kawasan Pudong beberapa menit lalu.

Korsleting listrik yang terjadi, diperkirakan menjadi penyebab kebakaran tersebut.

Klinik tersebut terbilang cukup besar dengan jumlah praktek dokter di dalamnya yang cukup banyak. Dan saat kebakaran terjadi, kondisi klinik juga cukup ramai dengan pasien hingga menimbulkan cukup banyak korban.

Dari salah satu ambulans itu, sebuah brankar dikeluarkan dengan seorang gadis yang terbaring tak sadarkan diri dan memakai jaket tebal yang menunjukkan bekas terbakar di beberapa bagian.

"Gendhis Anindita!" Petugas yang membawa gadis itu bicara pada petugas medis di rumah sakit tersebut. "Tanda pengenalnya ada di dalam tas. Dia korban terakhir yang berhasil dikeluarkan dari lift!" ucap petugas itu lagi.

"Kondisinya?"

"Saturasi oksigen dibawah 90 dan terindikasi asma. Tekanan darahnya 90/80."

Teriakan demi teriakan terdengar dari dalam ruang gawat darurat yang mulai ramai didatangi oleh banyak keluarga korban malam itu.

"Dia menghirup asap terlalu banyak!" ucap Dokter yang memeriksa kondisi Gendhis.

Diwaktu yang sama, Jiang Lin yang baru saja melihat langsung kejadian itu dari jauh, tergopoh-gopoh berlari mendatangi ruangan kerja Yuxi yang terlihat lebih lengang dari biasanya.

Dengan napas yang tersengal dan wajah memucat akibat panik luar biasa, Jiang Lin bahkan mendobrak pintu ruangan Yuxi dengan kasar dan mengejutkan pria berkacamata yang baru saja akan menghubungi sang asisten saat itu.

"Kau kenapa, Jiang Lin?" tanya Yuxi.

"N-Nona Gendhis!" Jiang Lin tak bisa bicara dengan benar.

Dia menepuk keras dadanya dan terduduk lemas.

"Nona Gendhis, kebakaran!" Dua kata itu saja yang keluar dari mulut Jiang Lin saat ini.

Tapi mampu membuat Yuxi bergerak cepat untuk kembali menarik Jiang Lin agar mengarahkannya ke tempat Gendhis berada saat ini.

Ekspresi wajahnya mengeras dan napasnya ikut sesak mendengar kalimat itu.

"Saya baru akan menghampiri Nona Gendhis. Tapi kliniknya terbakar hebat! Dan saya melihat, Nona Gendhis dibawa dengan ambulans Tuan Muda!" lapor Jiang Lin dalam perjalanan kembali ke lobby gedung Zheng bersama Yuxi malam itu.

Hingga untuk pertama kali, seluruh pegawai Zheng Shanghai melihat ekspresi panik dari Yuxi yang berlari seperti orang gila tanpa peduli apapun lagi.

Dia bahkan merampas kunci mobil dari tangan Jiang Lin dan membawa sendiri mobil pribadinya menuju rumah sakit, tempat Gendhis dirawat saat ini.

Jarak rumah sakit yang harusnya bisa dicapai dalam 20 menit, kini menjadi lebih lambat akibat kebakaran itu. Membuat Yuxi harus memutar jalan demi mempercepat langkahnya sampai ke sana.

Dia kembali berlari kencang dan sampai di depan meja resepsionis Gawat Darurat dengan napas yang masih tersengal.

"Gendhis! Korban kebakaran klinik." Yuxi berkata pada petugas di ruang gawat darurat begitu dia sampai di rumah sakit.

"Ada di sana, Tuan! Seluruh korban dirawat di sana," ucap petugas itu sambil menunjuk deretan kain yang menggantung dan menjadi pembatas antara satu ranjang dengan ranjang lainnya.

Suara tangis dan teriakan terdengar kuat di telinga Yuxi.

Langkah kaki pria itu pun bergerak semakin lebar dan cepat, memangkas jarak antara dirinya dengan Gendhis yang kini terlihat berbaring di atas salah satu ranjang dengan kondisi yang memprihatinkan.

Dia dikelilingi banyak petugas medis. Ada dua dokter dan tiga perawat. Mereka memasang sebuah alat yang dimasukkan ke dalam mulut Gendhis juga disambungkan pada selang oksigen yang menyala. Tak hanya itu, ada beberapa suntikan yang dimasukkan juga melalui infus pada gadis itu.

