10 | Sang Naga Biru Bergerak


It's a bromance relationship, not boys love relationship. Please, be wise, Readers. Aku nggak akan nge-ship antara Yuxi dan Minghao.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Esok harinya Bing Yi sudah menanti Minghao di agensi. Tanpa basa-basi, asisten pribadi itu menyodorkan tablet dengan laman artikel Zou Hong Pictures terpampang lebar.

“Berita tentang artis Zou Hong Pictures sudah tersebar ke mana-mana. Aku dapat informasi dari orang dalam. Hampir seluruh investor berniat mencabut kerjasama mereka dengan Zou Hong Pictures.”

“Hampir semua?” Minghao menatap Bing Yi.

“Sembilan puluh persen. Investor yang tersisa tidak akan cukup untuk membesarkan bisnis Yuxi-da ge.”

Minghao tersenyum geli.

“Kenapa kau malah tersenyum?” Mata Bing Yi menyipit curiga.

“Tidak ada.” Minghao menggeleng. “Ada berita apa lagi?”

“Skandal kali ini terbilang besar. Mata-mataku di Zou Hong Pictures mengatakan, kasus narkotika yang menjerat artis mereka berhubungan dengan sindikat obat terlarang internasional. Netizen menghujat habis-habisan semua orang yang terlibat dekat dengan artis itu.”

Minghao mengusap-usap dagu. “Bagaimana proposal proyek yang aku ajukan ke Yuxi-ge?”

“Ditolak.”

“Lagi?” Minghao mengangkat alis. “Kemampuan hebatmu menyusupkan proposal tepat ke hidung investor sepertinya sudah tumpul, Bing Yi.”

“Selama ini kita tak pernah punya investor. Yang ada, kau malah memaksaku berlari ke bank-bank untuk menarik rekeningmu. Zou Hong Pictures adalah calon investor pertamamu.” Bing Yi mengingatkan.

Minghao menyeringai. “Kirim lagi proposal kita. Drama Lembah Naga dan Garuda harus bisa ditayangkan tahun depan.”

Bing Yi terlihat tidak nyaman. “Minghao? Kau yakin akan mencari dana ke Yuxi-da ge? Kondisinya saat ini nyaris bangkrut.”

Minghao langsung melayangkan pulpen ke kepala Bing Yi. Meleset. Sahabatnya itu punya sistem merespons yang sangat cepat dan baik. Sedikit menghindar ke kanan dan pulpen itu jatuh mengenaskan setelah menghantam lemari di belakang Bing Yi.

“Ambil pulpennya,” perintah Minghao.

Bing Yi patuh.

“Dengar, sahabatku. Isi rekening Yuxi-ge berlimpah ruah, gendut, sangat banyak. Kehilangan satu Zou Hong Pictures tidak akan mengurangi kekayaannya. Uangnya bisa membangun dua, tiga, bahkan lima Zou Hong Pictures lagi. 

Tapi ini bukan soal uang. Ini soal integritas. Zou Hong Pictures adalah jiwanya, passion-nya. Aku tak mungkin membiarkan dia kehilangan anaknya yang berharga ini, bukan?”

Bing Yi melongo, tak mengira sahabatnya yang diketahui terlibat perang dingin dengan sang kakak sepupunya itu, ternyata bisa membela Yuxi dengan berapi-api.

“Kau tak ingin Yuxi-da ge kehilangan Zou Hong Pictures. Tapi proposalmu yang kau ajukan itu bisa-bisa membuat bisnis Yuxi-da ge langsung kolaps. Kau itu merampok dia, Minghao.”

Sekali lagi pulpen melayang ke kepala Bing Yi. Meleset lagi. Minghao jadi kesal melihatnya.

“Lain kali kau harus berdiri diam saat aku melempar pulpen ke arahmu. Kemarikan pulpennya.”

