-17-

Holaaaa~
Hahaha, karena tugas kuliah semakin banyak... Aku akan berusaha sebisa mungkin buat update story ini minim seminggu sekali...

Doakan yaa aku makin kuat menghadapi tugas yang menggila 😂😂😂

Anyway, happy reading~

Need your appreciation guys, votement yaa~

Luvv

Rumah sakit Kimsan terlihat lebih ramai hari ini. Kehadiran seorang dokter baru yang dijuluki sebagai jenius muda menjadi penyebabnya. Selain karena keramahan sang dokter, wanita jelita dengan rambut panjang dengan wajah yang terkesan seksi itu hampir membuat kinerja pegawai rumah sakit terganggu.

Dokter muda yang sudah menjadi seorang spesialis itu bahkan mendapat gelar kehormatan yang membuat Kimsan segera merekrutnya menjadi seorang psikiater. Kim Hyunjeong sendiri yang memintanya bergabung dengan Kimsan saat wanita itu bahkan masih menjalani studinya di Amerika.

"Hei, Jim. Kau sudah lihat dokter baru itu?" Taehyung mendekat ke arah Jimin. Berbicara dengan pelan agar orang-orang di sekitarnya tidak begitu mendengarkannya karena kaetaria cukup ramai siang ini.

"Hum. Dokter yang mendapat julukan genius seperti Namjoon hyung, 'kan?" Taehyung mengangguk, "Kudengar dia sangat cantik. Tapi aku belum benar-benar bertemu dengannya secara langsung."

"Ya, dia memang ca—eoh..." Taehyung terdiam dengan mulut yang sedikit terbuka. Pasalnya presensi orang yang baru saja dibicarakannya bersama Jimin ini membuatnya tak bisa menahan rasa keterkejutan.

"Permisi, bolehkah aku duduk disini? Bangku lainnya sudah penuh."

Dan suara lembut yang meluncur dari bibir wanita itu sukses merebut atensi Jimin dan Taehyung. Ah, ralat. Merebut atensi semua orang yang ada di kafetaria. Ada yang berdecak iri saat melihat dokter wanita itu duduk bersama Taehyung dan Jimin. Namun ta sedikit yang menebak jika hal itu akan terjadi.

"Eoh, tentu saja." Jawab Jimin dan Taehyung kompak.

"Terimakasih." Dokter wanita itu menempatkan dirinya di hadapan Taehyung dan Jimin. Bibirnya melengkungkan senyum kala Taehyung dan Jimin masih menatapnya. "Ah, aku psikiater baru di Kimsan. Kwon Sora-imnida."

"Park Jimin-imnida."

"Kim Taehyung-imnida."

Keduanya bergantian memperkenalkan diri. Tak kalah ramah dari dokter Kwon.

"Mohon bantuannya, sunbaenim."

"Sunbaenim? Hahaha. Jika dilihat sepertinya kau lebih senior daripada kami, dokter Kwon." Ujar Jimin dengan senyum yang menyentuh matanya.

"Ah, tapi aku adalah orang baru disini."

"Berapa usiamu, dokter Kwon? Kau tidak terlihat lebih tua dari kami." Kata Taehyung sebelum melahap kentang tumisnya.

"28 tahun."

"Kita seumuran, dokter Kwon. Kau bisa bicara santai pada kami, bukan begitu Tae?" Jimin menepuk lengan Taehyung yang hanya mengangguk.

"Ah, ne. Terimakasih banyak."

*****

Usai menyelesaikan pekerjaannya, sore ini Hanbyul sudah bersiap untuk pergi ke stasiun guna menjemput Kakek dan Nenek Jeon. Ia bahkan rela melewatkan makan siangnya demi memilah beberapa desain yang akan launching musim depan sebelum meninggalkan kantor. Biar tidak terbebani, pikirnya.

Joshua tentu saja memberi kelonggaran. Toh selama ini rekannya itu tidak pernah teledor dan membuat kesalahan berarti dalam pekerjaannya. Joshua sudah benar-benar percaya pada Hanbyul. Dan selama mengenal Hanbyul, wanita itu tidak pernah mengecewakannya.

