Bab 16 - Panggil aku Yuxi!


Bab 16.

“Dibatalkan?”

Tangan Yuxi mengepal kuat dengan tubuh yang berubah tegak mendengar ucapan Kakeknya melalui sambungan telepon.

“Ya. Detailnya akan Kakek ceritakan kalau kau datang berkunjung nanti,” ucap Renzhong kembali.

“Tak perlu, Kakek.” Yuxi melukis senyum. “Ada pekerjaan penting di sini, jadi aku tak yakin bisa mengunjungi Kakek dalam waktu dekat.”

Lebarnya senyum Yuxi sekarang, sampai mengejutkan Jiang Lin yang berdiri di dekatnya. Baru kali ini, Yuxi terlihat sangat senang saat membahas soal kencan buta dengan Kakeknya. Hingga Jiang Lin terpaku di sana.

“Proyek itu?” tanya Renzhong lagi.

“Iya, Kek. Sempat ada masalah teknis dan sudah diselesaikan. Tapi harus tetap diawasi dengan ketat,” Yuxi menjelaskan.

“Hmm ...” Renzhong menggumam.

Ada dua pertanyaan dalam benak Yuxi setelah mendengar langsung suara sang Kakek dan caranya berbicara. Yaitu tidak ada kemarahan atas batalnya perjodohan dan menebak siasat baru yang disiapkan pria 80 tahun itu setelah semua kejadian ini.

“Lanjutkan tugasmu di sana. Selagi Kakek menyiapkan calon lain untukmu,” kata Renzhong.

Bibir Yuxi kembali mengatup. Ekspresi wajahnya berubah kaku sampai dia menarik napas perlahan dan menjauhkan ponsel dari bibirnya.

“Oh ya, soal Gendhis ...!”

Jiang Lin melihat ekspresi wajah berbeda lagi dari Yuxi. Kali ini, matanya berbinar.

“Kau sudah bertemu dengannya?”

“Sudah, Kek.” Yuxi menjawab.

“Apa benar, dia sakit?” tanya Renzhong memastikan.

“Benar, tapi itu karena kelalaianku yang terlalu banyak memberi pekerjaan di hari pertama magangnya.” Yuxi kembali menjelaskan.

“Lalu dua orang itu?” tanya Renzhong mengejutkan Yuxi.

Pena yang bergerak di antara jari Yuxi, mendadak diam karena si empunya terpaku menyadari betapa banyak informasi yang bisa didapat Renzhong dari jarak sejauh itu.

“Awalnya dipecat, tapi Gendhis memohon belas kasihan untuk mereka.”

Ada jeda beberapa detik setelah Yuxi mengatakan hal tersebut, hingga pria itu memeriksa layar ponselnya dan memastikan bahwa telepon masih tersambung saat ini.

Tapi kemudian, suara tawa Renzhong terdengar begitu renyah di ujung sana.

“Kakek ... tertawa?” tanya Yuxi heran.

“Tentu saja!” Renzhong menjawab tenang. “Gendhis berbeda darimu, Yuxi! Sejak awal bertemu dengannya, Kakek sudah memperkirakan kalau dia akan jadi Pewaris yang kuat tapi juga penuh kasih. Persis seperti Neneknya,” ucap Renzhong kemudian.

Yuxi kembali mengutas senyum. Sorot matanya bahkan berbinar dan kembali mengejutkan Jiang Lin. Jari pria kurus itu ikut bergerak, menghitung jumlah perubahan ekspresi wajah boss-nya dalam waktu kurang dari lima menit.

“Jaga dia! Kalau perlu, tempatkan dia di sisimu! Dia hanya perlu mempertajam kemampuan management saja. Jadi pekerjaan yang berkaitan dengan operasional, Seharusnya tak perlu diberikan.” Renzhong kembali memberi perintah.

“Tentu, Kakek! Aku akan menjaganya--”

“Satu lagi!” Renzhong memotong ucapan Yuxi. “Jangan lupa soal kencanmu selanjutnya!” Dan memberikan peringatan kepada cucunya.

“Aku mengerti!” tukas Yuxi sebelum menutup teleponnya lebih dulu.

Tak memberi kesempatan bagi Jiang Lin untuk bertanya apa yang terjadi, Yuxi segera menulis memo kecil yang diserahkan pada asistennya tersebut.

“Cairkan pendanaan Minghao untuk tahap pertama. Dan periksa apakah survey-nya di Quanzhou sudah selesai!”

“Baik, Tuan Muda!” jawab Jiang Lin.

“Satu lagi!” Yuxi kembali mengambil kertas memo.

Dia terlihat berpikir sejenak dan menulis lagi.

“Gendhis akan ku tempatkan di--”

“Nona Gendhis sudah bekerja hari ini, Tuan Muda!” lapor Jiang Lin. “Saya datang untuk melaporkan hal tersebut.”

