26
Selamat pagiii~~~
Mari menyapa dulu sebelum membaca~
Hanbyul mendesis kala Namjoon mencabut jarum suntik dari lengannya kirinya. Pria itu kemudian menempelkan kasa steril untuk menutup bekas suntikannya di lengan Hanbyul yang terlihat mengurus. Bekas lukanya dulu juga sudah menghilang.
Melihat bagaimana keadaan Hanbyul sekarang, sepertinya Namjoon harus menyarankan istirahat penuh untuk beberapa hari kedepan. Wajah pucat, kantung mata yang menghitam, dan detak jantung yang tidak stabil, benar-benar menggambarkan kondisi Hanbyul saat ini.
"Kau benar-benar membutuhkan istirahat, Nona Kim," pria itu memberikan segelas air pada Hanbyul, "Aku tidak yakin jika kau bisa menjaga Jungkook saat ini. Bagaimana dengan istirahat sebentar? Kau mau aku menyiapkan ranjang lain di kamar Jungkook?"
"Kurasa tidak perlu, oppa." Hanbyul memutar-mutar lengannya yang sedikit ngilu. "Aku hanya membutuhkan vitamin darimu saja," ujarnya sebelum meneguk air yang diberikan Namjoon.
"Baiklah, tapi kau tetap tidak boleh kelelahan, oke?"
Hanbyul mengangguk, kemudian mengembalikan gelas pada Namjoon. Mengiyakan ucapan Namjoon adalah pilihan terbaik saat ini. Jika tidak, mungkin Hanbyul akan berada di tempat ini lebih lama. Menerima omelan-omelan Namjoon atau lebih buruk lagi, mungkin Namjoon akan melaporkan hal ini pada Kakek. Dan jika itu sampai terjadi, mungkin Hanbyul akan menghabiskan seminggu penuh di atas ranjang.
"Kurasa si Jeon itu tidak akan jatuh cinta sendirian." Namjoon melirik sepupunya yang terkejut. Ya, dari tingkah Hanbyul yang seperti ini, Namjoon bisa memastikannya. Adik perempuannya sudah jatuh hati. "Jika kulihat sekarang ini, sepertinya Nona Kim sudah benar-benar jatuh hati pada pria Jeon itu ya?"
"Oppa seyakin itu?" Hanbyul mendongak, mencari keyakinan di kedua mata kakaknya. Benarkah ia sudah membuka hatinya untuk Jungkook? Apakah Namjoon melihatnya seperti itu?
"Hum," Namjoon mendudukkan dirinya di sebelah Hanbyul, membiarkan kaki panjangnya menggantung sementara tubuhnya bersandar di dinding. "Sangat jelas dari caramu menatapnya, dari caramu mengkhawatirkannya, dan juga dari perubahanmu yang kulihat belakangan ini."
"Ah, aku banyak berubah, ya?" Hanbyul memundurkan tubuhnya, ikut bersandar di dinding sepeti apa yang dilakukan Namjoon, menghela napas panjangnya.
Rasanya sudah lama sekali Hanbyul dan Namjoon tidak berbicara seperti ini. Menghabiskan waktu berjam-jam di atas ranjang periksa Namjoon untuk membicarakan banyak hal yang terjadi selama mereka berpisah. Bukan apa-apa, Hanbyul hanya merasa jika ruang kerja Namjoon adalah tempat yang paling aman untuk keduanya berbicara.
Tetang apa saja yang hanya diketahui keduanya.
Tentang apa yang mereka sembunyikan dari anggota keluarga yang lain.
Tentang semuanya.
"Bukan perubahan yang buruk. Rasanya seperti melihat Hanbyul yang dulu, anak remaja yang gemar membangkang." Hanbyul terkekeh, memukul pelan lengannya, "Aku benar-benar senang melihat Jungkook membawa perubahan padamu, Byul. Seperti menghidupkan kembali sesuatu di dalam sana."