Semuanya bergerak dalam panik, sementara Gendhis masih memejam dengan erat tanpa sedikit pun bergerak.

Yuxi menelan salivanya dengan mata yang lurus tertuju pada sosok gadis itu.

Kedua kakinya bahkan mendadak kaku dan berhenti bergerak saat dia melihat jaket pemberiannya ada di sisi ranjang Gendhis saat ini. Jaket yang pagi tadi ditolak Gendhis dan dikirimkan ulang oleh Jiang Lin. Menjadi jaket yang sama, yang terbakar dan terlihat hangus di beberapa bagian.

Jantung Yuxi rasanya berdegup lebih kuat dari biasanya.

Detakannya sangat keras, sampai Yuxi bisa mendengarnya diiringi suara riuh ruangan ini.

Wajah Yuxi memucat, dan kepalanya terasa berat. Pandangannya terasa kabur, bersama dengan oksigen yang makin sulit digapai oleh paru-parunya sendiri. Yuxi mengepalkan tangannya sambil terpaku menatap Gendhis dengan air mata yang terus menetes tanpa henti.

"Aku mohon ... jangan!" lirihnya.

Langkah kaki yang mulai terasa berat, tetap bisa menghantarkan Yuxi sampai ke ujung ranjang Gendhis untuk melihat sosok gadis itu lebih dekat.

"Anda keluarga pasien?" tanya perawat yang melihat Yuxi termenung di sana.

Mata Yuxi kini beralih pada monitor yang menunjukkan kondisi vital Gendhis dengan suara aneh yang mengerikan.

"Saturasi oksigen dan tekanan darahnya mulai stabil, Dokter!" lapor perawat itu.

Dan Dokter yang awalnya terus menangani Gendhis, mulai menarik napas panjang sambil berjalan mundur satu langkah dengan wajah lega.

"Lakukan rontgent lebih dulu! Dia menghirup asap terlalu banyak," ucap Dokter lainnya.

"Pastikan kondisi vital dan pernapasannya dilaporkan tiap satu jam sekali," tukas Dokter pertama.

Setelah mendengar semua yang diucapkan Dokter itu, Yuxi merasa kedua kakinya lemas hingga tak mampu lagi menopang tubuhnya sendiri. Sebuah batu besar seperti jatuh tepat di atas kepala dan pundaknya. Hingga Yuxi terhuyung dan jatuh berlutut di sisi ranjang Gendhis.

"Tuan! Anda baik-baik saja?" Perawat yang melihat kondisi Yuxi segera mendekat.

Napas Yuxi masih terasa berat. Tapi dia mengangguk dan mengusap kasar air matanya dengan punggung tangan.

"Kondisi pasien sudah mulai stabil. Kami akan pindahkan ke ruang perawatan--"

"VVIP!" Jiang Lin muncul tiba-tiba.

Dia membantu Yuxi untuk bangkit dan bicara kepada Dokter di sana.

"Nyonya kami akan dirawat di ruang VVIP," ucap Jiang Lin sambil menoleh pada Yuxi.

"Ya!" Yuxi yang akhirnya bisa sedikit mengendalikan diri ikut mengangguk. "Kamar paling bagus dengan perawatan terbaik!"

"Baik, tolong salah satu dari Anda--"

"Biar saya saja, Tuan Muda!" Jiang Lin berkata dan disetujui oleh Yuxi.

Sesuai permintaan Yuxi, Gendhis dimasukkan ke dalam ruang perawatan VVIP dengan peralatan medis lengkap yang hampir seluruhnya terpasang di tubuh gadisnya sekarang.

Selain alat untuk memeriksa kondisi vital Gendhis. Gadis itu juga dipasangi dua selang infus sekaligus di tangan kirinya. Dan menjalani proses intubasi menyakitkan pada malam kemarin. Pembersihan paru-paru setelah menghirup asap terlalu banyak, adalah alasan tegas Dokter sampai harus memasangkan selang besar itu ke dalam mulut Gendhis hingga paru-parunya.

Pandangan mata Yuxi kini terlihat kosong dan kehilangan ketajamannya.

Arah pandangnya pun hanya tertuju pada satu titik, yaitu wajah Gendhis yang masih terpejam setelah beberapa jam dipindahkan ke ruangan ini.

Tangannya tak lepas menggenggam tangan Gendhis. Dia bahkan tak berminat untuk mngistirahatkan kelopak mata yang mulai menghitam karena kurangnya waktu istirahat malam tadi. Bajunya sangat kusut, wajahnya pun muram.

