Bab 14 - Perintah Pertama.
Patio Lounge Grand Hyatt.
Alunan piano klasik menyambut kedatangan Jiang Lin yang membuat janji temu dengan informan pribadi Lotus Fortune House.
Jiang Lin sengaja memilih tempat duduk yang cukup dekat dengan panggung dimana pemain piano itu menggerakkan jari jemarinya di atas tuts untuk mengalunkan irama menenangkan yang menemaninya menikmati cocktail dan beberapa camilan mahal di atas meja.
Salah satu Lounge yang sering digunakan Zheng Yuxi untuk menjamu beberapa klien penting dari Zheng Holdings dan melakukan beberapa lobi penting, menjadikan Jiang Lin sangat dikenal oleh seluruh staff Lounge tersebut hingga mampu mendapatkan meja tanpa reservasi khusus seperti tamu lainnya.
“Maaf, maaf, aku terlambat!” Bing Yi—asisten pribadi Minghao duduk tepat di depan Jiang Lin.
“Tak masalah!” Jiang Lin mengangsurkan gelas bir ke arah Bing Yi, memberi tanda agar pria itu bisa ikut menikmati alkohol mahal itu bersamanya.
“Kau cukup murah hati malam ini, Jiang Lin!” Bing Yi melihat Lounge tersebut dan berdecak kagum. “Sampai mengundangku minum di tempat mewah seperti ini!”
Jiang Lin tertawa.
Sementara Bing Yi memesan cocktail untuk dirinya.
“Sepertinya Minghao sudah menentukan pilihannya!” tukas Bing Yi sambil menatap lurus ke arah pertunjukkan piano.
“Sungguh? Secepat itu?” Jiang Lin mengacungkan jempolnya. “Sudah kutebak kalau Tuan Muda Kedua pasti lebih mudah memenuhi syarat Tuan Besar!”
Tapi Bing Yi malah tertawa dan mengangkat sudut bibirnya.
“Pilihannya bahkan jauh dari harapan Tuan Besar, Jiang Lin!” balas Bing Yi.
Mendengar jawaban Bing Yi, sontak Jiang Lin menoleh untuk menuntut penjelasan lebih pada pria itu.
“Tebakanmu benar!” Bing Yi mengonfirmasi isi pikiran Jiang Lin, hingga pria itu sontak berubah ekspesi dan menunjukkan keterkejutan luar biasa.
“Kama?” tanya Jiang Lin kembali.
Bing Yi mengangguk dan meneguk cocktailnya sampai mengeluarkan suara desisan karena rasa cocktail yang sangat luar biasa. Dia bahkan melihat isi gelas cocktail-nya beberapa detik sebelum kembali meletakkan gelasnya di atas meja.
“Tuan Besar pasti akan murka!” komentar Jiang Lin. “Kedua Tuan Muda kita, sama-sama akan membuat Kediaman Utama Zheng berubah menjadi lautan api yang membakar mereka!”
“Tunggu dulu!” sergah Bing Yi. “Apa maksud ucapanmu tadi?”
Jiang Lin pun menceritakan alasannya meminta bertemu Bing Yi malam ini, yang berawal dari kegundahannya atas perbedaan sikap Zheng Yuxi terhadap sosok Gendhis—pegawai magang baru yang disebut sebagai Calon Pewaris juga.
Rasa khawatir Jiang Lin atas cerita Minghao dan Kama yang dia dengar dari Bing Yi, membuatnya semakin takut tentang kedekatan Yuxi dengan Gendhis.
“Meski Nona Gendhis Calon Pewaris ... tapi dia memiliki latar belakang yang jauh berbeda dan tak sesuai dengan harapan Tuan Besar! Pasti akan sulit, kalau mereka benar bersama.”
Bing Yi kini paham kenapa Jiang Lin sampai membawanya minum di tempat ini.
Setidaknya, mereka harus merasakan hasil kerja mereka sebelum Kedua Calon Pewaris Zheng Global ini menghancurkan masa depan mereka sendiri suatu hari nanti.
Alunan musik lembut instrumental piano juga terdengar dari dalam Mansion. Mengantarkan Yuxi yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari Lounge tersebut terlelap dengan berbantalkan lengannya sendiri.