Namjoon menghela napas pendek, ia memang senang dengan perubahan yang dibawa Jungkook pada Hanbyul. Ia juga yakin jika Hanbyul tidak menyadari perubahan dalam dirinya. Hanbyul tidak menyadari bagaimana perlahan dia jatuh hati pada Jungkook, dan Namjoon tahu pasti apa penyebabnya.
Ada satu hal di dalam sana yang membuat Hanbyul tidak bisa menyadari perasaannya sendiri. Ada selimut tebal yang menutup hatinya hingga membuat gadis ini tidak bisa memahami perasaannya sendiri. Menyedihkan.
"Sebenarnya aku benar-benar terkejut saat melihat dia datang ke pesta."
"Aku juga," pria itu menoleh, memandang adik sepupu yang tengah menatap langit-langit ruangannya. "Tapi, melihatmu baik-baik saja saat bertemu dengannya, kurasa semuanya sudah berubah. Apakah aku benar, Byul?"
"Entahlah.... tapi aku merasa lega karena dia juga sudah menemukan kehidupan barunya, oppa." Hanbyul menghela napas pendek, "Mungkin apa yang pernah terjadi disana memang harus dilupakan sepenuhnya."
*****
Kafetaria menjadi tujuan Hanbyul setelah kunjungannya dari ruangan Namjoon. Setidaknya Hanbyul harus mengonsumsi beberapa makanan untuk menambah energinya. Dan beruntung, Namjoon adalah pria baik yang mau memesankan beberapa makanan untuknya tadi.
Jika diingat-ingat, sepertinya Hanbyul berkata pada Jungkook jika dia hanya akan pergi selama 5-10 menit saja. Tapi kenyataannya, Hanbyul sudah meninggalkan Jungkook selama hampir dua jam. Mengobrol dengan Namjoon memang membuatnya lupa waktu. Hanya pada Namjoon pula, Hanbyul bisa mempercayakan segalanya.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Hanbyul untuk menghabiskan makanannya. Melirik jam di legan, Hanbyul rasa mungkin sekarang Jungkook sudah tertidur.
Dan pesan dari Taehyung membuatnya semakin yakin jika Jungkook memang sudah tidur.
Taehyungie:
Kau dimana, Byul? Jungkook sampai tertidur menunggumu.
Baguslah! Karena sepertinya dia tidak perlu marah-marah pada Jungkook.
Kalau dipikir-pikir, Hanbyul sendiri tidak tahu kenapa juga dia harus marah-marah? Entahlah.
Hanbyul tidak bisa memastikan apakah dia mengkhawatirkan Jungkook atau kesal karena merasa Jungkook tidak menganggapnya penting? Apakah Jungkook tidak serius dengan ucapan jika pria itu mencintainya?
Pemikiran itu muncul begitu saja, membuat Hanbyul menertawai dirinya sendiri. Yang seharusnya dipertanyakan disini adalah bagaimana perasaannya pada Jungkook, bukan sebaliknya.
Setibanya di kamar Jungkook, Hanbyul mendapati seorang pria yang tengah tertidur di sofa. Terlihat begitu nyenyak, namun tak dipungkiri jika kelelahan tercetak begitu jelas di wajah manisnya.
Membuka lemari, Hanbyul mengambil sebuah selimut tipis serta sebuah bantal cadangan untuk diberikan pada pria itu. Namun, belum sempat menjalankan niatnya, kedua mata pria itu terbuka, menatapnya dengan pandangan bingung.
"Kau sudah tiba?"
"Y-ya." Hanbyul kemudian menyerahkan bantal dan selimut yang dipegangnya.
"Sedari tadi Jungkook menunggumu, dia bilang kau hanya akan pergi sebentar. Kenapa lama sekali?" Yoongi mengeryit, wanita yang baru saja duduk di sebelahnya ini malah memejamkan mata, seolah tidak mendengarnya berbicara. "Kim Hanbyul, kau mendengarku?"
"Tentu saja," Hanbyul menghela napas pelan, kemudian memandang Yoongi yang tengah menatapnya tak suka. "Aku mendengarmu, Yoongi-ssi. Aku hanya pergi untuk mendapatkan vitamin, lalu dokterku memintaku beristirahat sejenak dan makan."