“Maaf, aku tidak dibayar untuk menerima serangan kekerasan darimu, Minghao. Selama ini mulut dan otakmu itu selalu punya jalan kejam untuk menyiksaku.”

Mulut Minghao mencebik keras. “Kirim lagi proposal baru ke Zou Hong Pictures.”

“Kurasa kau harus membaca memo dari Yuxi-da ge dulu.”

Bing Yi memberikan proposal terakhir yang dikembalikan oleh mata-matanya di Zou Hong Pictures. Lengkap dengan selembar memo yang ditempel di bagian depan.

[Proposalmu kutolak. Jangan ganggu hidupku lagi, atau kau akan menyesal.]

Sudut-sudut bibir Minghao berkedut. “Semakin dia menyuruhku pergi, semakin semangat aku mendekatinya.”

“Minghao,” desis Bing Yi putus asa.

“Demi tiga ratus juta yuan, Bing Yi.” Minghao menyambar kunci mobil. “Aku ke Zou Hong Pictures sekarang. Kau cari Kama dan bawa dia ke sini secepatnya.”

Minghao tak menunggu balasan sahabatnya. Dia berjalan cepat ke parkiran bawah tanah dan menggeber Audi-nya menuju Pudong.

Tepat seperti tebakan Minghao. Lautan wartawan sudah menyemut di bagian depan gedung Zou Hong Pictures. Skandal terbaru production house itu ibarat magnet yang menarik perhatian para kuli tinta. 

“Kau benar-benar menggoreng dengan baik kasus artismu ini, Yuxi-ge.” Minghao berdecak dari seberang jalan, mengamati kemungkinan dia bisa masuk tanpa melewati kerumunan wartawan. Nihil. 

“Apa artisnya bersembunyi sampai mereka mendatangi tempat ini? Kenapa tidak datang ke tempat artisnya saja, sih?” Minghao menggerutu. 

Setelah memarkir mobil di seberang jalan, dia sengaja berjalan santai menembus kerumunan wartawan. Kilatan lampu blitz serta berondongan pertanyaan wartawan langsung tertuju padanya, setelah mereka mengetahui kedatangannya. 

Butuh perjuangan besar baginya agar bisa masuk ke gedung dan langsung naik ke kantor Yuxi. Tanpa memedulikan protes sekretaris, Minghao menerobos masuk ruangan dan menyeringai ke arah kakak sepupunya.

“Kau benar-benar tak punya takut.” Yuxi berkomentar saat melihat Minghao.

“Terima kasih. Kuanggap itu pujian, Yuxi-ge.” Minghao main duduk begitu saja, meski tidak dipersilakan.

“Aku tak punya urusan denganmu.”

“Tapi aku punya urusan denganmu, Yuxi-ge.” Minghao berkata santai. Dia memutar kepala kanan kiri, mengamati pemandangan di luar kantor Yuxi. Isi ruangan di sini sangat mencerminkan pemiliknya yang dikenal dingin dan kejam.

“Kenapa kau menolak proposalku lagi?” Minghao blak-blakan.

“Kita tak punya visi dan misi yang sama.”

“Kita punya, Yuxi-ge. Kita sama-sama bercita-cita menguasai dunia hiburan dan membuat karya yang sesuai dengan nurani kita.”

Perkataan telak itu menghantam Yuxi dengan kekagetan. Itu adalah janji masa remaja mereka, saat hubungan mereka masih baik-baik saja, saat interaksi mereka masih intens dan sangat hangat.

Saat mendiang ibu Minghao masih ada ….

“Aku tahu, kau mendirikan tempat ini karena masih percaya dengan impian itu.” Minghao menambahkan.

“Tak usah tenggelam pada euforia masa lalu. Aku punya urusan yang lebih penting dibanding mendengar ocehanmu.” Yuxi berkata dingin.

“Benar! Urusan investasi di proyekku memang jauh lebih penting dibanding membahas kenangan masa lalu.” Minghao tersenyum jahil.