Yuxi benar-benar berantakan.

"Tuan Muda ...," panggil Jiang Lin.

"Batalkan semua jadwalku satu minggu ke depan!" ucap Yuxi.

"Tapi Tuan Muda, Tuan Besar pasti--"

"Aku sudah memberitahu Kakek semalam." Yuxi berkata lirih. "Dia sudah setuju."

Jawaban Yuxi tak lagi bisa dibantah oleh Jiang Lin.

"Zou Hong dan proyek Zheng ..." Yuxi berhenti bicara sejenak. "Laporkan semuanya di sini."

Setelah Jiang Lin pergi, Yuxi kembali fokus pada Gendhis dan menutup kelopak matanya sembari menempelkan kening ke tangan Gendhis yang masih terus terpejam. Air mata Yuxi kembali menetes, menyesali pertengkarannya dengan Gendhis hari itu.

Andai dia bisa sedikit saja mengendalikan diri.

Andai dia bisa sedikit saja menurunkan suaranya kepada Gendhis.

Andai waktu bisa diputar kembali.

Keheningan kamar rawat pagi itu kembali terusik dengan suara getar ponsel Yuxi yang membuatnya sempat mengerutkan sedikit kening sebelum menarik napas panjang karena melihat nama sang Kakek di layar ponselnya kini.

"Halo, Kek?" sapa Yuxi.

"Kau bersama Gendhis?" tanya Renzhong tanpa basa-basi.

"Ya, Kek. Di rumah sakit bersama Gendhis," jawab Yuxi.

"Mengejutkan," ucap Renzhong datar. "Biasanya kau tak suka membuang waktu, Yuxi." Kembali Renzhong memancing sang cucu.

"Aku tak akan mengabaikan yang sudah Kakek titipkan." Yuxi menjawab singkat.

Dia bergerak sedikit menjauh dari Gendhis, setelah mengecup pelan punggng tangan gadis itu.

"Benar! Kau memang calon pewarisku!" ungkap Renzhong. "Jadi kau tak akan mengabaikan Nona Yan Bingzhi juga. Benar?" tanya pria berusia 80 tahun tersebut.

Yuxi menghela napas pelan, ekor matanya mengarah lurus pada sosok Gendhis yang masih belum menunjukkan perubahan apapun. Matanya terpejam dan dia memijit kembali pangkal hidungnya pelan.

"Bisa Kakek ajukan jadwal makan malamnya?" tanya Yuxi.

Renzhong terdiam sesaat sebelum kembali berkata. "Kau berencana mengirim adikmu lagi ke sana?" tebak Renzhong.

Yuxi tersenyum tipis. Membodohi sang Kakek dengan rencana singkat dirinya dan Minghao memang tak akan bertahan lama.

"Kali ini tidak. Nona Yan cukup masuk akal untuk memakai nama keluarga Zheng," ujar Yuxi.

"Hmm ..." Renzhong terdengar menggumam pelan. "Apa jaminanmu?"

Tangan Yuxi bergerak menyentuh pegangan pintu kamar rawat Gendhis dengan pandangan mata mengikuti pergerakan tangannya saat ini. Dia mengetukkan jarinya ke pegangan pintu itu beberapa kali, hingga tercipta melodi asing yang terdengar di sudut telinga.

"Minghao dan Sanzhi," ucap Yuxi kemudian.

Sempat hening beberapa saat. Renzhong kemudian tertawa di ujung telepon.

"Kau memang sangat memahamiku, Yuxi! Hahaha ...!" tawa Renzhong terasa menyengat di hati Yuxi saat ini.

"Aku juga punya kejutan kecil untuk Kakek, setelah kencan buta nanti." Yuxi tersenyum tipis. "Maka dari itu, akan lebih baik jika waktunya diajukan saja."

"Boleh, tentu boleh! Lebih cepat kau bertemu dengan calon istrimu, itu jauh lebih baik!" Renzhong terdengar sangat bersemangat. "Tapi kau harus hati-hati juga, Yuxi!" ucap Renzhong yang tiba-tiba memberi ancaman bagi Yuxi. "Jaga jarakmu dengan Gendhis. Meski aku memintamu menjaganya, tapi aku tak ingin Nona Yan berpikir calon suaminya punya wanita lain dan membatalkan pernikahan kalian."

Telepon diputus sepihak dan Yuxi terpaku. Tangannya yang menyentuh pegangan pintu, kini mencengkeram kuat pegangannya dengan helaan napas sangat dalam.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top