Bab 19 - Kehilangan

Aku kehilangan kendali

Kendali atas jiwaku, hatiku, pikiranku bahkan tubuhku

Dan saat aku sadar, hanya satu yang bisa kutemukan.

************************************

“Anda demam tinggi, Nona!” kata Dokter jaga di klinik kesehatan Kantor Zheng malam itu. “Sudah hampir 40derajat. Apa tidak sebaiknya Anda ke rumah sakit saja, daripada hanya minum obat?” ucapnya lagi dengan gurat wajah cemas.

“Saya baik-baik saja, Dok!” Gendhis tersenyum tipis.

Pekerjaannya masih banyak dan dia sudah terlalu banyak mengambil cuti di awal masa magangnya. Meski dia tahu Kakek Renzhong akan memberi ijin, tapi dia tak bisa memanfaatkan kebaikan orang lain terus-menerus.

“Obat penurun panasnya sudah saya suntikkan.” Dokter itu kembali berkata. “Setelah ini lebih baik Anda pulang dan beristirahat di rumah,” sarannya lagi.

Gendhis mengangguk. “Tentu!” Dia lantas membungkuk pada sang Dokter sambil mengucap terima kasih dan pergi dari sana.

Tapi baru beberapa langkah Gendhis meninggalkan klinik kesehatan itu, tangannya terasa ditarik oleh seseorang yang mendesaknya ke sudut dinding kantor dan menatap wajahnya sangat lekat.

“Y-Yuxi …?” Gendhis terbelalak.

“Kau sakit?” tanya Yuxi.

Tangan pria itu hampir menyentuh kening Gendhis, saat gadis itu mendorong kuat Yuxi untuk menjauh darinya.

“Napasmu panas, Gendhis! Kau--”

“Bukan urusanmu!” teriak Gendhis mengejutkan pria itu.

Yuxi terpaku. Sorot mata dan ekspresi wajah Yuxi yang penuh rasa cemas terlukis jelas oleh Gendhis saat ini.

“Gendhis, aku mau minta maaf. Aku tak bermaksud untuk--”

“Aku yang salah!” Lagi-lagi Gendhis melimpahkan kesalahan pada dirinya.

“Apa?” Yuxi memandang tajam pada Gendhis.

“Aku yang salah!” ulang gadis itu. “Harusnya aku minta bantuan padamu sebagai mentorku. Tapi aku meminta bantuan orang lain. Tapi aku tak bermaksud meremehkan kemampuanmu. Aku hanya ingin berusaha sendiri dan kebetulan … ada yang bisa membantuku!” jelas Gendhis panjang lebar. “Jadi aku yang salah. Dan aku sudah berpikir semalaman, kalau aku terlalu banyak merepotkanmu selama ini. Makanya … aku akan meminta Jian Ming untuk--”

Yuxi memejamkan mata dan menarik napasnya dalam-dalam. Persis saat Gendhis kembali menyebutkan nama pria itu di hadapannya.

Tangannya mengepal kuat ketika bayangan Gendhis yang tertawa bersama pria itu saat bekerja bersama muncul dalam kepalanya tiba-tiba. Dadanya bergemuruh kuat. Bibirnya mengatup dan giginya bergemeretak saling bertemu satu sama lain.

Bahkan dahinya kini terlihat menonjolkan urat-urat yang melukiskan betapa besar kekuatannya keluar untuk menahan emosi yang siap meluap dalam dirinya saat ini.

“Berhenti!” ucap Yuxi memotong perkataan Gendhis.

Mata Gendhis mengerjap beberapa kali dan memandang Yuxi balik.

“Kau … marah lagi?” tanyanya kemudian. “Apa … aku salah bicara lagi?”

“Gendhis …,” ucap Yuxi dengan suara lembutnya.

Dia menelan kasar salivanya dan mencoba mengontrol dirinya lebih dulu sebelum mulai buka suara lagi di hadapan gadis itu.

“Berhenti … menyalahkan dirimu,” pinta Yuxi. “Aku yang salah.”

Mendengar ucapan Yuxi, Gendhis pun menunduk dan membulatkan bibirnya sendiri.

“Kukira kau tak sadar, kalau kau salah,” balas Gendhis.

“Aku sadar, Gendhis. Untuk itu aku mengirim makanan untukmu pagi tadi dan jaket agar kau tak kedinginan lagi saat bekerja di kantor.”

