24
Pria itu mengenakan setelan jas berwarna hitam dan memasang senyum terbaiknya kala seorang wanita yang sudah ditunggu-tunggu menampakkan diri. Awalnya, Jungkook tidak menyadari kedatangan tunangannya karena sebuah perubahan yang cukup mencolok.
Ya, Hanbyul mengubah warna rambutnya menjadi lebih terang. Bukan hitam legam lagi seperti pada awal keberangkatannya. Ditambah kacamata hitam yang menggantung di batang hidungnya, membuat Jungkook tidak bisa mengenali Hanbyul-nya dengan baik.
"Wah! Lihat siapa yang mengganti warna rambutnya sehingga membuatku tidak mengenali gadis ini?" Jungkook meraih tubuh gadisnya, membawanya ke dalam pelukan sambil mengecupi pucuk kepalanya. "Bagaimana perjalananmu, Byul?"
"Melelahkan," ujar Hanbyul sambil mengerutkan hidungnya, "Tapi aku sedikit bersenang-senang."
"Heol! Melelahkan tapi kau juga bersenang-senang? Bagaimana bisa seperti itu?" Jungkook meraih koper yang dibawa Hanbyul, menyeretnya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya digunakan untuk menggenggam tunangannya.
"Hahaha. Melelahkan karena aku tidak bisa tidur dengan baik, menjalani beberapa interview dan pemotretan yang membuatku harus merubah warna rambut, tapi menyenangkan karena aku bisa menikmati makan malam bersama Joshua di Le Jules Verne. Sudah beberapa kali kami pergi ke Paris, dan baru kali ini kami bisa makan malam di menara Eiffel."
Antusiasme Hanbyul dalam menceritakan pengalaman makan malamnya bersama Joshua sepertinya sedikit mengusik Jungkook. Haruskah ia merasa waspada pada Joshua? Jungkook memang se-protektif ini pada sesuatu yang sudah menjadi miliknya.
Miliknya?
Lucu sekali karena Jungkook sudah berpikiran seperti itu dalam waktu secepat ini.
"Hei!" Hanbyul mengeratkan genggamannya, ia tidak sebodoh itu untuk tidak memahami perubahan air muka tunangannya. "Tidak perlu cemas. Aku dan Joshua itu sudah seperti saudara. Kau tidak perlu cemburu padanya."
"Benarkah?" ada perasaan lega dan ringan saat Jungkook melihat Hanbyul mengangguk pasti. Senyumnya kembali terukir. Namun tetap saja, ada rasa iri terhadap pria itu. "Kalau begitu kita juga harus makan malam bersama di atas menara Eiffel seperti apa yang kau lakukan bersama Joshua."
Hanbyul terkekeh, pria dewasa di sampingnya ini bisa menjelma sebagai seorang anak kecil jika sudah membicarakan tentang keinginanya. Persis seperti apa yang dikatakan Nenek Jeon;
"Jungkook akan bersikap manja dan kekanakan jika dia sudah merasa nyaman dan percaya pada seseorang dengan sepenuh hati. Tapi tenang saja, dia tidak akan kehilangan sisi dewasanya."
Hal itu tentunya membuat Hanbyul berpikir jika Jungkook sudah mempercayainya. Namun bagaimana dengan dirinya sendiri? Apakah Hanbyul sudah bisa mempercayai Jungkook sebagaimana pria itu mempercayainya?
Setibanya di rumah Hanbyul, kedua orang ini mendapati seorang pria yang tengah duduk sendirian di balkon. Menatap langit malam tanpa menyadari jika Hanbyul dan Jungkook kini hanya berjarak satu meter di sampingnya.
"Wah! Jika seseorang menyelinap masuk ke dalam rumahku, saat ini, mungkin semua barang-barangku sudah raib."
"Hanbyul-ah!" Taehyung segera berdiri, mengabaikan Jungkook serta ucapan Hanbyul, dan langsung mengarah pada saudarinya. Memeluknya begitu erat hingga membuat Hanbyul sendiri heran.
"Hei! Hei! Kau kenapa, Tae?" Hanbyul menepuk punggung Taehyung, masih terheran-heran dengan tindakan saudaranya.
"Aku merindukanmu."
"... Hanbyul mengalami masa-masa berat saat berada di Daegu. Kau tidak akan pernah bisa membayangkannya."
Kata-kata Sora kembali terngiang. Entah hal apa yang pernah terjadi pada Hanbyul, tapi Taehyung yakin sekali jika itu bukanlah sesuatu yang bisa disepelekan. Terlebih sekarang Hanbyulnya tak sama. Pasti hal itu yang merubahnya menjadi seperti sekarang ini.
"Baiklah, aku juga merindukanmu, Tae." Hanbyul melepas pelukannya, "Tapi aku lelah dan aku harus mandi. Bolehkah aku pergi sekarang?"