“Dia sudah berangkat?” Yuxi menggumam sendiri.

“Sebenarnya, ada satu hal lagi, Tuan Muda,” ucap Jiang Lin.

Yuxi meletakkan penanya dan mengarahkan tatapan tajam pada Jiang Lin.

“Ada rumor yang beredar di seluruh Divisi mengenai keberadaan Nona Gendhis. Terlebih setelah kemarin Tuan Muda membawa langsung Nona Gendhis keluar dari Divisi Marketing,” ucap Jiang Lin.

“Rumor?”

Jiang Lin membungkam bibirnya dan terlihat ragu menceritakan rumor yang dia dengar dari kemarin.

“Kau bisu?” sindir Yuxi.

Jiang Lin menggeleng dan menjawab. “Mereka mengatakan kalau Nona Gendhis memanjat kantor CEO sehingga dia bisa--”

“APA?!”

Tangan Yuxi kembali mengepal kuat dan giginya menggeretak. Wajahnya terlihat penuh amarah, sampai Jiang Lin mundur beberapa langkah menjauhi boss-nya.

Yuxi hampir keluar ruangan untuk menghampiri Gendhis, saat Jiang Lin menghentikan boss-nya dengan pesan yang dititipkan Gendhis padanya.

“Tuan Muda ... kalau Anda kembali turun dan menghampiri Nona Gendhis, itu akan membuat situasi kerjanya semakin buruk.” Jiang Lin memberi peringatan. “Lagipula ... dia meminta agar diperlakukan seperti pegawai magang lain. Jadi--”

“Awasi dia!” Yuxi kembali duduk dan mengatur emosinya.

“B-Baik Tuan Muda.”

“Selalu perhatikan, agar kejadian kemarin tak terulang.” Yuxi memandang lurus pada Jiang Lin. “Kakek menegaskan bahwa Gendhis adalah tanggung jawabku. Jadi jika kau lalai dan dia tergores sedikit saja!” Dia memberi tanda memotong leher dengan tangannya.

Hingga Jiang Lin menelan kasar salivanya dan mengangguk takut.

“Keluar!” perintah Yuxi kemudian.

Persis yang dikatakan oleh Jiang Lin, Gendhis harus menebalkan telinga dan wajahnya dengan banyak kasak-kusuk di belakang tentang hubungan dirinya dan Yuxi.

Bahkan karena rumor itu, sikap Kepala Tan dan pegawai lain pun terasa sangat berbeda.

Mereka jadi lebih canggung, bahkan tak berani menegur Gendhis atau memberikan pekerjaan lagi setelah Gendhis menyelesaikan sisa pekerjaan yang diberikan melalui Jiang Lin.

“Apa tak ada pekerjaan lain yang bisa aku lakukan?” tanya Gendhis pada Song Yun—salah satu pegawai senior di Divisi Marketing.

Song Yun menoleh dan tersenyum.

“Kau sudah selesai?” tanya Song Yun.

Dia melirik layar komputer Gendhis dan memeriksa hasil pekerjaan gadis itu.

Takjub, Song Yun sampai terdiam karena Gendhis bisa menyelesaikan pekerjaan dengan benar dalam waktu cukup singkat.

“Aku rasa kau tak perlu mentor, Gendhis!” puji Song Yun.

Yang dibalas Gendhis dengan senyuman.

“Apa semuanya benar?” tanya gadis penasaran.

Mengangguk, Song Yun kembali berkata. “Menurutku sudah sesuai. Tapi ... karena ini adalah pekerjaan yang diberikan oleh Tuan Jiang langsung padamu. Maka bukan aku atau Kepala Tan yang bisa memutuskan. Melainkan Tuan Muda,” kata Song Yun menjelaskan.

“Yuxi maksudmu?” tanya Gendhis kembali.

Song Yun tersentak dan menatap Gendhis dengan lekat.

“Kau memang berbeda! Pantas mereka sampai bergunjing.”

“Tapi aku dan Yuxi ...” Gendhis menggeleng cepat. “Maksudku Tuan Muda. Kami tak ada hubungan apapun! Hanya sebatas--”

“Tak perlu dijelaskan, Gendhis!” Song Yun menenangkan gadis itu dengan menepuk tangan Gendhis. “Apalagi ini menyangkut Tuan Muda. Hanya mungkin ... kau perlu menjaga sedikit jarakmu dengannya, kalau bisa. Demi kebaikan kalian berdua.”

Ucapan Song Yun menyentil batin Gendhis yang sejak awal sudah khawatir dengan pandangan orang lain terhadap mereka setelah kejadian kemarin.

“Sana, laporkan pekerjaanmu hari ini!”