“Tapi aku tak bisa menerimanya,” tegas Gendhis.

“Maksudmu?” tanya Yuxi balik. “Ucapanmu tadi … bukannya itu berarti aku sudah dimaafkan?” Yuxi kembali mengonfirmasi.

Gendhis pun mengangguk.

“Iya, aku memang sudah memaafkanmu. Setelah kau sadar dengan kesalahanmu kemarin. Tapi memaafkan, bukan berarti melupakan.” Ucapan Gendhis bagai pisau besar yang menghujam kuat dada Yuxi dan membuatnya hampir kehilangan keseimbangan.

“Aku sudah memaafkanmu sejak kemarin. Tapi aku tak bisa melupakan perlakuanmu itu!” ujar Gendhis. “Sakit sekali rasanya dibentak tanpa tahu alasannya. Apalagi setelah aku berusaha keras memenuhi tugasku padamu dengan sepenuh hati. Aku ….”

Emosi dan kemarahan Gendhis yang tertahan sejak kemarin akhirnya meledak dalam tangisannya di hadapan Yuxi. Air matanya mengalir deras, membuat wajahnya bertambah merah karena demamnya juga makin parah.

“Mereka yang di luar ruanganmu pasti bisa mendengar kau membentakku. Dan aku malu!” teriak Gendhis kemudian.

“Gendhis …!” Kaki Yuxi bergerak untuk mendekati gadis itu.

Tapi Gendhis kembali mundur dan memberi tanda dengan tangannya agar Yuxi tak bergerak lebih dekat lagi. Dia juga mengusap kasar air matanya yang terasa panas.

“Mungkin … semua pegawaimu sudah biasa kau perlakukan demikian. Tapi aku tidak, Yuxi!” ucap Gendhis. “Aku tak menolak untuk ditegur. Tapi katakan dengan benar! Aku pasti akan dengarkan permintaanmu, perintahmu, bahkan semua yang kau inginkan! Tapi--” Napas Gendhis mulai terasa sesak. “Tapi katakan dengan benar!”

Gendhis membungkuk sambil memegangi dadanya yang terasa sakit, membuat Yuxi sontak bergerak maju tanpa peduli larangan yang diberikan oleh gadis itu sebelumnya.

“Kita ke rumah sakit! Aku akan mengantarmu!” Tangan Yuxi kembali terulur dan siap menggendong Gendhis.

Tapi gadis itu menepis kuat tangan sang pria dan bergerak mundur menjauhinya.

“Aku bisa sendiri.” Gendhis berlari dan pergi dari sana.

Sementara Yuxi berusaha mengejar tapi terhalang oleh beberapa pegawai kantor Zheng yang terkejut melihatnya berlari di dalam area kantor. Juga sosok Jiang Lin yang tiba-tiba muncul dengan wajah lega karena berhasil menemukan sang boss akhirnya.

“Tuan Muda!”

“Minggir Jiang Lin!” seru Yuxi.

“Rapat untuk Zou Hong, Tuan Muda!” ucap Jiang Lin mengingatkan Yuxi.

Dan mampu menghentikan langkah pria itu seketika.

“Drama baru Zou Hong. Proyek besar dengan Tuan Minghao. Ada rapat yang harus dilakukan melalui zoom dan mereka sudah menunggu saat ini, Tuan Muda!” lapor Jiang Lin lagi.

Yuxi menghela napas keras dan kembali memejamkan mata sejenak.

“Apakah harus dibatalkan saja dan diganti?” tanya Jiang Lin yang merasa ragu dengan kondisi Yuxi saat ini.

Tapi Yuxi menggeleng. Dia berjalan lebih dulu dengan Jiang Lin yang mengekorinya sambil mengarahkan Yuxi untuk masuk ke dalam lift.

“Tuan Muda …,” kata Jiang Lin saat mereka masih ada di dalam lift.

“Apa lagi?” tanya Yuxi.

“Saya tidak bermaksud menambah beban Anda. Tapi baru saja, Tuan Besar mengirimkan daftar nama baru untuk calon kencan buta Tuan Muda selanjutnya. Dan dijadwalkan akhir pekan ini,” lapor Jiang Lin dengan suara yang dibuat selirih mungkin.

Tangan Yuxi kembali mengepal kuat.

Kepalanya berdenyut hebat setelah semua yang dia alami hari ini dengan kemarahan yang masih menumpuk di dalam dada. Yuxi tahu dia bisa meledak kapan saja.

