ᴅᴜᴀ

• ʙʀᴇᴀᴋᴀʟᴏᴠᴇ •

"Semua udah ready, ya? Jangan sampe ada yang ketinggalan, repot nanti." Indra—teman Angger dari jaman semester satu bersuara menggunakan toa.

Angger tidak terlalu tertarik dengan apa yang dikatakan temannya itu, lagipula Indra sudah mengomelinya sejak jam dua belas malam ketika ia baru pulang dari minimarket tempatnya bekerja. Kemarin, Indra sempat kaget karena mendapati Angger yang akhirnya pulang bersamaan dengan selesainya jam kerja sif dua dan sekarang laki-laki yang berprofesi sebagai supervisor minimarket itu mengeluh mengantuk setelah menghabiskan satu gelas kopi hitam milik Indra.

"Yas, semuanya udah siap." Indra memberi laporan saat Angger berniat menyenderkan bahu pada tumpukkan carrier yang teronggok di pojokkan.

"Eh?" Angger yang biasa dipanggil Dhyas saat di kampus sedikit ling-lung.

"Lu denger gue nggak, sih, dari tadi?"
Angger memberikan cengiran khasnya saat merasa berdosa.

"Bodo amat, Yas!" Indra menggeplak kepala Angger sebelum duduk di kursi plastik yang berderet di samping Angger yang justru memilih berselonjor kaki di lantai.

Angger terkekeh ringan sebelum mengambil alih toa yang sejak pagi dipegang Indra. Membuat Indra jengkel adalah salah satu kegemaran Angger di sela-sela tugas kampus yang menumpuk. Bukan sekali dua kali, tetapi Angger memang senang cari gara-gara dengan laki-laki berkepala pelontos itu.

Saat ini. Jam di pergelangan masing-masing sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Hino Dutro 130 MDBL dengan kapasitas 30 penumpang sudah sampai di parkiran Universitas Bina Raya Utama atau biasa mereka sebut dengan sebutan ‘Kampus Biru’. Terlambat setengah jam dari yang sudah dijanjikan.

"Selamat pagi semuanya!" Angger menyapa.

Alih-alih mendapat sambutan hangat. Ia justru disoraki oleh anggota lain yang sejak tadi menunggu lama. Laki-laki itu mendengkus kesal ketika mendengar gelak tawa yang keluar dari mulut Indra. Sial! Temannya itu sangat bahagia ketika melihat Angger mendapat balasan. Memang, karma datang tidak akan terlambat layaknya bus yang mereka pesan.

Setelah berbicara sepatah dua kata dan mengajak semua anggota berdoa bersama. Laki-laki yang menggunakan celana gunung selutut juga dipadukan dengan kaos kerah berwarna putih itu meminta seluruh anggota masuk ke dalam bus.

Angger menempati kursi paling belakang yang hanya bertumpuk carrier panjang milik anggota kemudian kembali menyerahkan toa. Namun, sebelum toa putih itu disambut oleh Indra, seorang gadis menghampiri mereka berdua.

"Kak?" sapanya dengan nada takut yang tidak begitu kentara.

Angger dan Indra secara otomatis menoleh. Seorang gadis berambut pendek mengenakan hoddie hitam mendekat sembari memilin jari. Angger taksir pasti salah satu junior mereka yang baru bergabung dengan komunitas mereka.

Angger mengangguk basa-basi. "Kenapa?"

"Maaf. Keberangkatannya bisa ditunda sebentar nggak? Soalnya salah satu temanku belum dateng. Tapi lagi di jalan, sebentar lagi sampe, 'kok."

"Maaf. Nggak bisa. Soalnya ini aja kita udah telat banget. Kita ke Malang loh! Bukan ke Cipadu yang sejam sampe."

Angger mencoba berterus terang. Ia sudah terlanjur jengkel karena menunggu bus yang datang terlambat dan salah seorang junior harus membuatnya menunggu lagi? Tenggelamkan saja Angger di got kampus!

"Tapi, 'kan, Kak. Tadi kakak juga terlambat." Gadis berambut pendek yang Angger tidak ketahui namanya itu membalas ucapan ketus Angger.

Baru saja Angger berniat menyuarakan protes. Indra menginterupsi perdebatan mereka.

"Udah di jalan, 'kan? Kita tunggu lima menit. Kalo nggak sampe juga, kita berangkat tanpa temen lo aja atau kita berangkat tanpa lo dan juga temen lo, gimana?"

"Deal!"

Angger berdecih kemudian pergi menuju deretan kursi paling belakang bus kemudian menjatuhkan pantat dan memejamkan mata. Sel otaknya mencurigai sesuatu. Indra yang selalu bersikap tegas dan tidak toleran pada keterlambatan, kini berlalu patuh pada seorang junior dan mengabaikan kata-kata Angger yang notabene ketua dalam komunitas mereka.

****

"Dia anak baru, Yas."

Begitu alasan Indra ketika bus sudah melewati gerbang Tol Cikampek.

"Gimana juga gue enggak enak kalo ninggalin dia gitu aja. Lo tau, 'kan? Mereka junior yang baru aja gabung sama komunitas kita."