"Hei, Byul!" Joshua melemparkan sebuah kotak pada wanita yang baru saja berlari keluar dari kantornya. Dan beruntung, Hanbyul cukup sigap untuk menangkap kotak berisi cairan itu sebelum menyentuh lantai, "setidaknya isi perutmu!"

Dan Hanbyul hanya berlari sambil menggoyangkan kotak susu itu sambil berkata, "Thank's Josh! You're the best!"

Ya, Hanbyul memang sedang terburu-buru. Pasalnya Jungkook sudah menunggunya di lobby. Dan Hanbyul bukanlah tipe orang yang suka membuat orang lain menunggu ataupun ditunggu.

Ah, itu dia Jungkook.

Pemuda itu tengah duduk di salah satu sofa sambil mengamati lingkungan kantor Hanbyul yang unik. Senyumnya terkembang secara otomatis kala wanita yang ditunggu-tungu, kini tengah menuju ke arahnya dengan tergesa.

"Hei! Pelan-pelan saja, Byul!" Jungkook berdiri. Menyambut gadisnya—tidak! Terlalu cepat untuk menyebut Hanbyul sebagai gadisnya. Bagaimana bisa otaknya menyusun kalimat seperti itu?!

"Aku tidak mau membuatmu menunggu lama, Kook."

"Ngomong-ngomong, apa kantormu selalu memasang fotomu sebesar itu, Scarlet Kim?"

"Hei—" Hanbyul tersipu, gurat merah terlukis jelas di kedua pipinya saat Jeon Jungkook menatap foto-fotonya di layar raksasa dengan senyum yang menggoda.

"Sepertinya mereka tak salah." Jungkook kemudian mentap Hanbyul yng masih terlihat malu-malu. Menggemaskan! "Kau terlihat begitu cantik."

Dan sukses pernyataan Jungkook membuatnya semakin bungkam. Hanbyul mungkin sudah terbiasa dengan pujian semacam itu. Namun ada sensasi tersendiri saat Jungkook yang mengatakannya. Dan Hanbyul masih mencari-cari kenapa.

Apakah dia sudah jatuh hati pada pemuda Jeon itu?

Secepat ini?

Hanbyul tidak bodoh.

Tentu saja tidak!

*****

Jung Hoseok datang ke studio dengan satu cup Americano panas dan satu cup latte hangat di tangannya. Senyumnya diumbar pada setiap orang yang ditemui di kantornya. Dan baru saja Hoseok pergi dari lantai atas, menjenguk kakaknya sekaligus meminta dua gelas minuman.

Ya, Hoseok memang mendapat jatah gratis dari sang kakak setiap bulannya. Dan pria itu tidak mau menyia-nyiakan hal tersebut.

Langkahnya berhenti tepat di salah satu studio yang biasa dikunjungi. Bukan studio milik Hoseok, namun tak sedikit waktu yang dihabiskan di tempat itu. Studio milik rekannya. Studio Yoongi.

Perusahaan baru saja mengatakan padanya jika aka nada pendatang baru yang menandatangani kontrak dengan mereka. Seorang solois muda. Pernah berkarir di Amerika dan kini memilih kembali ke negara asalnya. Recananya, Hoseok ingin memberitahukan hal ini sekalan mengunjungi kawannya.

"Hyung!" sapa Hoseok dengan suara nyaring. Pemuda itu bahkan seperti memiliki pengeras suara di dalam rongga mulutnya.

Si pemilik ruangan hanya menatapnya sebentar sebelum kembali pada alat musik di hadapannya. Sudah terbiasa dengan kehadiran Hoseok yang selalu seenaknya saja masuk ke dalam studionya.

"Untukmu, hyung," Hoseok meletakan cup Americano di atas meja. Melirik sekilas apa yang sedang dikerjakan pria berkulit susu itu.

"Terimakasih," ucap Yoongi sebelum kembali fokus pada partitur dan pianonya.