Hari sudah beranjak malam dengan salju yang terlihat turun dari balik jendela Mansion.
Jalanan Shanghai yang terlihat dari atas balkon kamar Gendhis bahkan sudah tertutup dengan warna putih yang memaksa setiap kendaraan agar memperlambat lajunya.
Yuxi terbangun lebih dulu dan terkejut dia tertidur di dalam kamar Gendhis.
Matanya mengarah langsung pada sosok Gendhis yang masih terlelap. Dia berdiri dan menghampiri gadis itu untuk membenarkan posisi selimut yang sudah sangat berantakan.
Bibirnya mengulum senyum. Kepalanya juga menggeleng melihat brutalnya Gendhis dalam tidurnya saat ini.
Menyadari kalau seharusnya gadis itu meminum obatnya sejak beberapa jam lalu, Yuxi refleks menggulung lengan kemejanya untuk memasak di dapur. Tapi matanya membulat saat dia mendapati isi kulkas hanya ada air mineral, buah dan beberapa butir telur.
“Jiang Lin!” desis Yuxi geram. “Sudah ku bilang siapkan yang benar!”
Dia buru-buru menghubungi Jiang Lin untuk membeli beberapa bahan masakan. Tapi tak mendapat respon dari asisten pribadinya itu.
Hingga Yuxi berniat untuk pergi sendiri dan membeli sesuatu, Gendhis yang ikut terbangun mengejutkan Yuxi yang segera menghampirinya.
“Gendhis ... kenapa bangun?” tanya Yuxi.
Gadis itu tampak masih setengah sadar dengan mata setengah terpejam dan bersuara seperti tawon.
“Dingin ...,” gumam Gendhis.
Yuxi lupa kalau Gendhis bukan berasal dari negaranya. Dimana ukuran suhu hangat bagi Yuxi, masih terlalu dingin untuk Gendhis jika ditambah dengan salju yang mulai turun di luar sana.
“Aku hangatkan untukmu.”
Dia gegas menggendong Gendhis kembali dan membawanya masuk ke dalam kamar, sebelum menyalakan penghangat ruangannya dengan suhu yang cukup tinggi untuk menjaga tempat itu lebih hangat.
Sayang, bukannya merasa hangat dan nyaman. Gendhis malah merasa gerah.
Dia menendang selimut yang dipasang Yuxi dan bergeser untuk tidur di lantai sampai pria itu berdecak dan ingin menyentil keningnya gemas.
“Kau ini!” keluh Yuxi.
Dia kemudian mengatur ulang suhu penghangat ruangan sampai Gendhis benar-benar tenang di atas kasur dengan selimut tebal menutupi tubuhnya. Sedang Yuxi sendiri duduk di tepian ranjang untuk memperhatikan lekat wajah Gendhis, tak tega untuk membangunkan gadis itu.
“Aku akan menyiapkan makanan untukmu,” ucap Yuxi. “Makanlah dan minum obatnya saat kau bangun nanti. Juga ...” Yuxi menghentikan ucapannya sejenak. “Jangan berangkat kerja. Aku yang akan mengatakannya pada Kakek dan bertanggung jawab!”
Pria itu tak yakin Gendhis mendengar semua ucapannya. Tapi sedetik kemudian dia pergi meninggalkan Mansion tersebut.
**
Pletakk!
Refleks Jiang Lin langsung diuji pagi ini dengan lemparan pena mahal Yuxi yang hampir mengenai matanya yang berharga.
Beruntung ada daun pintu yang bersedia menjadi tameng Jiang Lin, hingga dia bisa masuk ke dalam ruang kerja Yuxi tanpa terluka.
“T-Tuan Muda ... kalau ini tentang perundungan Nona Gendhis yang--”
“Kulkasnya kosong!” tanya Yuxi dengan tatapan tajam ke asistennya.
“K-Kulkas?” Mata Jiang Lin mengarah pada benda kotak yang ada di ruangan Yuxi hingga keningnya mengerut dalam.
“Kulkas di Mansion Gendhis, Jiang Lin!” Yuxi mempertegas maksudnya.
“Oh ... kulkas--” Jiang Lin mengangguk tapi berubah ekspresi kemudian. “Tidak mungkin kosong, Tuan Muda!” bantah Jiang Lin. “Saya sudah memastikan semua bahan makanan ada di sana! Sesuai dengan perintah!”
