27.

Pagi ini, tiga cucu dokter Kim Hyunjeong menghabiskan waktu bersama di ruangan Seokjin. Lebih tepatnya, Namjoon dan Seokjin menemani Taehyung yang tengah menikmati sarapannya. Adik Seokjin ini mengeluh karena semalam Hanbyul tidak pulang, ia meminta sang kakak untuk membawakan sarapan untuknya. Jangan berharap jika Taehyung bisa membuat makanannya sendiri. Lebih baik memintanya duduk dan menunggu daripada harus mengorbankan dapur dan seisi rumah menjadi santapan si jago merah.

Pagi ini juga, rencananya ketiga Kim bersaudara ini akan menjenguk keadaan calon saudara ipar mereka. Hanya tinggal menunggu Kim Mingyu, si maknae, yang belum datang.

Baru saja Namjoon akan menghubungi adiknya, pemuda jangkung itu sudah menampakkan diri di depan pintu ruangan Seokjin. Menatap ketiga kakaknya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Mingyu-ya, kemarilah!" Seokjin melambaikan tangannya, menyuruh Mingyu mendekat untuk bergabung dengan mereka.

"Kau sudah tiba?" tanya Taehyung dengan mulut yang masih mengunyah makanan, "Sebentar ya, aku harus menghabiskan makanan ini dulu."

"Ya," Mingyu mengambil tempat duduk di sebelah Taehyung, kemudian menatap satu-persatu kakak lelakinya. Membuat tiga pria itu heran.

"Ada apa, Mingyu-ya?" tanya Namjoon. Kakak kandung Minyu ini sangat memahami sikap adiknya, dan Namjoon merasa jika ada hal yang ingin disampaikan Mingyu pada mereka.

"Sebenarnya," Mingyu menghela napas pelan, "Mungkin kita bisa menengok Jungkook-ssi beberapa jam lagi, hyung."

"Mwo? Wae?" tanya Seokjin. Heran. Tapi apapun yang Mingyu katakana pada kakak-kakaknya selama ini selalu menjurus pada hal serius. Bocah ini jarang bias diajak bercanda.

"Kalian bisa melihatnya sendiri nanti," ujar Mingyu dengan senyum canggung. "Tapi kusarankan untuk tidak pergi kesana sekarang."

Namjoon menggelengkan kepalanya saat dia dan Seokjin mendapati pemandangan di dari jendela kecil yang terpasang di pintu. Taehyung bahkan belum bisa menutup mulutnya yang menganga. Dan Mingyu, tampaknya melarang tiga kakak lelakinya adalah sebuah kesalahan. Mereka justru menganggap ucapannya seperti perintah.

"Pantas saja, semalam saat aku menawarkannya ranjang tambahan, Hanbyul menolak. Ternyata ini yang dia inginkan." Kedua mata Namjoon menyipit. Mengamati apa yang sepasang manusia itu lakukan di dalam kamar. Ah, sepertinya mereka memang benar-benar dimabuk cinta.

"Woah! Aku benar-benar tidak menyangka jika Jungkook mengikuti saranku." Taehyung ikut berkomentar, dengan nada bangga dan mata berbinar tentunya.

"Astaga! Bagaimana bisa adik perempuanku seperti ini? Aku ha—hmmph!" Seokjin merasa kesal saat Taehyung membekap mulutnya. Demi apapun, Taehyung tidak akan menerima masakannya lagi.

"Hyung, jangan berisik! Kau bisa mengganggu mereka." Tegur Taehyung. Sementara Seokjin menatapnya tidak terima. "Sebaiknya kita jangan mengganggu mereka. Ayo pergi!"

"Taehyung benar, hyung," Namjoon menepuk bahu Seokjin, "Akan terasa sangat canggung jika kita masuk sekarang. Lebih baik kita datang kembali nanti."

Pada akhirnya Seokjin lebih memilih untuk menurut. Meninggalkan pintu itu bersama tiga pria lainnya untuk kembali ke ruangannya. Namun tak bisa dipungkiri jika sekarang ini otaknya menyusun banyak skenario yang disiapkan untuk pertemuannya dengan Hanbyul nanti.

*****

Jungkook tak menyangka jika pagi ini akan masuk ke dalam list pagi terbaiknya. Aroma lembut nan menyegarkan yang khas menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya. Dua tangan kecil yang memeluk tubuhnya membuatnya semakin mengeratkan diri, memeluk pinggang kecil itu dari balik selimut.

Ah, tidak.