"Apa kau sudah menulis lagu lagi, hyung?" tak bisa membendung rasa penasarannya, Hoseok segera menebak-nebak apa yang dilakukan Yoongi bersama dengan partitur di atas pianonya.

"Bukan, ini adalah lagu yang sudah lama kuciptakan." Ada seulas senyum yang tersemat kala Yoongi mengucapkannya. Sepertinya kenangan-kenangan manis kembali merasuk ke dalam hatinya. "Lagu untuk Hana."

"Lagu untuk Hana? First Love?" tebak Hoseok. Begitu antusias, karena Yoongi pernah menceritakan kisah manis sekaligus tragis di balik lagu itu.

Tentang bagaimana Yoongi menemukan cinta pertamanya yang penuh kejutan. Sebuah cinta sederhana yang dipenuhi ketulusan. Yoongi bahkan menceritakan pada Hoseok, bagaimana dia mengajarkan wanita itu cara bermain piano. Dan bersama-sama membuat 'First Love'. Pria itu bahkan tidak tidur bermalam-malam hanya untuk menyempurnakan lagu mereka.

Dari Yoongi, Hoseok belajar sesuatu. Bahwa cinta bisa tumbuh saat kau berada pada keadaan paling buruk sekalipun. Dan Hoseok sangat mengetahui arti ucapan kawannya tersebut.

Setelah melewati perpisahan panjang yang menyakitkan selama bertahun-tahun, Yoongi akhirnya menemukan cinta pertamanya kembali. Hoseok tidak begitu tahu bagaimana mereka bisa berpisah, namun ia tahu jika saat itu Yoongi sangat menderita. Dan dari penderitaan itu, Yoongi belajar untuk menjadi pria yang lebih kuat. Hingga hari dimana ia bertemu cinta pertamanya yang sudah dikencaninya setahun ini, Hana.

"Ya." Jawab Yoongi. Jemarinya tak berhenti bermain.

"Wah! Hyung, bisakah kau memainkannya dari awal? Aku ingin mendengar lagu cintamu itu dari awal!"

Yoongi terkekeh pelan. Hoseok selalu begitu. Selalu antusias dalam hal apapun kecuali hal-hal yang berbahaya dan menakutinya.

Jemarinya mulai bergerak kembali, sedikit membaca partitur, kemudian setelah itu kedua matanya terpejam. Menikmati aliran musik yang merasuk dan menyatu dalam jiwanya. Yoongi sangat menikmati permainannya, karena setiap nada, setiap irama yang dimainkan selalu membawa Yoongi pada kenangan-kenangan manis bersama cinta pertamanya.

"Hyung, kenapa aku merasa tidak begitu asing dengan lagu barusan, ya?" Hoseok mengerjap beberapa kali. Setelah mendengar permainan Yoongi tadi, Hoseok yakin jika ia pernah mendengar lagu itu. Namun ingatannya begitu samar.

"Kau orang pertama yang mendengar lagu ini setelah aku dan Hana, Hoseok-ah. mungkin kau hanya mendengar sesuatu yang mirip dengan lagu ini."

Hoseok mengangguk—meskipun hatinya masih ragu. Ah, entahlah. Mungkin dia hanya pernah mendengar sesuatu yang mirip dengan lagu barusan.

*****

Jungkook duduk di ruang tunggu saat Kakek dan Neneknya sudah mengganti pakaian mereka dengan pakaian rawat rumah sakit. Ya, kedua orang yang sudahmembesarkannya itu juga datang untuk melakukan tes kesehatan di Kimsan, sehari setelah kedatangan mereka.

Kakek dan Nenek Jeon tersenyum saat melihat cucu semata wayang mereka sudah berada di sana untuk menunggu. Padahal mungkin Jungkook baru saja menyelesaikan pekerjaan kantornya, atau malah belum.

"Aigoo~ apakah cucuku ini tidak lelah?" Nenek Jeon menghampiri Jungkook, menangkup wajahnya dengan kedua tangan.