Ah, Yoongi hampir lupa jika wanita ini baru saja tiba beberapa jam lalu. Dan melihat keadaannya sekarang ini, rasanya memang benar jika Hanbyul membutuhkan istirahat. Wajahnya pucat, matanya sayu, dan kantung matanya menghitam.
"Haah~ Jika kau ingin beristirahat, tidurlah disini. Aku akan duduk di kursi itu," ujar Yoongi, menunjuk sebuah kursi kecil di dekat ranjang Jungkook.
"Tidak perlu, Yoongi-ssi. Aku tidak bisa tidur dengan otak berkeliaran."
Terkesiap, Yoongi merasa ada sesuatu yang familier pada ucapan Hanbyul barusan. Tidak! Tidak! Hanya perasaannya saja. Banyak orang yang menggunakan istilah itu. Hanbyul pasti pernah mendegarnya di suatu tempat.
"Bagaimana aku bisa tidur jika otakku masih berkeliaran memikirkan banyak hal...?"
"Begitu rupanya," Yoongi menegakkan tubuhnya, memandang Hanbyul yang sedari tadi menatap ke arah Jungkook yang sudah pulas. Membuatnya iri.
Ya, dulu Yoongi juga pernah ditatap seperti itu. Penuh kekhawatiran dan kecemasan, padahal saat itu ia hanya terserang demam. Namun gadis itu menatapnya seolah dunianya berantakan—penuh kekhawatiran, bahkan Nyonya Kwon bilang jika semalaman gadis itu menungguinya.
Ah, kenangan lama yang cukup manis. Namun menyesakkan jika dirasakan sekarang ini.
"Kim Hanbyul?" panggil Yoongi. Dan tepat saat Hanbyul menoleh, mempertemukan kedua netra mereka, Yoongi merasakan hal itu lagi.
"Eung?"
"Eh..." Yoongi hampir lupa dengan apa yang ingin disampaikan. Ia membuang jauh-jauh pikirannya, mengembalikan fokus pada apa yang akan disampaikannya pada Hanbyul. Tapi apa? Yoongi sendiri bahkan lupa dengan apa yang ingin dikatakannya saat kedua mata lelah itu menatapnya.
"Ada apa, Yoongi-ssi?" Tanya Hanbyul dengan tatapan bingung karena lawan bicaranya hanya diam saja. Memandangnya tanpa mengatakan apapun.
"Eh, i-itu, kuharap kau menjaga Jungkook dengan baik," ujar Yoongi sedikit ragu, rasanya bukan ini yang ingin disampaikan.
"Tentu saja, aku akan menjaganya dengan baik. Kau tidak perlu khawatir tentang itu, Yoongi-ssi."
"Tolong, untuk kali ini jangan membuat anak itu kecewa," ucapan Yoongi membuat Hanbyul menatapnya, heran. "Dia sangat menyukaimu—Ah, mungkin Jungkook sudah benar-benar jatuh cinta padamu. Sangat jelas dari bagaimana caranya bercerita padaku, dari cara Jungkook menatapmu, dari tingkahnya yang berlebihan saat menyangkut semuanya tentangmu," Yoongi balik menatap Hanbyul.
"Kau merupakan sumber kebahagiaan terbesarnya, tapi kau juga bisa menjadi sumber kekecewaan terbesarnya. Aku ada disana saat Jungkook benar-benar jatuh. Aku menyaksikan sendiri bagaimana pria itu melalui masa beratnya, dari dia kecil hingga dewasa, semua sumber kebahagiaannya berubah menjadi hal yang paling mengecewakan." Yoongi menghela napas, memandang gadis di sebelahnya dan sepupunya yang terbaring di sana bergantian.
"Aku tidak tahu bagaimana kau membuatnya jatuh cinta secepat ini. Dia hanya pernah berkencan sekali, itupun membutuhkan waktu banyak bagi Jungkook untuk berani mengungkapkan perasaan di atas segala ketakutannya. Tapi aku yakin, Jungkook melihat sesuatu yang spesial dalam dirimu yang membuatnya benar-benar jatuh cinta. Aku harap kau cukup menyadari bagaimana Jungkook benar-benar terlihat bahagia saat bersamamu."
