8 | Naga Biru Penggoda
Udah klepek-klepek apa belum sama Zheng Minghao? Kalo udah, berjejak di sini, yak. Jangan lupa baca PoV Yuxi di lapak AnisyaDanoewinoto
Happy reading, Readers.
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Di suatu tempat di daerah Nanjing, Tiongkok. Terlihat Zheng Renzhong duduk menghadap ke arah kolam renang dan taman kecil yang menambah efek relaksasi. Di latar belakang terdengar suara televisi yang menayangkan kabar terbaru tentang berita-berita ekonomi internasional.
Kesyahduan pagi hari itu semakin lengkap dengan aroma teh da hong pao, teh legendaris China yang berasal dari Pegunungan Wuyi di Provinsi Fujian. Renzhong memejamkan mata, menikmati kompleksnya rasa manis, smooky, dan floral dari teh da hong pao.
"Nama gadis itu adalah Nona Kamalika Tunggadewi, umur dua puluh satu tahun, berasal dari Indonesia, dan sedang menempuh pendidikan Program Master Sejarah di Universitas Fudan."
Asisten pribadi Renzhong meletakkan papan tablet yang sudah menampilkan biodata lengkap Kama. Sang majikan membacanya saksama lalu meletakkannya kembali ke atas meja.
"Yatim piatu," gumam Renzhong. "Asal-usul tak jelas. Bagaimana dia bisa bertemu dengan cucuku?"
"Tuan Muda Kedua menyelamatkan Nona Kamalika saat sedang melawan sekelompok preman."
Teh yang dihirup Renzhong hampir saja tersembur. Ekspresi sang taipan dari klan Zheng itu langsung berubah terperangah tidak percaya.
"Preman? Coba jelaskan."
"Nona Kamalika memiliki ilmu bela diri yang mumpuni. Dia bekerja di gimnasium dan studio tari tempat Tuan Muda Kedua berlatih koreografi untuk drama terbarunya. Saat itu, ada insiden di dekat tempat mereka dan Tuan Muda Kedua menolong Nona Kama yang terluka. Beliau membawa Nona Kama ke apartemen–"
"Apartemen siapa?" potong Renzhong.
"Apartemen Tuan Muda Kedua sendiri."
Renzhong dan asisten pribadinya saling bertukar pandang. Sang asisten mengangguk. Renzhong tercengang.
"Minghao memang playboy, tapi tak pernah membawa wanitanya ke tempat tinggalnya." Renzhong kembali bergumam.
"Setelah itu, Tuan Muda Kedua membawa Nona Kama ke Nanjing untuk jadwal pemotretan. Tuan Muda Kedua menempatkan Nona Kama di kamar, tanpa mengajaknya ke lokasi pemotretan."
Renzhong makin tercengang. "Apa yang sedang direncanakan bocah itu sebenarnya? Jika dia malu karena si gadis kecil itu berasal dari strata sosial yang berbeda, kenapa sampai membawanya ke apartemen, bahkan ke Nanjing?"
Asisten pribadi tidak mampu memberikan jawaban. Dia hanya terdiam.
"Bagaimana dengan media? Apa muncul gosip tentang mereka?"
"Anehnya, gosip muncul antara Tuan Muda Kedua dengan Tidi, model yang menjadi partner di pekerjaannya di Nanjing."
"Bukan dengan Kamalika?"
Asisten pribadi Renzhong menggeleng. Dia beringsut mendekati tuannya dan berbisik ke telinga pria tua itu.
"Tuan Muda Kedua menginstruksikan untuk menghapus seluruh foto dan artikel yang ditemukan tentang beliau dan Nona Kama."
Renzhong terperanjat kaget. "Sampai sebegitunya? Bukankah selama ini dia tidak peduli dengan berbagai skandal dengan banyak wanita?"
"Begitulah informasi yang saya terima, Tuan Besar."
Renzhong mengusap-usap dagu. Senyumnya getir. Wajahnya muram. "Ini menarik, tapi latar belakang gadis itu tidak cocok untuk keluarga Zheng. Awasi mereka berdua. Terus laporkan pergerakan Minghao dan gadis kecil itu padaku."
"Baik, Tuan."
Sementara, berjarak tiga ratus kilometer dari tempat Renzhong, ada Kama yang tak henti-henti bersin di Bar Phoenix. Walau suhu di dalam bar cukup hangat dengan adanya mesin pengatur suhu, tetap saja hidung Kama gatal-gatal tak karuan.
"Musim dingin menyebalkan," gerutu Kama sembari mengepel lantai bar.
Tiga pelayan mengamatinya diam-diam. Kama memutar bola mata.
"Kalau mau menggosipkan diriku, langsung saja sini. Tanya ke aku!"
Tiga teman kerja Kama langsung mengerubungi gadis itu. Bar belum buka, tetapi kesibukan di pagi menjelang siang hari itu sudah terlihat jelas.