Sedari tadi mata Angger terpejam dengan napas teratur meski telinganya mendengar dengan jelas perkataan Indra yang duduk di depannya yang menghadap ke belakang.

"Ngambek, sih, diem aja. Kayak anak perawan lo!" Indra kesal sendiri karena tidak juga mendapat respons dari Angger.

Setelahnya laki-laki berkepala pelontos itu kembali menghadap ke depan. Mengambil alih acara agar perjalanan tidak membosankan. Ditatapnya sekali lagi teman satu indekos juga satu kampusnya yang masih betah berlama-lama memejamkan mata.

Namun, ketika Indra menjauhi kursi belakang. Alih-alih merasa tenang tanpa gangguan Indra. Angger justru merasakan ada sesuatu yang menyentuh tangannya.
Halus.

Aroma white musk mampir ke indera penciuman Angger. Seketika tubuhnya meremang saat hal-hal berbau mistis karena ia lupa membaca doa sebelum masuk ke dalam bus. Namun, terpintas cukup cepat. Hebat sekali hantu jaman sekarang menggunakan parfum merek Bodyshop? Angger saja berpikir tiga puluh tujuh kali untuk membelinya.

Demi tahu siapa yang mendekatinya. Angger membuka kelopak mata dan mendapati seorang gadis dengan rambut panjang bergelombang mengenakan jaket parka biru navy tersenyum padanya.

Angger tidak bersuara, seraut air mukanya menjabarkan sebuah pertanyaan perihal siapa dan mau apa gadis berjaket biru itu.

"Aku Bilqis, Kak." Gadis itu memperkenalkan diri.

Siapa yang tanya?

Angger berucap dalam hati. Bibirnya masih terkatup rapat dengan alis yang bertaut samar menatap gadis yang memiliki bibir tipis itu.

"Aku mau minta maaf soal tadi, Kak. Karena harus nunggu aku, Kak Dhyas sama Kak Indra jadi ribut," ucapnya sarat akan penyesalan.

Bukannya menjawab, Angger justru kembali memejamkan mata erat kemudian menarik napas dan mengeratkan giginya pelan. Sial! Ini pasti perbuatan Indra, pikirnya.

Laki-laki itu kembali menatap gadis yang sedang menata ke arahnya. Mata cokelat gelap yang serasi dengan rambut golden brown hasil pewarnaan membuat gadis itu terlihat manis di mata Angger. Ia berdeham kemudian menegapkan posisi duduknya.
"Lo nggak perlu minta maaf. Gue Cuma lagi capek aja, makanya tidur."

Angger berhasil mengulas senyum di sela-sela kedongkolannya pada Indra yang bisa-bisanya terpikirkan menggiring junior untuk membujuk Angger.

"Kakak yakin?" ucapnya sarat akan minus rasa percaya.

"Kenapa harus nggak yakin?"

Angger melihat gadis itu menggaruk tengkuk kemudian menunduk. Ia tersenyum untuk kedua kali sebelum tangannya terangkat. "Gue ...."

"Kak Dhyas, ketua komunitas BROPELA, 'kan?" Bilqis memotong ketika Angger baru saja ingin memperkenalkan diri sebagai tanda basa basi.

Akhirnya Angger hanya menganggukkan kepala, kemudian menatap ke depan, tempat di mana Indra berada. Ia menaikkan alis sebelah kanan menatap Indra yang sedang membagi cerita pada anggota lain. Kalau saja tidak ada Bilqis di sampingnya, sudah bisa dipastikan Angger akan menghampiri Indra dan melemparnya ke jalan tol.

"Kakak semester berapa? Kok kayaknya aku jarang lihat?"

"Gue? Semester enam."

"Aku semester dua, berarti boleh dong, kapan-kapan aku minta bantuan kalo ada tugas-tugas yang nggak aku ngerti." Bilqis mencoba berbasa-basi.

"Searching, 'kan bisa. Gue juga udah ribet kali sama kerjaan dan tugas-tugas kuliah gue.”

Dasar tidak peka!

Jawaban blak-blakan Angger membuat Bilqis terdiam. Gadis itu menundukkan kepala sebelum ia pamit kembali ke tempat duduknya. Niat awal Bilqis hanya ingin membuka obrolan dengan senior yang jarang ia temui itu. Namun, ternyata Angger bukan tipikal senior yang mudah untuk berbaur pada junior, pikirnya.

Lain halnya Bilqis, Angger justru bersorak ketika Bilqis kembali ke kursi depan. Ia jadi lebih leluasa, bisa melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda atau sekadar menenggak kopi di dalam botol stainless stell yang ia pinjam dari Riana—kasirnya.

Sebelum merebahkan diri pada kursi belakang, mata Angger sempat bertemu pandang dengan Bilqis yang menyempatkan diri menoleh ke belakang. Gadis itu tersenyum dengan bibir tipisnya yang dipoles liptint berwarna peach.

Cantik.

Satu kata itu berhasil keluar dari bibir Angger sebelum ia menutup matanya kembali.

ᴷᴵᴹᴺᵁᴿᴬᴺᴰ_

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top