"Tentu saja tidak, Halmeoni. Kau memiliki cucu yang kuat disini." Jungkook tersenyum hingga matanya berkerut.

"Kau disini rupnya, Nak Jungkook," seorang pria tua—seusia kakeknya—dengan balutasn jas dokter berjalan mendekat. Wajahnya berkerut kala tersenyum pada Jungkook.

"Tuan Kim. Senang bisa melihat anda disini." Jungkook tersenyum ramah, kemudian membungkuk memberi hormat.

"Hei! Tuan Kim apanya? Panggil akau harabeoji." Kakek Kim menepuk bahu Jungkook, "Bukankah Hanbyul juga memanggilmu seperti itu, Jinhwan-ah?"

"Tentu saja. Cucumu itu sudah memanggilku harabeoji setelah awal pertemuan kami." Kakek Jeon terkekeh. Memamerkan jika ia lebih unggul dari sahabatnya.

"Ngomong-ngomong, dimana dia? Kenapa Hanbyul tidak menemani kalian disini?" terlihat Kakek Kim mengedarkan pandangan. Mencari-cari cucu kesayangan yang tak nampak sedari tadi.

"Mungkin Hanbyul sedang sibuk, Hyunjeong-ah. Dia juga sudah menjemput kami di stasiun, kemarin," ujar Nenek Jeon.

"Ah, begitu rupanya. Baiklah, kalian bisa melakukan check up sekarang. Seokjin akan menemani kalian." Kim Hyunjeong kemudian menatap Seokjin, mendapat anggukkan persetujuan dari cucu tertuanya itu sebelum meninggalkan mereka. "Jangan sungkan pada kami, Jinhwan-ah, Jukyung-ah!" ucap Kakek Kim sebelum meninggalkan kedua sahabatnya bersama Seokjin. Masih ada pekerjaan lain yang harus dilakukannya.

Setelah Jungkook mendapati Kakek dan Neneknya masuk ke dalam ruang pemeriksaan bersama Seokjin, Jungkook memilih untuk menunggu lagi di tempatnya. Ia mencoba menghubungi Jimin, namun sepertinya si pria Park sedang sibuk.

Berada di lorong rumah sakit sendirian seperti ini, membuat Jungkook banyak mengenang. Kebanyakan bukan hal baik karena Jungkook tidak memiliki pengalaman baik di tempat ini.

Semua bayang-bayang menyedihkan itu kembali memenuhi benaknya dengan samar. Dan hampir saja Jungkook tenggelam dalam kenangan jika saja sebuah tangan tidak menepuk bahunya.

"Apa terjadi sesuatu? Kenapa kau terkejut saat melihatku?"

Ah, Hanbyul ternyata. Gadis itu kemudian mendudukkan dirinya di sebelah Jungkook. Mengamati bagaimana calon tunangannya itu terlihat sedikit kacau.

"Tidak apa-apa, Byul." Jungkook memandang wanita di sebelahnya. Masih mengenakan pakaian kerja seperti yang dilihatnya pagi tadi. Jungkook bisa berasumsi jika Hanbyul langsung kemari tanpa pulang dulu. "Pekerjaanmu sudah selesai?"

"Eung. Aku mempercepat semuanya. Jadi aku bisa kemari."

"Hei, Byul!" Jungkook menatap Hanbyul. Mengamati setiap senti wajah wanita di hadapannya dengan teliti sebelum mengusap wajah itu dengan jemarinya—wajah lelah dengan kantung mata yang cukup jelas. Ia bisa menyimpulkan jika Hanbyul kelelahan. "Kau membutuhkan istirahat. Jangan bekerja terlalu keras."

Hanbyul membeku, ia tidak menyangka jika Jungkook berani menyentuhnya seperti ini. Terkejut, tentu saja. Namun entah bagimana Hanbyul justru menikmati kehangatan yang menjalar di wajahnya.

"Sepertinya bukan aku saja yang membutuhkan istirahat, Kook." Hanbyul tersenyum, membuat pemuda di hadapannya berdebar. Jungkook kemudian menurunkan kembali tangannya.