Jungkook kini menguak selimutnya, merengkuh tubuh wanitanya untuk dibawa masuk ke dalam selimut. Menghalangi dinginnya pagi yang menusuk dengan saling menghangatkan seperti ini.

"Kau sudah bangun?" tanya Hanbyul dengan suara serak khas bangun tidur. Seksi, pikirnya. "Bagaimana keadaanmu?"

"Begini dulu sebentar," Jungkook menarik kembali tubuh itu saat Hanbyul hendak beranjak. Menempatkan kepalanya di perpotongan leher Hanbyul untuk menghirup lebih banyak aroma yang memabukkan ini.

Tidak ada penolakan. Hanbyul justru ikut mengeratkan pelukannya, menyisir rambut Jungkook dengan jemarinya sambil sesekali mengecup puncak kepalanya.

Nyaman. Nyaman sekali. Jungkook tidak ingin pagi ini berakhir. Ia ingin tetap seperti ini.

"Byul?"

"Mmm hmm?"

"Semalam aku tidak salah dengar 'kan?"

"Memangnya apa yang kau dengar?" gumam Hanbyul tanpa mengubah posisinya.

"Aku..." Jungkook mendongak, menatap Hanbyul tepat di kedua matanya dengan begitu yakin. "Semalam aku mendengarmu berkata kalau kau mencintaiku—untuk pertama kalinya," ujar Jungkook sedikit ragu. Pasalnya semalam ia masih berada di ambang kesadaran, dan Jungkook juga tidak tahu apakah Hanbyul mengatakannya secara sadar atau tidak.

"Kalau begitu kau harus selalu mengingatnya. Karena aku tidak pernah main-main dengan apa yang kukatakan, Kook." Hanbyul memperdalam tatapannya, membuat si pemilik mata melengkungkan sebuah senyuman.

"Tentu, aku akan selalu mengingatnya."

Hanbyul bangkit, kali ini kedua tangan Jungkook tidak menahannya lagi. Membiarkan wanita itu turun dari ranjang setelah mendapat satu kecupan di dahinya.

Sebelum masuk ke kamar mandi, Hanbyul sempat mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah ikat rambut. Pria Jeon yang melihat gadisnya menyisir rambut dengan jemari sebelum mengikatnya ke atas, tanpa sadar menelan salivanya.

Pemandangan yang indah.

Hingga Hanbyul keluar dari kamar mandi, pria Jeon itu terus mengamati setiap pergerakannya. Kedua netranya tak lepas dari wanita yang membuatnya—sekali lagi—jatuh hati.

"Kau mau aku membawamu ke kamar mandi atau aku yang membawa kamar mandi padamu?" tanya Hanbyul dengan sebuah handuk kecil yang digunakan untuk mengelap wajah basahnya.

Astaga! Jungkook bisa gila jika seperti ini. Bagaimana bisa hanya dengan pergerakan kecil dari air yang menetes di wajah gadisnya membuat Jungkook sekali lagi menelan salivanya?

"Maksudku, kau ingin membersihkan diri di dalam kamar mandi atau aku membawa beberapa peralatan kamar mandi kemari?" ujar Hanbyul saat melihat Jungkook hanya terdiam, menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Ah, o-opsi pertama saja. Aku tidak bisa meminta seseorang untuk terus membawakan kamar mandi untukku."

Hanbyul mendekat, perlahan menurunkan satu-persatu kaki Jungkook ke lantai. Kemudian mengalungkan lengan Jungkook di pundaknya. Berjalan perlahan menuju kamar mandi yang jaraknya terlihat menjadi dua kilo meter bagi Jungkook. Pasalnya, dengan jarak sedekat ini dengan seorang Kim Hanbyul, membuatnya kesulitan bernapas.

Jungkook duduk di atas toilet, sementara Hanbyul mengambil sebuah handuk kecil, membasahinya dengan air hangat sebelum membawa benda itu pada Jungkook. Mengusap wajah Jungkook perlahan degan penuh kehati-hatian.

Dari jarak sedekat ini, Hanbyul benar-benar sangat cantik. Ingin sekali Jungkook membawa Hanbyul ke pangkuannya, memujanya di setiap kecupan yang diberikan, namun sayang, kakiya sedang tidak bisa diajak bekerja sama. Jungkook hanya bisa menikmati wajah cantik yang kini tengah menggosok giginya dengan jarak begitu dekat, tanpa bisa melakukan sesuatu yang lebih.

"Kau.. ehm... kau bisa menangani masalah toiletmu sendiri? Atau perlu kupanggilkan seseorang? Taehyung misalnya? Atau Jimin?"