Tapi profesionalitas tinggi dan nasib Zou Hong yang menjadi taruhannya. Membuat Yuxi harus segera menyingkirkan semua perasaan pribadinya saat ini dan kembali fokus demi Zou Hong dan pembatalan kencan butanya.

“Kau temui Gendhis dan periksa kondisinya!” Dalam situasi ini, Yuxi masih mengingat kondisi gadis itu. “Laporkan segera padaku dan paksa dia untuk pergi ke rumah sakit!”

“T-Tapi rapat dengan Tuan Minghao?” tanya Jiang Lin.

“Aku akan atasi sendiri,” jawab Yuxi.

Hanya dia kemudian yang keluar dari lift dan berjalan menuju ruangannya. Sementara Jiang Lin melaksanakan perintah Yuxi tersebut.

Jalannya rapat dengan tim produksi drama baru Zou Hong dengan Minghao sebagai sutradaranya berjalan cukup lancar malam itu. Yuxi juga sudah mulai membahas perubahan judul dramanya bersama Minghao dan semuanya berjalan dengan baik.

Kecuali untuk seorang wanita yang mengganggu pandangannya dan membuat Yuxi melemparkan sindiran tajam sekaligus menusuk pada wanita tersebut, hingga kelanjutan pembicaraan antara dirinya dengan Minghao yang akan dimulai dalam beberapa saat lagi.

Yuxi memijit pelipisnya.

Dia membuka kacamata di wajahnya dengan masih duduk di posisi awal dengan layar tablet yang tetap mengarah padanya untuk bersiap melakukan pertemuan zoom kedua dengan Minghao.

“Maaf, Yuxi-Ge! Aku harus berpindah tempat,” ucap Minghao, muncul dari layar tablet.

“Pencairan danamu selanjutnya!”

Yuxi mengirimkan foto kepada Minghao dan memberi kode agar Minghao melihat pesannya.

“Masih ada lagi?” tanya Minghao dengan nada meninggi.

“Sudah ku katakan padamu sebelumnya,” ungkap Yuxi yang sesekali masih memijit pangkal hidungnya dan menarik napas dalam.

“Kakek sungguh bertekad!” ujar Minghao yang terdengar seperti pujian di telinga Yuxi. “Tapi tekadmu lebih besar, Yuxi-Ge!”

“Akan kukirimkan detailnya segera!”

Yuxi memutus sambungan telepon video mereka setelah Minghao menyatakan kesanggupannya.

Dia lantas melirik pada arlojinya sendiri dan kembali mengerutkan kening karena Jiang Lin tak kunjung memberi laporan untuk keadaan Gendhis saat ini.

Pandangan matanya mengarah pada botol vitamin pemberian Gendhis yang selalu dibawanya ke manapun dan digunakan sesuai anjuran Gendhis waktu itu. Tangannya kemudian terulur, mengambil botol tersebut untuk digenggam erat olehnya.

“Maafkan aku, Gendhis …,” lirih Yuxi.

Yuxi memejamkan erat matanya dan melemparkan punggungnya ke sandaran kursi.

Tarikan napasnya yang panjang dan dalam, seolah menggambarkan kegamangan dirinya yang merasa kacau selama beberapa waktu terakhir setelah pertemuannya dengan Gendhis.

Kacau. Gelisah. Perasaan bersalah. Dan kalut.

Semua perasaan yang tak pernah dirasakan Yuxi sebelumnya, selama beberapa tahun terakhir setelah dia mengambil posisi sebagai CEO Zou Hong dan salah satu Pemimpin Zheng Holdings Shanghai.

Sifat tenang dan dingin adalah dua hal yang selalu ditunjukkan Yuxi. Bahkan saat Zou Hong ada di titik terendahnya kala itu.

Matanya terbuka perlahan dan dia mengulas senyum aneh di wajahnya sambil membayangkan Gendhis yang berdiri dengan mata melotot kepada Yuxi.

“Aku memaafkanmu! Tapi aku tak bisa melupakan perlakuanmu itu!”

Yuxi menyentuh dadanya yang bergemuruh dan terasa sakit diwaktu bersamaan. Hingga tanpa sadar, air mata Yuxi meleleh dan mengejutkan pria kejam itu.

Tangan Yuxi sontak menyentuh pipinya sendiri. Merasakan sendiri lelehan bening yang turun dari kelopak matanya.

“Bagaimana mungkin …!”

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top