Taehyung mengangguk. Kemudian membiarkan Hanbyul masuk ke dalam kamarnya. Sementara itu, Jungkook juga heran dengan bagaimana cara Taehyung menatapnya kini. Terlihat mengintimidasi dan mencurigai, membuatnya salah tingkah. Seolah telah berbuat salah.
"A-ada apa, Tae?"
"Sepertinya kita harus berbicara sebagai sesama pria, Jeon," kedua mata Taehyung memincing menunjukkan keseriusan.
Paradise club menjadi tempat tujuan dua pria dewasa ini. Lantai kedua yang sepi dan tenang, menjadi pilihan yang tepat untuk membicarakan hal-hal yang dianggap serius.
Sedari tadi pula, Jungkook merasa tidak begitu tenang. Pria yang membawanya kemari terlihat sangat serius, dan lagi tingkahnya sedikit berbeda saat menemui Hanbyul tadi. Kepalanya mulai berkecamuk, membentuk spekulasi-spekulai tentang kesalahan apa yang pernah dilakukannya pada Hanbyul.
"Jadi, aku ingin menanyakan hal serius padamu, Jeon Jungkook-ssi." Lihat! Bahkan Taehyung mulai berbicara formal padanya. Jungkook bisa merasakan atmosfir canggung di sekitarnya. "Apa kau mencintai Hanbyul?"
"Tentu saja."
"Kau seyakin itu?" Taehyung mengangkat sebelah alisnya, menatap Jungkook penuh selidik dan keraguan. "Kalian baru mengenal selama sebulan. Apa kau yakin dengan perasaanmu pada saudariku?"
Jungkook terdiam. Masih mencoba mencerna maksud dari pria Kim di hadapannya. Apa yang sebenarnya diinginikan pria ini? Kenapa Jungkook merasa didesak?
"Apa maksudmu, Taehyung-ssi? Tentu saja aku yakin dengan perasaanku. Masalah waktu, tidak ada yang bisa menebak kapan perasaan cinta bisa tumbuh diantara dua orang. Bahkan satu detik saja bisa membuatmu jatuh cinta pada seseorang."
"Aku tahu masalah itu. Disini aku hanya ingin meyakinkan diriku sendiri jika Hanbyul akan mendapatkan seseorang yang benar-benar mencintainya." Taehyung meneguk birnya. Setelah pembicaraan dengan Sora, sepetinya Taehyung menjadi lebih sensitif dan protektif pada Hanbyul. Sesuatu di dalam hatinya membuat Taehyung merasa harus selalu ada untuk Hanbyul.
"Kau tidak perlu khawatir. Aku memahami kecemasanmu. Aku berjanji tidak akan melukainya, Tae."
Tidak seperti dugaan Taehyung, pria di hadapannya ini bahkan langsung lantang menjawabnya. Tidak ada keraguan dan kebimbangan yang terlihat. Jungkook sepertinya memang sudah benar-benar jatuh cinta pada kembarannya.
Taehyung bisa merasa sedikit lega.
*****
Siang ini, Sora kembali dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang tak disangka-sangka di tempat kerjanya. Ia kembali melihat dokumen di hadapannya saat pria itu melangkah masuk ke dalam ruangannya.
"Selamat siang, dokter Kwon," sapanya dengan senyum tipis yang hampir tak terlihat. Pria ini masih sama.
"Selamat siang, Yoongi-ssi." Sora balik tersenyum, kemudian mempersilakan Yoongi untuk duduk di hadapannya. "Aku sedikit terkejut dengan kehadiranmu disini."
"Ya, aku juga sedikit terkejut saat Nyonya Kwon menyarankanku untuk menemuimu saja daripada harus jauh-jauh pergi ke Daegu." Yoongi tersenyum kecut, nyatanya sampai sekarang ia masih harus menemui seseorang seperti Sora, setelah sudah sepuluh tahun lamanya. "Dia bilang jika kau juga memahami masalahku."
"Baiklah Yoongi-ssi. Mari kita pergi ke kursi panjang itu agar bisa mengobrol lebih rileks."
Yoongi menurut, mengikuti Sora yang mempersilakannya duduk di atas sebuah kursi besar. Mirip seperti kursi pijat, hanya saja tidak akan ada tekanan-tekanan yang membuat tubuhnya rileks. Hanya sebuah kursi besar yang nyaman.
"Kau bisa memulainya, Yoongi-ssi," ujar Sora yang duduk di sebuah ursi kecil di sebelahnya, tangannya bersiap mencatat hal-hal yang akan diutarakan Yoongi.
"Aku ingin memulainya dari awal, bisakah?"
"Tentu saja. Kau bisa menceritakan semuanya padaku."
"Semua ini tentang Hana. Aku tidak tahu harus menyebutnya siapa sekarang. Kekasihku? Mantan kekasihku? Gadis yang kutemui sepuluh tahun lalu? Entahlah." Yoongi terkekeh pelan, menertawai dirinya sendiri.
