Bab 17 - Pernyataan Cinta (?)
"Bodoh!" umpat Yuxi dalam hati.
Sudah beberapa jam dia terus berdecak setelah menyadari sikap agresif yang dia tunjukkan pada Gendhis beberapa waktu lalu.
"Apa yang kupikirkan!" keluhnya.
"Harusnya aku menjaga dia dan bertanggungjawab sesuai perintah Kakek!" Yuxi berjalan mondar-mandir di dalam ruangannya.
"Tuan Muda ...."
Suara Gendhis kembali terdengar di telinganya.
"Kenapa dia harus memanggilku seperti itu?" Yuxi berubah jengkel dan mengepalkan tangannya. "Kenapa bukan Yuxi saja? Kenapa harus Tuan Muda?" Nada bicaranya terdengar seperti ingin menyalahkan Gendhis balik atas keadaan yang mereka alami tadi.
Yuxi kembali berdecak kesal dan menatap layar ponselnya yang masih menghitam.
"Apa aku minta maaf saja?" ucapnya. "Tapi aku tak bermaksud--" Ingatan pria itu kembali terbang pada saat Gendhis ada di atas pangkuannya.
Dia menelan salivanya sendiri dan menarik napas pelan.
"Kenapa dia diam saja saat aku menahannya tadi? Dia harusnya--"
"Tuan Muda!"
"Apa!"
Jiang Lin kembali muncul tiba-tiba dan terkejut karena mendapat semburan kemarahan Yuxi saat dia bahkan belum mengatakan apapun.
"S-Saya akan kembali lagi nanti," kata Jiang Lin.
Pria kurus itu berniat menghilangkan diri dari hadapan Yuxi, sebelum semburan Sang Dewa Api menghapus ketenangan yang sejak pagi belum didapatkannya sama sekali.
"Gendhis di mana?" tanya Yuxi.
"Di tempat kerjanya, Tuan Muda," jawab Jiang Lin.
Yuxi kemudian memeriksa arlojinya dan menoleh pada Jiang Lin.
"Awasi Gendhis dengan baik!" Yuxi kembali diam sejenak dan merobek satu kertas memo kecil untuk menuliskan sebuah pesan.
Jiang Lin akhirnya berani mendekat. Dia juga penasaran apa yang ditulis oleh bossnya sekarang.
"Dan berikan ini padanya," kata Yuxi.
Setelah menerima kertas itu, Jiang Lin sempat sedikit membuka kertasnya, andai pena mahal Yuxi yang senilai sebuah mobil mercy itu tak melayang dan mengenai tubuh kurus pria itu.
"M-Maafkan saya, Tuan Muda!" ucap Jiang Lin, segera menyimpan memonya di dalam saku.
"Minghao ..." Ekspresi wajah Yuxi kembali berubah lebih serius. "Sudah kau hubungi?"
"Sudah, Tuan Muda!" Jiang Lin akhirnya menyerahkan dokumen yang dia bawa.
Dengan Yuxi yang segera duduk untuk memeriksa dokumen tersebut dengan seksama.
"Survey di Quanzhou dan pencairan dana sudah diselesaikan. Pihak Lotus Fortune juga sudah memberi konfirmasi untuk penerimaan dana tersebut," lapor Jiang Lin.
"Untuk penulis naskah, kabari Pei Siheng untuk segera membuat persiapan menuju Quanzhou dan bergabung dengan tim Minghao. Kirimkan juga draft naskah yang diperlukan, untuk dipelajari lebih dulu olehnya." Yuxi memberi beberapa perintah yang dicatat oleh Jiang Lin menggunakan buku noted kecilnya.
Yuxi melihat lagi tulisan di dalam berkas laporan yang memuat judul calon drama garapan mereka dan mengerutkan keningnya cukup dalam.
Dia lantas membuat bulatan besar pada judul drama tersebut dan mengeluarkan ponselnya untuk mengambil gambar.
