17 | Cemburu Jilid Awal


••••••••••

Kama mencengkeram ponsel pintarnya erat-erat. Pandangannya nyalang menatap ke arah luar jendela kamar hotel. Layar ponselnya masih menampilkan halaman Weibo. Satu unggahan terbaru bertanda waktu satu jam lalu memperlihatkan foto seorang perempuan cantik yang tengah mencium pipi Minghao.

“Jadi, dia kencan sama Chen Shengzi? Apaan itu namanya yang Bing Yi bilang, dia bukan playboy. Dasar, aku ketipu!”

Kama mondar-mandir gelisah. Kekesalannya menumpuk di dada tanpa tahu penyebabnya. Kama lalu menelepon Gendhis, tetapi segera mematikan panggilan saat melihat jam berapa sekarang.

Cuk, mangkelno tenan koen, Hao!”

Kama mengeluh keras-keras. Emosinya benar-benar tidak stabil. Seharian ini situasinya sangat sulit karena pertemuan pertamanya dengan beberapa kru produksi drama tidak sesuai ekspektasi. Sudah lelah mental, Kama masih harus mendapat kejutan foto-foto mesra Minghao dengan model terkenal China yang tengah makan malam di Shanghai.

“Bomat-lah! Terserah dia mau apa! Pokoknya besok aku balik ke Shanghai aja!”

Kama mematikan ponsel dan melemparnya begitu saja ke nakas. Benda elektronik itu menabrak lampu tidur sebelum berhenti setelah membentur dinding. 

Lalu Kama menghempaskan diri ke tempat tidur, menutupi dirinya rapat-rapat dengan selimut, dan mencoba tidur.

Empat jam kemudian, saat Kama benar-benar sudah masuk ke alam mimpi, ada Minghao yang juga menahan kekesalan luar biasa. Dia bersedekap seraya menghadiahkan tatapan tajam pada Bing Yi yang berdiri dengan mata setengah mengantuk.

“Minghao, ayolah. Aku harus tidur. Besok kau menyuruhku mempersiapkan lokasi untuk survei.” Bing Yi memohon.

“Siapa yang menempatkan Kama di lantai tiga?” Minghao bertanya gusar.

Dia berusaha tiba secepat mungkin dari Shanghai. Walau sudah memburu waktu, tetap saja Minghao baru tiba di hotel Quanzhou setelah masuk pukul tiga dini hari.

Dan Minghao jengkel luar biasa saat menyadari bukan Kama yang berada di kamar sebelahnya, melainkan Luo Luo, salah satu asisten sutradaranya.

“Nona Luo Luo yang minta Miss Kama dipindahkan ke lantai tiga, Minghao. Dan Miss Kama mau-mau saja.” Bing Yi menguap.

“Aku sudah memberimu perintah jelas. Kama harus ada di sebelah kamarku.”

“Aku bisa apa? Secara posisi, Nona Luo Luo lebih tinggi dari Miss Kama. Aku ‘hanya’ asistenmu yang bahkan tidak terlibat dalam produksi drama ini. Bisa apa aku di hadapan Nona Luo Luo?”

Minghao memejamkan mata. Ucapan Bing Yi memang tidak salah. Orang nomor satu di produksi drama kolosal ini memang dirinya, dan Luo Luo adalah orang nomor dua yang punya kuasa.

“Kenapa turunnya jauh sekali? Kita ada di lantai dua puluh.” Minghao menghela napas panjang.

“Yuxi-da ge memberi perintah kita menginap di hotel keluarga Zheng. Lantai sembilan belas dan dua puluh sudah di-booking seluruhnya untuk kru kita. Tapi Miss Kama yang tidak mau tinggal di kamar Nona Luo Luo. Hotel dalam keadaan full booked. Hanya tersisa kamar di lantai tiga yang bisa ditempati Miss Kama.” Kantuk Bing Yi akhirnya benar-benar hilang. Perdebatan dengan Minghao malam ini terdengar sangat konyol.

“Kenapa kau tiba-tiba peduli sekali pada Miss Kama?” Bing Yi menatap penuh rasa penasaran.

“Dia masih polos di dunia kita. Aku hanya takut Kama tidak nyaman.”

Bing Yi menyembunyikan fakta bila sehari ini memang situasi Kama sangat tidak mengenakkan. Sikap seluruh kru padanya tidak bersahabat dan itu semua berkat provokasi Luo Luo.

“Miss Kama bisa bertahan hidup sendiri, Minghao. Kau tak perlu mencemaskan dia.”

Minghao menghela napas berat.

“Kau tak tertarik padanya selain hubungan atasan dan bawahan saja, bukan?” Bing Yi mendesak pelan.

“Tidak. Dia bukan seleraku.”

Bing Yi memiringkan kepala, menatap penasaran pada Minghao.