"Kau mau ke kafetaria? Rumah sakit ini memiliki kafetaria dengan makanan terbaik di dunia," ucap Hanbyul bangga

Dan disinilah Jungkook dan Hanbyul sekarang. Duduk di salah satu meja kafetaria dengan dua paket menu makan siang di hadapan mereka. Ya, meskipun sudah sangat terlambat untuk menyebutnya makan siang.

"Hei, Byul. Berapa pria yang mengencanimu sebelumnya?" tidak tahu dari mana Jungkook mendapatkan keberanian, pertanyaan itu meluncur begitu saja. Rasa penasaran Jungkook tentang kehidupan asmara gadis di hadapannya ini tak bisa dibendung lagi. Dan sekarang Jungkook merasa sedikit takut tatkala Hanbyul hanya terdiam menatapnya.

"Tidak ada." Jawabnya singkat, kemudian melanjutkan kembali aktivitas makannya. Seolah itu bukan pertanyaan serius yang akan menyinggungnya.

"Hei! Ayolah! Jangan bercanda, mana mungkin wanita... cantik... terkenal... Ah, pokoknya mana mungkin wanita seperti dirimu belum pernah berkencan sebelumnya?"

"Apa aku baru saja mendengarmu memujiku, Jungkook-ssi?"

Seketika Jungkook diam. Bukan respon seperti ini yang diharapkan dari Hanbyul. Bukan serangan jantung seperti ini yang diharapkan saat kedua mata itu menatapnya dengan senyum menawan yang terulas.

"A-ani.. bu-bukan seperti itu.. maksudku—" Jungkook mengusap bagian belakang lehernya kikuk. Tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya saat ini.

"Aku benar-benar belum pernah berkencan sebelum ini. Jika tidak percaya, tanyakan saja pada Joshua. Kau sendiri bagaimana?" Hanbyul menarik sebelah alisnya, "Bagaimana pengalaman kencanmu sebelumnya?"

"Pernah sekali," ujar Jungkook, sedikit lebih lirih. "Namun tidak berjalan dengan baik."

"Ah, aku tidak akan melanjutkan pembicaraan ini jika membuatmu merasa tidak nyaman."

Hanya itu? Jungkook berpikir jika Hanbyul akan mencari lebih jauh mengenai hubungannya dulu—seperti wanita-wanita pada umumnya. Tapi nyatanya tidak. Membuatnya bertanya-tanya apakah sebenarnya Hanbyul mengatakan semua itu karena memang tidak ingin membuatnya mengenang luka atau gadis itu hanya tidak peduli saja?

Entahlah! Jungkook masih memerlukan banyak waktu untuk memahami gadis di hadapannya.

"Kim Hanbyul?"

Panggilan itu membuat Hanbyul terdiam. Makanan yang hampir masuk ke dalam mulutnya kembali turun di atas nampan. Suara itu benar-benar merenggut atensinya. Tubuhnya meremang hanya dengan mendengar suara itu.

"K-Kwon Sora?"

Dan Jungkook bisa merasakan atmosfer tidak baik saat melihat bagaimana cara Hanbyul menatap wanita itu.

"Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" tanya wanita bernama Sora yang kini tengah berdiri di samping Hanbyul.

"Apa yang kau lakukan disini?" ujar Hanbyul dengan tatapan tidak bersahabat. Jungkook bisa merasakan ketidksukaan Hanbyul pada wanita yang baru saja datang ini.

"Aku?" Sora mengangkat Id card yang tegantung di lehernya. "Tentu saja bekerja disini."

Hanbyul masih diam. Menatap Sora dengan tatapan yang sulit diartikan bagi Jungkook. untuk pertama kalinya, Jungkook melihat Hanbyul seperti ini.

"Senang bisa melihatmu dengan api yang menyala, Byul."

Oiya, aku lagi ikut challenge juga nih, minta bantuan support yaa...
Silakan dibaca dan di vote~
Terimakasih mantemanquu~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top