Sementara Jiang Lin terus memperhatikan sikap sang boss yang terlihat mengirimkan foto tersebur dan pesan pada seseorang.
[Ganti judulnya!]
Pesan itu yang dikirimkan Yuxi bersama dengan foto tersebut pada Minghao.
"Hubugi tim kreatif Zou Hong untuk memilah beberapa nama yang sesuai dengan drama ini dan berikan padaku!" ujar Yuxi kemudian.
"Baik, Tuan Muda!" Jiang Lin menutup noted kecilnya.
"Jiang Lin ...!"
"Saya, Tuan Muda?" jawab Jiang Lin.
Ekspresi Yuxi kembali berubah. Sorot matanya penuh keraguan dan rasa cemas, dengan bibir yang mengatup kuat dan napas yang telihat agak cepat. Dia menelan kembali salivanya dan terdiam cukup lama sambil memutar pena di antara jari jemarinya.
"Tak apa," putus Yuxi.
"Apa ada perintah lain, Tuan Muda?" Jiang Lin kembali memastikan.
"Tidak!" tegas Yuxi.
"Anu ... Tuan Muda, kalau boleh saya memberi saran." Jiang Lin menarik perhatian Yuxi yang segera melayangkan tatapan tajam ke arahnya. "Hari ini suhunya cukup rendah dengan salju yang mulai turun kembali dan sepertinya Nona Gendhis tak membawa kendaraan pribadi ke kantor hari ini. Jadi kalau Tuan Muda mengijinkan, saya akan siapkan mobil untuk mengantar Nona Gendhis--"
Yuxi mengangkat tangannya dan memberi tanda agar Jiang Lin berhenti bicara.
"Sejak kapan pegawai magang bisa mendapat fasilitas itu, Jiang Lin?" Yuxi memicingkan mata dan menggerakkan kepalanya sebagai tanda Jiang Lin untuk keluar dari ruangan segera.
Sepeninggal asisten pribadinya, Yuxi memutar kursi dan melihat titik putih yang mulai mengisi tiap sudut gedung pencakar langit sepanjang sapuan pandangannya. Juga jalanan kota Shanghai yang didominasi oleh warna serupa.
Pria itu baru menyadari ucapan Jiang Lin benar, saat dia menaikkan suhu penghangat ruangannya dan terpaku melihat remote pemanas di tangannya.
Sementara berjarak lima lantai dari kantor utama Yuxi di gedung Zheng Holdings saat ini, Gendhis yang sudah dua kali menghadapi musim dingin di kota Shanghai, tetap saja merasa menggigil dan kedinginan.
Saking dingin yang menusuk tulang dengan pendingin ruangan ditambah suhu rendah di luar sana, Gendhis sampai dipinjami jaket bulu milik Jian Ming yang tersimpan di dalam loker.
"Besok lagi, kau harus bawa mantel musim dingin saat ke kantor." Jian Ming membantu Gendhis memakai jaket besar miliknya.
"Aku tak tahu kalau bisa sedingin ini," ucap Gendhis.
Jian Ming tersenyum.
Sejak kejadian kemarin, Kepala Tan memang memberi arahan pada seluruh pegawai Divisi Marketing Satu untuk berbenah dan saling menjaga satu sama lain. Hingga perlahan, seluruh pegawai mulai mendekati Gendhis dan mengakrabkan diri dengannya.
Sifat Gendhis yang ramah serta lucu, juga ringan tangan membantu pegawai lain membuat gadis itu semakin disukai. Hingga mereka menganggap Gendhis layaknya bungsu dalam Divisi Marketing, yang harus dijaga dengan baik.
"Sudah dapat pekerjaan lain dari Tuan Jiang?" tanya Jian Ming.
Gendhis mengangguk. "Tapi aku harus mengoreksi beberapa detail dari pekerjaan sebelumnya." Gadis itu terlihat lemas saat mengatakannya.
"Masih ada yang kurang?" tanya Jian Ming lagi.