Gendhis mengangguk dan memindahkan hasil kerjanya ke dalam tablet sebelum naik ke ruangan Yuxi.

**

Suara ketukan jari Yuxi di atas meja mirip seperti irama lagu yang tanpa sadar menggerakkan kaki Gendhis untuk ikut mengetuk lantai juga dengan sepatunya.

Berbeda dengan Yuxi yang fokus memeriksa hasil pekerjaan sang gadis di dalam tablet. Pandangan mata Gendhis justru mengarah lurus ke jendela besar di belakang kursi Yuxi. Dimana deretan gedung pencakar langit kota Shanghai di sana, mirip dengan pemandangan di dalam ruangannya di gedung Zou Hong.

Indah, menakjubkan dan sedikit mengerikan.

“Revisinya sedikit. Aku sudah tuliskan di sini!” kata Yuxi meletakkan tablet itu di atas meja.

Gendhis mengerjap dan kembali dari lamunannya.

“Oh … iya, Tuan Muda!” jawab Gendhis.

Dia maju untuk mengambil tablet saat Yuxi tiba-tiba menarik lengannya dengan kuat dan membuat Gendhis terjatuh tepat di atas pangkuan pria itu.

Gendhis terkejut. Yuxi pun terkejut. Keduanya berpandangan dan terdiam selama beberapa waktu, dengan mata yang saling bertaut satu sama lain. Mengerjap lebih dulu, tangan Yuxi memegang kuat lengan Gendhis hingga sang gadis tak bisa beralih.

Sapuan lembut napasnya yang menyentuh wajah Gendhis, yang tanpa sadar memejamkan mata. Gendhis menahan napas, batinnya berteriak ingin pergi. Tapi tubuhnya menolak bergerak dari sana.

Tanpa melihat langsung, Gendhis merasakan Yuxi terus mendekat perlahan melalui deru napas yang semakin terdengar jelas.

Saat ujung hidung mereka bertemu, mata Gendhis masih terpejam sementara Yuxi menatap lekat bibir sang gadis yang hampir tak berjarak dari bibirnya. Napasnya mulai memburu, terasa sesak dengan keinginan kuat menyentuh bibir mungil itu.

Tangan Yuxi mulai naik, membelai wajah Gendhis dengan lembut.

Membuat jantung gadis itu berdetak lebih cepat dan perlahan membuka matanya.

Pandangan mereka kembali bertemu seiring jari Yuxi yang hampir menyentuh bibir Gendhis saat itu. Seperti tersihir dengan setiap sentuhan sang pria, Gendhis benar-benar tak bergerak sedikit pun, layaknya patung batu di pangkuan Yuxi.

“Tuan Muda--hhaaaahh!”

Jiang Lin yang mendadak masuk langsung balik badan sambil memejamkan mata.

“Aduh!”

Dia bahkan membentur pintu sangat keras karena panik melihat pemandangan tak terduga itu. Tangan Jiang Lin pun memukul pintunya, sambil menggerutu seolah menyalahkan benda mati yang sama sekali tak bersalah itu.

Sementara Gendhis refleks membuka mata. Dia berniat bangun dari pangkuan Yuxi yang masih terus menahan lengannya.

“T-Tuan …” Bibir Gendhis bergetar.

“Yuxi,” kata pria itu dengan suara maskulin yang berbisik lembut di telinga Gendhis.

Yuxi kembali menarik tangan Gendhis untuk membuat jarak mereka semakin dekat. Matanya mengarah tepat di bibir mungil Gendhis yang masih terus bergetar dan meniupkan napas hangat ke wajahnya.

“Yuxi,” tegasnya sekali lagi.

Gendhis menelan salivanya dengan mata mereka kembali bertautan.

“Y-Yuxi …,” ucap Gendhis.

Setelah mengikuti ucapan Yuxi, barulah dia melepas tangan Gendhis dan membiarkannya pergi dari sana. Menyisakan Jiang Lin yang masih berdebat dengan pintu, hingga tersenyum bodoh saat Gendhis melewati dirinya.

Mengira akan dimarahi, Jiang Lin belum sempat buka mulut saat Yuxi memberikan perintah baru untuknya.

“Laporan dari Kakek, kirimkan langsung pada Minghao!”

“T-Tuan tidak mau melihat foto gadis yang--”

“Kirimkan langsung padanya,” tegas Yuxi tanpa menatap Jiang Lin.

“Baik Tuan Muda!” jawab Jiang Lin.

“Jiang Lin!”

“Saya, Tuan Muda!”

“Gendhis …” Yuxi terdiam sejenak, memutar pena di antara jarinya dan berkata. “Tugasnya sudah bagus. Berikan lagi seperti yang ku katakan. Tapi jangan membuatnya pulang terlalu malam!”

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top