Yoongi pergi setelah seseorang menjemputnya—Jung Hoseok. Tepat saat jam hampir menunjuk angka sebelas. Hoseok tidak mampir, hanya menyapa sebentar sebelum pergi bersama Yoongi.
Hanbyul berpindah ke kursi di dekat ranjang, menatap pria yang tertidur, begitu tenang dan nyaman. Senyum kecilnya terukir saat melihat wajah Jungkook yang benar-benar damai.
Semua kata-kata Yoongi masih terngiang jelas di kepala, membuat Hanbyul semakin takut untuk menengok ke dalam hatinya. Sudah lama sekali Hanbyul tidak melihat keadaan-nya karena terlalu sering menggunakan logika. Jujur saja, ia takut. Takut jika apa yang sebenarnya dia rasakan tidak sesuai dengan harapan. Takut jika apa yang ada di hatinya justru tidak seperti apa yang dikatakan Namjoon.
"Byul?"
"Eh, kau terbangun? Apa kau membutuhkan sesuatu?"
Melihat bagaimana reaksi Hanbyul membuat Jungkook tersenyum. Ada perasaan lega saat menyadari bagaimana wanita ini menatapnya khawatir.
"Kau haus? Mau kuambilkan air? Jangan hanya tersenyum, aku tidak bisa membaca pikiranmu, Jeon Jungkook." protes Hanbyul karena sedari tadi pria itu hanya menatapnya tanpa memberi jawaban.
"Aku membutuhkan Hanbyul, bisakah kau membawanya naik kesini?"
"Eh..." Hanbyul menatap Jungkook tak percaya, bagaimana bisa pria ini berkata seperti itu saat ini?
"Taehyung bilang, rumah sakit ini memiliki ranjang yang kuat. Dia sudah pernah mencobanya, dulu." Jungkook menggeser tubuhnya perlahan, menepuk sisi ranjangnya yang kosong. "Kemarilah, Byul. Aku benar-benar merindukanmu."
Hanbyul diam, hanya memberikan tatapan tak mengerti pada Jungkook. Ia tahu maksud pria ini, tapi masih ada hal yang mengganggu pikirannya.
"Sebenarnya aku tidak ingin membahasnya, tapi ini terlalu mengganggu pikiranku," Hanbyul bergerak naik, mendudukan dirinya di tepi ranjang dengan kedua mata yang masih lekat menatap Jungkook. "Kenapa kau tidak mengabariku?"
"Ah," Jungkook tersenyum kikuk, masih dengan wajah setengah mengantuk, "aku hanya tidak mau mengganggu jadwal pekerjaanmu, Byul. Aku tahu kau sangat mencintai pekerjaanmu."
Ya, Hanbyul memang sangat mencintai pekerjaannya. Dan pria Jeon ini sangat menyadari itu. Tapi mengingat bagaimana dia berada di sini dan mengabaikan seluruh pekerjaannya membuat Hanbyul sadar jika apa yang dikatakan Joshua memang benar,
"... kau mungkin tidak sadar. Tapi aku bisa melihatnya, kau sudah jatuh cinta pada Jeon Jungkook, Byul..."
Hanbyul tersenyum, meraih tangan Jungkook untuk didekapnya saat berbaring. Kedua matanya masih tertaut pada iris Jungkook, menatap dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya.
"Lain kali, jangan pernah berpikir jika pekerjaanku lebih penting darimu, Kook." Hanbyul mendekatkan tubuhnya, mencondongkan wajahnya sebelum berbisik di telinga Jungkook, "Kau mungkin jarang mendengarnya dariku, tapi aku mencintaimu, Jeon Jungkook."
Hihihi gimana? Gemas nggak sama mereka? Hehe
Mari bergemas-gemas ria dan bersenang-senang terlebih dahulu~
Sampai jumpa minggu depam 😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top