Jawaban Jiang Lin membuat Yuxi balik mengerutkan kening.
“Coba Tuan Muda tanyakan pada sahabat Nona Gendhis. Mungkin dia yang--”
“Tidak ada orang lain kecuali Gendhis di Mansion.” Yuxi membantah balik. “Juga tidak ada tanda kalau ada orang lain yang sempat tinggal di sana.”
Mata Jiang Lin membulat.
“Jadi gadis itu batal tinggal di sana dengan Nona Gendhis?” batin Jiang Lin.
“Kau yakin, kalau ada sahabatnya di sana?” tanya Yuxi lagi.
Jiang Lin sontak mengangguk. “Mungkin ... Nona Gendhis memberikan semua isi kulkas untuk sahabatnya, Tuan Muda! Sebab dari yang saya lihat, hubungan mereka sangatlah dekat!”
Yuxi pun mengangguk singkat.
“Tetap saja kau lalai!” Yuxi kembali menyalahkan Jiang Lin.
Dan saat Jiang Lin ingin mengajukan protes kepada sang boss. Yuxi lebih dulu memberi perintah yang membungkam mulutnya.
“Pastikan kulkas Gendhis terus terisi! Samakan dengan saat kau mengisi kulkas di rumah dan kantorku! Dan untuk pegawai yang kemarin aku pecat ...” Yuxi menghentikan sejenak ucapannya. Tangannya tampak memainkan pena yang lain, dengan memutarnya sedemikian rupa sambil wajahnya menatap lurus pada botol vitamin pemberian Gendhis yang diletakkan di atas meja.
“Tuan Muda?” Jiang Lin memanggil Yuxi.
Yuxi menelan kasar salivanya dan berkata kemudian.
“Tanya, apakah mereka menyesal atas sikapnya terhadap Gendhis!”
“Lalu ...?” tanya Jiang Lin kembali.
“Jika mereka menyesal dan mengakui kesalahannya. Juga berjanji tak mengulang kesalahannya pada Gendhis dan orang lain. Maka aku akan cabut pemecatan mereka.”
Mata Jiang Lin makin terbuka lebar mendengar perintah aneh bossnya saat ini.
“A-Apa Tuan Muda yakin dengan ucapan Tuan barusan?”
Yuxi mengangguk.
“Tapi pindahkan mereka ke cabang yang paling terpencil dan turunkan jabatan mereka!”
Kalimat pujian di bibir Jiang Lin kembali ditelan oleh pria kurus itu setelah perintah baru Yuxi dilontarkan.
"T-Tuan ....”
Yuxi menaikkan satu alisnya.
“Menurut saya, pindah ke cabang yang jauh dari kota justru lebih menyiksa dibandingkan--”
“Lakukan saja perintahku!”
Setelah berkata demikian, Yuxi kembali fokus pada pekerjaannya.
Sementara diwaktu yang sama, Gendhis yang sudah bangun dari tidurnya duduk menatap makanan yang baru dikirim oleh seseorang melalui kurir khusus untuknya.
[Makan yang banyak dan minum obatnya!]
Gendhis membaca surat yang tertulis dengan kening berkerut cukup dalam dan memutuskan untuk mengambil foto makanan itu yang seharusnya dikirim pada Yuxi. Sayang, sampai detik ini Gendhis belum tahu nomor ponsel Yuxi, sehingga dia mengirimnya pada Jiang Lin.
[Jiang Lin ... tolong sampaikan pada Yuxi.
Terima kasih sarapannya.
Tapi aku tidak suka makan bubur atau makanan lembek lainnya. Jadi aku akan kirimkan makanan ini balik padamu. Supaya makanannya tak terbuang dengan percuma. Bisa, kan?]
Mengejutkan, karena belum sampai 5 menit pesan itu sampai dan terbaca oleh Jiang Lin, sudah ada sebuah nomor asing yang masuk dan menghubungi Gendhis.
“Halo ...?” Meski ragu, Gendhis mengangkat telepon itu.
“Pakai bajumu yang benar! Aku akan sampai lima menit lagi!”
Yuxi memberi instruksi jelas dan menutup teleponnya kemudian.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top