"Bagaimana caramu bisa dekat dengan Qīng Lóng?"
"Apa kau pacaran dengan Zheng Minghao?"
"Kenapa Zheng Minghao sampai menelepon Bos untuk meminta cutimu?"
Kama mengerang dalam hati. Ini yang dia takutkan dari aksi impulsif dan arogan Minghao.
"Dengar ya, Ai Mi, Zhuo Ye, dan Zhi Mei." Kama menunjuk satu per satu tiga orang teman kerjanya.
"Aku tidak berpacaran dengan Zheng Minghao. Kemarin ada urusan mendesak yang membuat dia-lah yang terpaksa mengajukan izin ke Bos agar aku bisa cuti."
"Urusan mendesak apa?"
"Ponselku hilang!" sentak Kama kesal. "Dan yang menghilangkan adalah si Qīng Lóng kesayanganmu itu." Kama menunjuk Ai Mi dengan gagang pel sembari menyebut nama julukan Minghao.
Ai Mi meringis.
"Dia menelepon Bos karena bentuk tanggung jawab setelah menghilangkan ponselku," jelas Kama lagi.
"Oooh ..., Qīng Lóng memang baik hati!" Wajah Ai Mi berseri-seri.
Kama mendengkus keras. Dia berharap tiga temannya–juga belasan juta pengikut Minghao di Weibo–mengetahui watak asli lelaki itu. Aktor idola mereka tak lebih dari sosok menjengkelkan yang suka memaksakan kehendak. Sifatnya tidak se-good looking wajahnya, gumam Kama dalam hati.
"Jadi, kau benar-benar tidak ada hubungan dengan Zheng Minghao?"
"Amit-amit! Najis! Tidak!" Kama menjawab dalam campuran Bahasa Indonesia dan Bahasa Mandarin. Tidak lupa mengetuk-ngetuk dahinya tiga kali agar tidak terkena sial.
"Ah, syukurlah kalau begitu. Kau tidak cocok dengan Qīng Lóng yang elegan." Ai Mi cekikikan.
"Tidak cocok bagaimana?" Alis Kama bertaut, mulai bicara sedikit ketus.
"Maksud Ai Mi, Zheng Minghao adalah artis dengan perangai halus dan elegan. Sementara kau lebih seperti preman. Ti–tidak cocok." Zhuo Ye menjelaskan takut-takut.
Dua rekannya yang lain mengangguk setuju. Kama menghembuskan napas keras.
Di bar ini memang semua pegawai sudah mengenalnya sebagai gadis yang tidak kenal takut. Walau bar super eksklusif dengan pengunjung orang-orang berpengaruh di China, Kama tak akan segan-segan menolak permintaan pelanggan yang dianggap aneh.
Belum lagi para pemabuk yang suka membuat onar. Kehadiran Kama sudah cukup untuk mengatasi mereka. Petugas keamanan hampir-hampir tidak perlu bekerja bila ada Kama di shift pekerjaan mereka.
"Yah, memang siapa yang mau mencocokkan diri dengan si Naga Biru itu?" Kama menggerutu seraya membawa ember pel ke belakang.
Sayangnya, nasib sial masih belum mau hengkang dari kehidupan Kama. Bar baru buka satu jam lagi, tapi Bos tempatnya bekerja sudah melambaikan tangan padanya. Ada seseorang yang duduk membelakangi Kama, tetapi jantung gadis itu berdegup kencang karena merasa familier dengan bentuk kepala dan bahunya.
"Pelanggan VVIP kita khusus datang sepagi ini untuk menemuimu."
"Laoban [1], saya masih harus membereskan gudang anggur." Kama sedikit kebingungan.
"Sudah. Sudah. Biar Zhuo Ye yang melakukannya. Kau temani saja Zongcai [2] kita satu ini."
Si Bos mengedipkan sebelah mata. Dia menepuk bahu Kama. Ekspresi girang di wajah bosnya tak luput dari perhatian Kama, yang justru memancing rasa curiga gadis itu.
"Zongcai, apa ada yang bisa saya bantu?"
Lelaki itu menoleh. Detik itu juga, kekesalan Kama langsung meluap hingga ubun-ubun.
"Kenapa kau datang ke sini, Zongcai?" Kama bertanya dengan nada menyindir terang-terangan.
"Tentu saja untuk menjemput pegawai baruku."
Alis Kama bertaut. "Aku tak pernah ingat menyetujui menjadi pegawaimu."
"Sayangnya, surat kontrakmu sudah dibuat oleh Bing Yi." Minghao menyodorkan amplop cokelat besar pada Kama.
Gadis itu hanya melirik tanpa menyentuh. "Simpan saja untukmu sendiri. Aku tak tertarik. Permisi, aku masih harus membereskan gudang."