"Bagaimana jika kau saja yang membantuku, Byul?" Jungkook menaikkan sebelah alisnya, menggoda Hanbyul yang terlihat semakin memerah. Lucu sekali melihat Hanbyul tersipu seperti ini.

Ah, jarang sekali Jungkook melihat Hanbyul seperti ini. haruskah dia menggodanya lagi? Hanbyul benar-benar menggemaskan.

"A-akan kupanggilkan Taehyung saja. Bagaimanapun dia lebih tahu tentang masalah toilet pria. Jadi—"

"Aku bisa melakukannya sendiri, Byul." Jungkook terkekeh, "Aku hanya sedang menggodamu saja. Kau benar-benar menggemaskan jika sedang salah tingkah,"

"B-baiklah, panggil aku jika sudah selesai."

"Kau tidak mau menemaniku disini?"

"Yaish! Cepat selesaikan!"

Hanbyul beranjak dari kamar mandi, menunggu Jungkook menyelesaikan urusannya di dalam sana. Tidak butuh waktu lama bagi Hanbyul untuk kembali dipanggil, pria Jeon itu sudah selesai dengan urusan toilet.

Hanbyul kemudian membawanya kembali ke ranjang, menaikkan satu-persatu kaki Jungkook dengan perlahan sebelum menyelimuti tubuh pria itu dengan selimut penghangat. Musim dingin kali ini terasa lebih hangat bagi keduanya.

*****

Wanita itu baru saja meletakkan lembaran dokumen tentang rekam medis pasien-pasiennya. Dan dibalik semua dokumen itu, ada satu dokumen yang benar-benar memusingkannya.

Berkali-kali Sora menghela napasnya kala membaca dokumen itu. Bukan hal yang cukup baik rasanya. Sora sudah bisa mencium kemana semua ini bermuara.

Diletakkannya semua dokumen-dokumen tadi. Ia harus melepas stressnya sejenak sebelum dia sendiri yang harus menemui psikiater.

Tidak ada tempat lain bagi Sora untuk melepas penatnya selain makanan. Ya, wanita itu memilih kafetaria sebagai tempat pelariannya. Memesan beberapa makanan dengan porsi besar untuk dihabiskan sendiri. Ia membutuhkan tenaga ekstra untuk menghadapi hari-harinya kedepan.

"Aku tidak menyangka jika kau makan sebanyak ini, dokter Kwon."

Sora menoleh, menatap seorang pria yang baru saja menempatkan diri di hadapannya dengan satu nampan berisi makan siang. Pria itu tersenyum hingga kedua matanya melengkung. Eyesmile yang indah.

"Ah, aku hanya memerlukan energi lebih, Jim."

"Harimu berat ya?"

"Tidak sekarang," Sora terkekeh pelen, "mungkin beberapa hari kedepan."

"Ah, begitu rupanya." Jimin memandang Sora sebentar, ia tahu jika pekerjaan Sora mungkin tidak mudah. Pasien Sora berbeda dengannya. Meskipun Sora tidak menghadapi pasien yang benar-benar gila di rumah sakit ini, tapi tetap saja hal itu pasti melelahkan.

"Oh, Taehyung-ah!" Jimin melambaikan tangannya pada Taehyung. Pria itu terlihat seperti anak ayam yang kehilangan induknya sebelum Jimin memanggilnya.

Taehyung bergabung di meja bersama Jimin dan Sora, menatap keduanya bergantian sebelum menyantap makan siangnya.

"Kau sudah melihat keadaan Jungkook hari ini?" tanya Jimin.

"Belum," jawabnya sambil menggeleng, "Aku akan menengoknya setelah makan. Tadi aku dan hyungdeul juga Mingyu hampir mengganggu mereka."

"Apa? Mereka? Seolma...." Jimin menutup mulut dengan kedua tangannya. Dia tahu jika semalam Hanbyul yang menunggui Jungkook. Pikirannya memang sudah menjalar jauh kemana-mana. Pria Park itu sudah dewasa, meskipun terlihat polos, tapi Jimin sebenarnya sudah banyak tahu tentang apa saja yang dilakukan pria dewasa sepertinya. Terlebih jika bersama dengan seorang wanita. "Bagaimana bisa Jungkook melakukannya di rumah sakit? Dengan kaki seperti itu? Tidakkah dia menderita? Bagaimana bisa dia memberikan pengalaman yang—Aw!"

"Kau berpikir kemana, Jim?" ujar Taehyung setelah memukul kepala Jimin. "Mereka hanya tidur bersama."