“Jadi, seleramu adalah Nona Chen Shangzi?”

Asisten pribadi Minghao menyodorkan ponsel yang sudah menampilkan foto mesra antara Shangzi dan Minghao. “Semua kru kita sudah heboh dengan ini. Kurasa Miss Kama juga pasti sudah melihatnya.”

Minghao mengertakkan gigi. Rahangnya mengencang. Tanpa banyak kata, dia keluar dari kamar Bing Yi yang digedornya paksa beberapa saat lalu.

“Minghao? Mau ke mana?”

Lelaki itu tidak menjawab. Langkahnya panjang-panjang menuju lift yang membawanya ke lantai tiga. Namun, setiba di sana–tepat di depan pintu kamar Kama–dia hanya berdiri mematung.

“Kenapa aku harus menjelaskan pada Kama?” Minghao kebingungan. “Kenapa aku ke sini?”

Minghao mondar-mandir. Dia ingin mengetuk, tetapi takut mengganggu gadis itu. Namun, Minghao juga tidak ingin pergi begitu saja sebelum melihat Kama.

“Sial! Kenapa aku jadi begini?” Minghao mengacak-acak rambut.

Pada akhirnya lelaki itu memutuskan untuk menunggu pagi. Dia tidak kembali ke kamar, melainkan mengurung diri di lobi hotel. Baru setelah jam sarapan datang, Minghao pergi ke restoran hotel.

Yang pertama kali menyambutnya adalah Luo Luo. Perempuan yang direkrut berkat rekomendasi seorang kolega Minghao itu terus menempel ketat pada sang sutradara. Bahkan dia sampai ikut makan satu meja dengan Minghao dan Bing Yi.

“Kemarin kita belum berkoordinasi. Aku rasa, sekarang waktu yang tepat untuk melaporkan hasil pertemuan kemarin.”

Minghao berkata letih. “Luo Luo, ini masih sangat pagi. Kita sedang makan. Kau bisa melaporkan hasil kemarin nanti saja, saat kita meeting.”

Luo Luo mengangguk. Dia meletakkan sepotong besar daging ayam berbumbu putih ke piring Minghao.

“Ayam jahe kukus ini sangat lezat. Cobalah, Minghao.”

“Aku punya sarapanku sendiri. Terima kasih.” Minghao mengembalikan potongan daging itu ke piring Luo Luo.

Di sebelah Minghao ada Bing Yi yang menahan tawa. Ekor mata lelaki itu menangkap kilasan sosok Kama yang memasuki restoran. “Permisi, Tuan Minghao, Nona Luo Luo. Aku pergi dulu. Aku harus menemani kru baru dulu. Silakan nikmati sarapan kalian.”

Minghao menoleh ke pintu masuk restoran. Hatinya ingin bergerak menghampiri Kama, tetapi kehadiran Luo Luo–dan Bing Yi yang sudah kabur lebih dulu–memaksa Minghao mengurungkan niat.

Dia hanya mampu menatap tajam ke arah Bing Yi dan Kama yang mengobrol akrab. Gadis itu bahkan tertawa mendengar lelucon Bing Yi.

Apa Kama menghindariku?

Pertanyaan itu muncul di hati Minghao saat menyadari Kama sama sekali tidak melihat ke arahnya. Terlalu asyik mengamati Kama dan Bing Yi, sampai dia melupakan kehadiran Luo Luo.

“Aku tidak suka pada anak baru itu. Dia membuat Fang Jiaqi keluar dari proyek ini.” Luo Luo membuyarkan konsentrasi Minghao.

“Dia memang masih amatir, harus banyak dilatih. Tapi pengetahuannya akan sejarah dan historical art sangat bagus.”

“Itu saja belum cukup, Minghao.” Luo Luo menggeleng. “Penulisan naskah kita sangat panjang. Dia belum punya pengalaman. Gadis itu hanya akan membebani kita semua.”

“Kau belum lihat kinerjanya.” Minghao menyanggah halus.

Luo Luo menatap Minghao cukup lama sebelum mengangkat bahu. “Yah, aku bisa apa? Keputusan ada di tanganmu, bukan?”

Minghao tersenyum tipis. Dia melihat lagi ke arah Kama, tetapi gadis itu sudah pergi keluar restoran bersama Bing Yi. Lelaki itu menyembunyikan perasaannya yang resah melihat kedekatan Bing Yi dan Kama.

Bayangan tawa Kama bersama Bing Yi terus mengusik pikirannya. Apa yang mereka bicarakan? Apakah Kama sengaja menjauh dariku? Pikirannya semakin kusut, terutama saat Luo Luo kembali berbicara.