"Hmm ..." Kembali, Gendhis mengangguk. "Aku ..." Gadis itu menggaruk kepalanya yang tak gatal. "agak bingung dengan detail yang diminta. Makanya aku masih berusaha mencari pemecahannya," ucapnya kemudian.
"Mau kubantu?" Pria itu menawarkan.
Yang jelas membuat mata Gendhis sontak berbinar terang karena dia sudah merasa frustasi dengan revisi yang diminta oleh Yuxi.
"Apa tidak masalah?" tanya Gendhis, coba bersikap sopan. "Maksudku ... mungkin kau sedang sibuk dengan pekerjaan lain. Aku tak mau membuat beban pekerjaanmu bertambah nanti," kata gadis itu lagi.
Jian Ming menggeleng.
"Tidak!" tegasnya. "Pekerjaanku sudah selesai dan baru ku serahkan pada Kepala Tan untuk diperiksa. Tak masalah kalau aku membantu sedikit pekerjaanmu," tukasnya meyakinkan gadis itu.
Tak mau membuang kesempatan yang ada, gadis itu sontak mengangguk tegas dan tersenyum lebih lebar. Dia bahkan mengekori Jian Ming yang berjalan lebih dulu untuk kembali ke meja kerja mereka dan menyelesaikan revisi Gendhis.
Untung bagi Gendhis yang menerima tawaran Jian Ming saat itu.
Sebab dalam waktu kurang dari satu jam, revisi yang diminta oleh Yuxi selesai dengan seluruh penjelasan yang diberikan juga oleh Jian Ming selama penggarapannya.
Dengan langkah ringan, gadis itu bergegas membawa kembali pekerjaannya untuk diperiksa ulang oleh Yuxi dengan masih memakai jaket Jian Ming di tubuhnya.
Tapi mendadak langkahnya terhenti. Ingatan gadis itu kembali pada beberapa jam lalu, yang membuat bulu kuduknya meremang seketika.
"Nona Gendhis?" sapa Jiang Lin yang muncul dari dalam ruangan Yuxi.
"Eh!" Gendhis tergagap.
"Nona mau bertemu dengan Tuan Yuxi?" tanya Jiang Lin lagi.
Sang gadis kembali berbalik dan memamerkan senyum bodoh serta berusaha kabur dari sana. Dia belum siap, kalau harus berduaan lagi dengan Yuxi setelah semua yang terjadi.
"Jiang Lin, apa kau bisa--"
"Gendhis Anindita!" Teriakan Yuxi terdengar dari dalam ruangan.
Hingga Gendhis sontak memejamkan mata dan berdecak dan berniat kabur dari sana untuk kedua kalinya. Sayang, hati nurani Gendhis justru menolak jeritan di dalam kepalanya yang menuntut untuk segera pergi.
Pekerjaan yang dia bawa dan dikerjakan dengan penuh dedikasi, tak mungkin diabaikan karena sebuah insiden yang mungkin tak disengaja juga.
"GENDHIS ...!" teriak Yuxi lagi.
"Iya!" jawab Gendhis cepat sambil menarik tangan Jiang Lin sangat kuat untuk ikut masuk dalam ruangan Yuxi.
Lagi, pandangan mereka saling bertemu.
Tapi tak seperti sebelumnya, sorot mata pria tersebut sudah kembali seperti Yuxi yang dikenal Gendhis sebelumnya. Tajam, mengintimidasi, sekaligus dingin dan menakutkan. Bahkan jauh lebih dingin dari salju di luar sana.
Wajahnya pun terpasang tanpa ekspresi. Yang justru membuat Gendhis merasa jauh lebih tenang saat melihatnya.
"Sudah direvisi?" tanyanya sambil menatap lurus pada gadis itu.
Disaat yang sama, Jiang Lin terus berusaha melepaskan cengkeraman tangan Gendhis dari lengannya dan bergegas keluar untuk melarikan diri.