"Kau pasti ingat, bagaimana diriku sepuluh tahun lalu yang merasa benar-benar kehilangan sosok gadis itu. Gadis itu pergi tanpa tahu apa yang dia bawa pergi bersamanya. Cukup menyesakkan karena saat itu aku merasa benar-benar kehilangan. Kau juga disana bukan? Kau juga saksi dari betapa besar penderitaanku saat gadis itu pergi.
Cukup menggelikan memang. Kupikir pria sepertiku sudah tidak memiliki hati setelah apa yang terjadi dengan orangtuaku. Tapi gadis itu membuatku sadar jika aku masih punya hati dengan membawa separuhnya pergi."
Sora tentu tahu tentang cerita lama itu. Sora disana. benar-benar disana untuk menyaksikan Yoongi yang terluka. Sora tahu betul bagaimana pia di hadapannya ini mengalami masa sulit dalam hidupnya.
"Seiring berjalannya waktu. Kurasa aku tersembuhkan, gadis itu pernah mengatakan padaku setidaknya aku bisa menggunakan mimpiku sebagai tujuan saat aku sudah tidak memiliki tujuan hidup.
Dan aku mencoba untuk hidup demi mimpiku. Namun tak dipungkiri jika aku memiliki satu tujuan lain, menemui gadis itu.
Dan setahun lalu, aku merasa sangat-sangat beruntung saat kupikir aku menemukannya. Semuanya terasa begitu cepat saat aku menyadari jika dia adalah gadis itu. Tapi belakangan ini, aku menemukan kesalahan besar dalam hidupku. Setahun lalu, aku menemui Kang Hana, bukan gadis itu. Ini benar-benar membuatku kecewa dan mengganggu seluruh kinerja hidupku. Aku merasa dibohongi oleh takdir."
Yoongi menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Aku bahkan mulai kesulitan mengenang memori bersama gadis itu. Semua ini membuatku gila, aku selalu marah dan gelisah. Aku benar-benar ingin menemuinya, dokter Kwon."
Sora menatap Yoongi. Jika saja ia tidak menjunjung tinggi rasa profesionalisme, dan masih menjadi Sora yang dulu, mungkin sekarang Sora akan mengatakan semuanya pada Yoongi. Tapi sekarang kondisinya berbeda. Sora dan Yoongi hanya sebatas dokter dan pasien. Dan melihat banyaknya perubahan yang dibawa kehidupan, rasanya Sora tak yakin jika ia mampu mengatakan pada Yoongi dimana gadis itu sekarang.
Usai dengan sesi konselingnya, Yoongi memilih untuk segera kembali ke rumah. Berlama-lama di rumah sakit juga tidak baik, apalagi jika nanti Yoongi bertemu dengan Hana. Ia masih tidak tahu bagaimana untuk bersikap di depan gadis itu. Perasaannya campur aduk.
"Yoongi oppa!"
Yoongi menghentikan langkahnya, memutar tubuhnya dan mendapati Sora yang memanggilnya. Berlari sedikit tergesa ke arahnya.
"Maafkan aku, sebagai doktermu aku tidak bisa membantu banyak karena identitas pasien bersifat rahasia. Aku tidak bisa melanggar peraturan itu. Tapi, sebagai temanmu, aku ingin kau mencari jawaban tentang apa yang akan kau lakukan jika menemui gadis itu. Setelah kau mengetahui jawabannya, datanglah padaku sebagai teman."
"Eung, terimakasih. Aku akan memikirkannya dulu sebelum menemuimu."
Setelah keluar dari rumah sakit, Yoongi tidak langsung pergi ke apatemennya. Ah, bahkan sudah beberapa minggu ini ia tidak pulang kesana. Yoongi lebih memilih untuk tinggal di apartemen Jungkook atas saran pria itu.
Jungkook bilang padanya jika ia tidak bisa membiarkan Yoongi tinggal sendirian sampai kondisinya benar-benar stabil. Jungkook tidak mau Yoongi melakukan hal-hal berbahaya.
Dan sekarang, Yoongi memilih untuk pergi ke sebuah cafe yang berada di atas studionya. Terimakasih pada Hoseok yang sudah meminta kakaknya memberikan izin pada Yoongi untuk menikmati ketenangan di lantai tujuh.
Membaringkan diri di salah satu bantal raksasa, kemudian menatap langit dari jendela kaca raksasa membuat Yoongi kembali memikirkan pertanyaan Sora tadi.
"...apa yang akan kau lakukan jika menemui gadis itu..."
Entahlah, Yoongi sendiri juga tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika sudah bertemu dengan gadis itu. Banyak pertimbangan dalam benaknya, namun banyak juga hal yang harus disampaikannya.
Dan mengenai Hana, Yoongi masih belum sanggup untuk menemui gadis itu.
Hatinya masih terlalu sakit jika menyadari selama ini Hana bukanlah wanita yang dicari. Ia masih tidak bisa menerima jika takdir menipunya seperti ini.
Haloo~
Setelah sekian lama akhirnya update juga yaa huhu~
Mau tanya dong, apakah cerita ini masih diminati? Kalo misal masih, aku bakal lanjut...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top