Yuxi tak banyak kata. Dia menekan interkom dan bicara pada sekretarisnya untuk memanggil tim keamanan.

Lalu Minghao berkata cepat menginterupsi perintah Yuxi. “Aku punya jalan keluar untuk proyek Eternal Flame-mu yang beresiko gagal karena aktormu tersandung skandal narkoba.”

Lelaki tampan dengan sorot mata tajam itu menatap Minghao lekat-lekat. Ada jejak gamang di sepasang matanya yang tidak bisa disembunyikan. Jarinya perlahan mematikan interkom.

“Tujuh menit,” ucap Yuxi, “kau hanya punya itu.”

Minghao mengangguk dan berkata tenang. “Aku ingin investasi untuk proyek baruku.” 

Senyum sinis Yuxi muncul. “Sutradara besar seperti Zheng Minghao datang ke sini, ke kantorku, meminta bantuan. Bukankah selama ini kau alergi menginjakkan kaki di sini?”

Minghao meringis dalam hati. Sejak kuliah memang dia tidak pernah minta tolong apa pun pada Yuxi. Ini perdana dia akhirnya datang kepada kakak sepupunya untuk meminta bantuan.

“Ini soal seni, Yuxi-ge. Bukan ego.”

“Seni? Oh, aku lupa. Seni adalah nama lain untuk obsesi, kan? Sama seperti obsesimu di Nanjing—dengan wanita yang kau anggap inspirasi, sampai mengorbankan reputasi keluarga.”

Minghao memutar bola mata. “Kau mau menghabiskan tujuh menitku dengan bertengkar, Yuxi-ge?”

Yuxi langsung bungkam sembari bertanya-tanya dalam hati siapa di sini yang menjadi bos. Minghao tiba-tiba berubah jadi galak padanya.

“Berapa banyak uang yang kau butuhkan untuk “seni” ini?”

Tanpa beban Minghao menjawab.  “Tiga ratus juta yuan.”

Yuxi tergoda melemparkan tempat pena pada adik sepupunya. “Tiga ratus juta yuan untuk sebuah ide? Atau untuk ego yang perlu diberi makan?”

“Kalau begitu, naik jadi empat ratus juta yuan.”

Yuxi melotot. “Kau sinting? Jual saja perusahaanku kalau kau minta uang sebanyak itu!”

“Aku tak ingin membuatmu jatuh miskin lebih cepat, Yuxi-ge. Meski aku memang ingin menjual production house ini dan mengambil seluruh keuntungannya.”

“Hao!”

“Yuxi-ge, kau tahu kemampuanku. Tiap karya yang kuhasilkan selalu membawa kemenangan dan kebanggaan. Proyekku kali ini akan menciptakan sesuatu yang akan bertahan lebih lama dari penghargaan-penghargaan di dindingmu itu.”

Yuxi terdiam sejenak, menyandarkan tubuh ke kursi, dan memerhatikan Minghao. “Kau selalu pandai merangkai kata. Tapi drama beda dengan film, juga bukan puisi, Hao. Dramamu butuh angka yang berjalan, bukan kata-kata yang melayang.”

“Dan aku butuh produser yang tidak hanya menghitung keuntungan, tapi mengerti nilai seni. Kau bisa jadi produser itu, jika kau mau.”

Yuxi masih terdiam.

“Yuxi-ge, kau di titik genting sekarang. Satu-satunya karya yang siap rilis harus dibatalkan. Investor beramai-ramai menarik dana. Kepercayaan publik juga menurun karena skandal artismu.”

Yuxi mendongakkan pandangan menatap Minghao.

“Kau menganggap dirimu adalah juru selamat?”

“Memangnya bukan?” Minghao tersenyum tipis. “Nama besarku sebagai artis sudah jadi jaminan kesuksesan. Kualitasku sebagai sutradara bahkan melebihi dua sutradara Eternal Flame-mu yang gagal rilis itu.”