"Jangan salahkan aku, Tae. Caramu berbicara membuatku berpikir kesana." Protes Jimin. "Jadi, setelah ini kau akan menjenguk Jungkook?"

Taehyung mengangguk.

"Apa kau mau ikut, Sora?"

Taehyung hampir melupakan presensi wanita di sebelahnya jika saja Jimin tidak mengajak wanita itu berbicara.

"Apakah Hanbyul disana?" Sora balik bertanya.

"Ya. Dia bilang akan menunggu Jungkook sampai pria itu bisa pulang." Jawab Taehyung, membuat Sora sedikit menyunggingkan senyumnya.

"Baiklah, sudah lama juga aku tidak menemui Hanbyul."

Ketiga dokter itu berjalan bersama melewati koridor, disapa beberapa perawat dan pegawai rumah sakit dengan ramah. Sungguh, kapan lagi mereka bisa melihat visualisasi dari manusia nyaris sempurna seperti ketiga orang ini?

Taehyung mengintip sebentar sebelum membuka pintu ruangan Jungkook. Aman! Dia bahkan melihat Yoongi juga ada didalam. Bisa dipastikan kalau kehadirannya dan dua orang lain disini tidak akan mengganggu saudarinya.

"Apakah ini sebuah kunjungan para dokter?" Jungkook mengeryit saat mendapati kehadiran Taehyung, Jimin, dan seorang wanita—yang diketahui adalah teman Hanbyul—di dalam ruangannya.

"Kurasa Jeon Jungkook kembali menjadi seorang bayi disini." Jimin mendekat, menaikkan sebelah alis untuk menggoda Jungkook yang tengah memakan cheese cake yang disuapkan Hanbyul.

"Yaish! Menyebalkan sekali!" Jungkook mencebik, namun Hanbyul justru tersenyum dengan sikap pria itu.

Jungkook yang terlihat kesal itu cukup menggemaskan.

"Kau baru datang, hyung?" Taehyung menghampiri Yoongi, duduk di sebelahnya dengan santai seolah mereka sudah mengenal dekat.

"Satu jam yang lalu, dokter bilang Jungkook bisa pulang hari ini. Makanya aku datang." jelas Yoongi. Kedua matanya kemudian melirik presensi wanita yang kini tengah berbincang dengan Hanbyul dan Jungkook. Kwon Sora.

"Jadi, kau akan tetap tinggal di rumah Jungkook-ie untuk waktu yang lebih lama, hyung?" tanya Jimin. Jika melihat keadaan Jungkook sekarang ini, tidak mungkin jika pria itu akan tinggal sendirian.

"Kami bertiga baru saja membahasnya," Yoongi masih menatap ketiga orang yang tengah berbicara bersama itu, ada perasaan familier yang hangat saat melihatnya. "Jungkook akan tinggal sementara di tempat Hanbyul, bersama Taehyung juga."

"Mwo? Haruskah aku menumpang di tempatmu selama mereka tinggal bersama?" tanya Taehyung dengan wajah polosnya, "Kau tahu, hyung¸ aku tidak mau mengganggu mereka."

"Yaish! Bersihkan pikiranmu itu, Kim." Kali ini Jimin yang memukul kepala Taehyung, "Jungkook tinggal di tempat kalian karena tidak ada yang bisa menjaganya. Kau harusnya tetap disana untuk membantu Hanbyul. Bukannya malah pergi."

"Eung, aku hanya—eh... tapi, kau akan pergi kemana, hyung?"

"Ada pekerjaan yang harus segera kuselesaikan karena kemarin aku sempat meninggalkan mereka, Tae."

"Ah, jadi kau akan lebih banyak menghabiskan waktu di studiomu, hyung? Dan kau akan lebih mudah melihat kondisi Jungkook saat dia hanya ada beberapa lantai di atasmu. Aku benar 'kan hyung?" Taehyung tersenyum bangga, setelah mendapat anggukan dari Yoongi. Ia merasa hebat karena bisa memahami lawan bicaranya tanpa perlu mendengar lebih banyak.

Melihat keadaan sekarang ini membuat Sora tersenyum hangat. Sora bisa merasakan jika Jungkook adalah orang yang mampu menghidupkan kemnbali api dalam jiwa Hanbyul.

Namun saat melihat Yoongi yang tengah duduk di sofa dengan pandangan lurus yang kosong, Sora bisa merasakan jika ia harus segera mempersiapkan hatinya untuk segala kemungkinan setelah Yoongi kembali menemuinya nanti.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top