Sementara Gendhis yang awalnya menoleh pada Jiang Lin dengan mata memelas, kini kembali mengarahkan pandangan pada Yuxi sembari mengangguk kecil dan menundukkan kepalanya kemudian.
"Bawa tabletnya ke sini!" ucap Yuxi.
Tak segera bergerak. Gendhis memilih diam dan menggerakkan jarinya untuk menghitung sesuatu. Tindakan gadis itu bahkan diperhatikan Yuxi dengan lekat dari balik kacamatanya, sampai dia mengerutkan kening cukup dalam saat Gendhis mulai bergerak aneh dari tempatnya berdiri saat ini.
"Satu ...!" Gadis itu mengambil langkah lebar dan mulai menghitung. "Dua ...!"
"Kau sedang apa?"
"Tiga!" Gendhis berhenti dan meletakkan tabletnya ke atas meja Yuxi.
Jarak antara meja Yuxi dengan gadis itu berdiri bahkan masih cukup jauh, sampai Gendhis harus agak membungkuk saat meletakkan tabletnya ke atas meja.
Tapi alih-alih berdiri lebih dekat. Gendhis malah memaksakan diri dan memasang kembali senyum bodohnya di hadapan Yuxi.
"Sedang apa, Gendhis?" tanya Yuxi kembali.
"Laporan ... pekerjaan?" jawabnya polos.
Yuxi hanya geleng kepala, lantas memeriksa pekerjaan Gendhis kembali dengan teliti.
Ekspresi wajahnya yang sangat serius dan tak berkedip melihat layar tablet, mulai membuat Gendhis kembali berdebar juga ketakutan. Kalau pekerjaannya kembali harus direvisi, Gendhis yakin dia tak akan bisa pulang malam ini.
Tapi rasa gugup Gendhis tanpa sadar menunjukkan kebiasaannya menggerakkan bibir, pipi, hingga matanya tanpa henti. Ditambah tubuhnya yang ikut berayun kecil dengan bertumpu pada kedua kaki, seperti anak kecil.
"Kau pintar!" puji Yuxi. "Semuanya sudah tepat."
Wajah Gendhis sontak berbinar dan mengulaskan senyum lebih lebar, seperti tak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Sungguh?" tanya Gendhis sekali lagi dengan mulut terbuka lebar.
"Ya," jawab Yuxi. "Aku baru akan mengajarimu soal ini. Tapi kau sudah lebih dulu paham. Jadi besok--"
"Aaarrghh! Jian Ming memang yang terbaik!" teriak Gendhis tanpa sadar.
"Jian ... Ming ...?" Yuxi mengeja nama itu di hadapan Gendhis.
Gadis itu mengangguk senang. "Iya! Jian Ming yang membantuku menyelesaikan revisinya! Padahal aku sudah pusing sekali mencari cara memperbaiki pekerjaan yang kau berikan itu! Tapi disaat terakhir, Jian Ming mengulurkan tangannya padaku dan berkata kalau dia bisa membantuku! Dia bahkan meminjamkan aku jaket ini, supaya aku tak kedinginan selama bekerja." Celotehannya kembali terdengar di telinga Yuxi.
Tanpa disadari gadis itu, ekspresi wajah Yuxi sudah kembali berubah sepanjang Gendhis melayangkan pujian untuk Jian Ming.
Dia tak lagi mengulas senyum atau rasa puas seperti sebelumnya. Tangannya bahkan mengepal sangat kuat, hingga urat-urat di punggung tangannya terlihat, sambil mencengkeram kuat pena mahal di tangannya saat ini.
"Dia pintar sekali ternyata! Huwaah ... kalau begini, aku bisa meminta bantuannya lagi untuk mengajariku dan semuanya bisa jadi lebih mudah!" pekik Gendhis bersemangat. "Hooo ... I love you Jian Ming ...!"
Bersamaan dengan teriakan Gendhis yang menyatakan cintanya untuk Jian Ming, disaat itu pula pena mahal di tangan Yuxi terbelah menjadi dua.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top