Kama berbalik cepat. Namun, detik berikutnya dia memekik kaget saat Minghao menarik tangannya. Kama hampir saja jatuh ke pangkuan Minghao, bila tidak sigap berpegangan di sandaran dan punggung kursi.
"Tuan Zheng Minghao, lepaskan aku," desis Kama.
"Tanda tangani dulu kontraknya." Minghao berkata manis.
"Umpama mau pun, aku juga tak bisa. Izin tinggalku di sini tidak untuk bekerja." Kama bicara dengan bibir terkatup dan suara yang sangat pelan.
Mata Minghao melebar. Senyum licik lelaki itu terpasang maksimal.
"Mau apa kau?" Kama mendesis curiga.
"Jadi, kau bekerja di sini berstatus ilegal?"
Kama meronta keras, mencoba melepaskan tangannya dari cekalan Minghao.
"Imigrasi di negara ini sangat ketat. Bagaimana kalau mereka tahu ada pegawai ilegal yang bekerja di Phoenix? Yang bermasalah tak hanya dirimu, tapi juga Laoban-mu itu."
"Berhenti bertingkah kekanak-kanakan!" Kama menyentak kasar cekalan tangan Minghao, tetapi masih belum bisa lepas.
"Aku tidak bertingkah kekanak-kanakan. Aku hanya mengancammu."
"Tuan Zheng Minghao ...."
"Hao. Kau sudah setuju untuk memanggilku Hao."
Kama merutuk keras. Namun, sebelum rentetan makian berbahasa Jawa-nya keluar, satu tangan Minghao sudah membekap mulut gadis itu.
"Seorang gadis harus bersikap lembut," bisik Minghao.
Selama beberapa detik, dunia Kama serasa berhenti berputar. Pandangannya berserobok dengan Minghao. Kolam jiwa lelaki itu terasa menggoda untuk diselami.
Nggak! Nggak boleh! Mikir apaan sih, kamu, Kam?
Kepalanya menggeleng-geleng cepat. Kama mengusir segala fantasi aneh yang dengan kurang ajar berkelebat muncul di benaknya.
"Tanda tangan," perintah Minghao lembut sembari menyingkirkan tangan si gadis.
Kama menggeleng. "Kau sudah secara sepihak membuatku berhenti bekerja di gimnasium. Aku tak mau kau melakukan hal itu lagi."
"Kau menyukai Phoenix?"
Kama mengangguk tanpa ragu.
"Ini klub malam, Kama. Banyak lelaki hidung belang di sini. Banyak orang mabuk juga."
"Aku bisa mengatasi mereka." Kama percaya diri.
"Benarkah?"
Kama langsung meringis saat Minghao menekan luka di lengannya yang belum sepenuhnya pulih. Senyum menyebalkan lelaki itu muncul menggoda Kama.
"Bekerjalah denganku. Aku akan memberimu penghidupan yang lebih layak." Minghao masih membujuk.
"Maaf, tidak tertarik menjadi sugar baby dari Naga Biru." Kama masih menolak tegas.
"Pekerjaan ini pasti kau suka. Coba saja dulu."
Kama membuka mulut hendak bicara, tetapi langsung dibungkam oleh Minghao.
"Masuk dalam tim penulis skenario untuk proyek drama serialku, Kama. Kau sudah pernah melakukan kurasi awal dengan naskahnya."
Bola mata Kama membulat besar. "Maksudmu ..., drama Lembah Naga dan Garuda?"
Minghao mengangguk. "Kau suka sejarah dan kebetulan dramaku berkaitan dengan sejarah negaramu."
Kama mulai tergoda. Jelas. Sejarah adalah hal yang sangat dicintainya setelah uang. Namun, bekerja sama dengan Minghao memiliki tantangannya sendiri.
"Aku ... aku tetap ingin bekerja di Phoenix," ucap Kama lirih.
"Kenapa?"
"Aku punya alasanku sendiri."
Minghao tersenyum. "Kalau begitu, sebagian waktumu di Phoenix, sebagian lagi untukku."
Kama menelan ludah. Firasatnya mengatakan, hidupnya akan jadi roller coaster kalau nekat berhubungan dengan Qīng Lóng alias si Naga Biru ini. Namun, dia tidak akan mundur karena Minghao punya dua hal yang diinginkannya.
Uang dan sejarah.
"Aku yang tentukan jadwalnya, Tuan Zheng." Kama menyambar amplop cokelat di tangan Minghao dan bangkit berdiri dengan susah payah.
~~ BERSAMBUNG ~~
Catatan Kaki:
[1] Laoban secara harfiah berarti "Bos" dan merupakan istilah yang paling umum digunakan untuk menyebut atasan atau pemilik bisnis.
[2] Zongcai Digunakan untuk merujuk pada CEO atau presiden perusahaan, sesuai dengan jabatan Minghao yang merupakan pemilik agensi talenta bakat Lotus Fortune House.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top