“Kau sepertinya terlalu memikirkan anak itu, Minghao,” ucap Luo Luo sambil menyilangkan tangan di dadanya. Tatapannya menyelidik. “Aku tahu kau berusaha bersikap adil, tapi terlalu melindungi satu orang akan terlihat ... mencurigakan.”

“Apa aku terlihat melindungi satu orang?” Alis Minghao terangkat tinggi.

“Naik private jet di saat yang lain harus puas menggunakan pesawat komersial. Menempatkan dia tepat di samping kamarmu. Apa yang kurang jelas dari itu?”

Minghao tertawa kecil.

“Atau jangan-jangan … dia salah satu target barumu?”

Satu sudut bibir Minghao tertarik ke belakang, mencemooh. “Kau sudah melewati batas, Luo Luo.”

“Ah, maafkan aku. Sepertinya itu tidak mungkin, terutama saat semalam kau menghabiskan waktu dengan salah satu model tercantik negara ini.”

Minghao gatal ingin menghantam meja untuk membungkam mulut cerewet Luo Luo.

“Mari bekerja secara profesional, Luo Luo. Aku hanya ingin memastikan proyek ini berjalan lancar. Kalau tindakanmu mencurigakan, biarkan saja begitu.” Nada suaranya datar, mencoba mengakhiri percakapan.

Namun, jauh di lubuk hatinya, perasaan itu tidak sekadar profesionalisme. Melihat Kama berbicara dengan orang lain, terutama Bing Yi, menimbulkan gelombang emosi yang tak dapat Minghao kendalikan. Cemburu. Kata itu menyelinap ke dalam pikirannya seperti tamparan keras.

~~~

Sementara itu, Kama sedang berbicara dengan Bing Yi di lobi hotel, mencoba mengalihkan perasaannya yang campur aduk. Sayangnya Bing Yi dengan mudah membaca suasana hati gadis itu.

“Anda terlihat tegang. Apa karena foto semalam?” tanya Bing Yi hati-hati. Dia menduga sesuatu, tapi tidak ingin membuat gadis itu merasa terpojok.

“Foto apa?” Kama berusaha bersikap biasa saja, tetapi nadanya terdengar terlalu tajam untuk dianggap wajar.

Bing Yi tertawa kecil. “Miss Kama, aku tahu Anda sudah melihat foto Minghao dan Chen Shangzi. Jangan terlalu berprasangka. Itu hanya urusan pekerjaan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Kama memutar bola mata. “Aku tidak peduli apa yang dia lakukan. Itu urusannya, bukan urusanku.”

Tapi jelas dari cara tangannya mengepal erat bahwa ucapan itu hanyalah kebohongan besar. Bing Yi memiringkan kepala, mengamatinya.

“Benarkah?” tanya Bing Yi, mencoba menahan senyum. Ingatannya tertuju pada percakapan dengan Jiang Lin beberapa malam sebelumnya, saat lelaki itu menduga ada hubungan khusus antara Minghao dan Kama.

Gadis itu mengangkat bahu, menutupi kecemasannya dengan dingin. Namun, sebelum Bing Yi bisa menggali lebih dalam, Luo Luo muncul tiba-tiba, berdiri di antara mereka seperti tembok penghalang.

“Minghao mencarimu, Bing Yi. Dia ingin kau memeriksa ulang jadwal siang ini,” kata Luo Luo dengan nada setengah memerintah.

Bing Yi melirik Kama sejenak sebelum mengangguk. “Baiklah, aku akan pergi.” Dia berjalan menjauh, meninggalkan Kama dan Luo Luo berdua.

“Kau dan Bing Yi terlihat akrab,” komentar Luo Luo dengan senyum tipis yang sulit diartikan.

“Apa masalahnya?” jawab Kama pendek.

“Tidak ada,” sahut Luo Luo santai. “Hanya saja, orang-orang bisa salah paham. Terutama seseorang seperti Minghao.”

Jantung Kama berdebar keras mendengar nama itu disebut. Namun, dia berusaha tetap tenang. “Aku tidak tahu apa maksudmu.”

“Oh, aku yakin kau tahu,” suara Luo Luo bernada licik. “Aku beri tahu kau satu rahasia, Kama. Dunia ini kejam, penuh dengan intrik. Jangan gampang terlena, karena mungkin saja seseorang hanya menjadikanmu permainan saja. Jika kau sampai jatuh ke dalam jebakan itu, kau hanya akan berakhir menjadi pion yang sangat gampang dibuang.”

Kama tidak menjawab, hanya menatap Luo Luo dengan sorot mata tajam. Akan tetapi, setelah perempuan itu pergi, ucapan Luo Luo terus terngiang di kepalanya. 

Apakah benar ada sesuatu yang lebih dalam di balik sikap Minghao terhadapnya? Atau itu semua hanya ilusi perasaannya sendiri?

~~ BERSAMBUNG ~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top