Minghao bangkit dari kursi. Badannya condong ke depan, bertumpu pada meja Yuxi yang membatasi jarak mereka.

“Aku adalah penyelamatmu, Yuxi-ge. Setidaknya untuk saat ini. Proyekku akan menyelamatkan bisnismu dan mengembalikan kepercayaan publik.”

Minghao mulai waswas melihat sikap diam Yuxi. Dia mulai mengeluarkan kartu terakhirnya.

“Kurasa Kakek benar-benar serius ingin kau segera menikah. Sampai-sampai dia merancang kencan buta untukmu setiap malam.”

Yuxi berhenti membaca dokumen. Matanya menatap tajam, tetapi dia tak berkata apa-apa.

“Berapa banyak wanita yang sudah kau tolak, Yuxi-ge? Lima? Sepuluh? Atau kau bahkan tidak repot-repot datang?”

“Dari mana kau tahu?” Yuxi bertanya dingin.

“Menyelidikimu tentu saja. Kakek juga datang ke tempatku, mengancamku dengan ‘aku yang tidak boleh lepas dari tanggung jawab keluarga’. Yuxi-ge, kau bukan satu-satunya target Kakek.”

Yuxi mendengkus sarkastis. “Dan kau pikir ini saat yang tepat untuk menciptakan ‘persaudaraan penuh penderitaan’ antara kita?”

“Jangan sinis, Yuxi-ge. Aku sedang menawarkan solusi padamu.”

“Solusi? Kau?” Yuxi mendengkus.

“Aku lebih berpengalaman soal wanita dibanding dirimu. Menggantikanmu di semua kencan butamu kelak bukan hal sulit bagiku.”

Yuxi kembali ke dokumennya. Minghao meneruskan bicara.

“Satu kencan buta yang gagal tanpa insiden buruk untuk satu tahap pencairan dana. Aku jamin hubungan dua keluarga tetap akan terjalin baik dan kau bisa bebas melakukan apa pun yang kau inginkan.”

Yuxi mulai tergoda. Ujung jarinya mengetuk-ngetuk dokumen. 

“Aku tahu, kau sedang ingin fokus pada bisnismu tanpa distraksi Kakek, Yuxi-ge. Sama sepertiku. Tawaranku ini adalah win-win solution untuk kita berdua,” ucap Minghao dengan nada penuh pengertian.

Ada kilatan licik di mata Yuxi. “Menarik. Tapi aku punya syarat tambahan.”

“Sebutkan.”

“Jika aku setuju mendanai proyekmu, kau harus menerima tuntutan Kakek juga.”

Minghao menatap tak percaya. “Menikah? Kau tahu itu gila.”

“Begitu pula datang ke kantorku setelah empat tahun diam, meminta empat ratus juta yuan. Kita sama-sama gila, Hao.”

Minghao tertawa getir. “Kau benar-benar tidak berubah. Selalu menghitung setiap langkah.”

Yuxi bersandar ke kursi. Sikapnya kali ini lebih santai dibanding beberapa saat lalu. “Kau butuh aku, Hao. Dan aku ingin memastikan kau tidak akan pergi dengan mudah setelah mendapatkan yang kau inginkan.”

Minghao berpikir sejenak lalu mengangguk perlahan. “Baik. Aku terima syaratmu.”

“Kalau begitu, anggap proyekmu sudah mendapat lampu hijau. Tapi ingat, satu langkah salah saja, kau akan mendapati dirimu lebih sibuk menghadiri kencan butamu sendiri.”

Minghao berdiri, “Kau akan terkejut melihat betapa cepat aku bisa membuat rencanamu berjalan mulus.”

“Kuharap kau secerdas itu. Jangan kecewakan aku, Hao.”

“Siap, Bos!” Minghao berjalan keluar dengan senyum puas, meninggalkan Yuxi yang kembali membaca proposal Lembah Naga dan Garuda miliknya. 

~~ BERSAMBUNG ~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top